Thursday, 14 April 2016

Saatnya Presiden Jokowi Tegas Memilih: “JK atau Rizal Ramli” (Trisakit atau Trisakti)


(AMS, Artikel
SANGAT terasa, dan sungguh amat terasa. Yakni, “agenda” Reshuffle Kabinet Kerja jilid II kali ini benar-benar terasa sangat “panas”.

Panas, bukan karena sangat ramai diperbincangkan hingga ke warung-warung kopi hangat. Tetapi, sangat terasa panas karena diduga kuat adanya desakan keras dari kubu Jusuf Kalla (JK) terhadap Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle.

Andai memang benar JK telah mendesak dengan keras Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle kabinet, maka itu berarti JK sedang memunculkan “kegaduhan” baru.

Namun sungguh disayangkan, kegaduhan reshuffle tersebut dimunculkannya bukan karena adanya menteri yang terdekteksi KKN, melainkan diduga dan lebih cenderung karena adanya menteri yang dinilai telah mengusik “kepentingan” di balik bisnisnya (JK).

Dan jika memang demikian, maka kegaduhan reshuffle dari JK tersebut sepertinya bukan untuk mengusir “tikus-tikus”. Tetapi sangat boleh jadi adalah untuk memanggil “kawanan tikus” dengan jumlah yang lebih banyak lagi. Dan hal seperti ini biasa dalam “strategi peperangan”, yakni ketika salah satu pihak sudah merasa terdesak, maka pihak tersebut pasti sangat mengharap adanya “pasukan” tambahan untuk memperkuat benteng pertahanan.

Dan meski tanpa melibatkan penajaman analisis pun, apabila ingin jujur mengamati situasinya seperti yang digambarkan di atas (tentang tikus dan strategi peperangan), maka kiranya tak sulit menemukan apa yang menjadi penyebab JK begitu sangat keras mendesak Presiden Jokowi untuk segera melakukan reshuffle kabinet.

Desakan keras itu bahkan “dibocorkan” oleh orang dekat JK sendiri. Bahwa, JK memang sudah sejak lama mendesak dengan tekanan kalimat keras kepada Presiden Jokowi agar segera melakukan reshuffle kabinet: “Pilih saya atau dia,” ujarnya menirukan ucapan JK kepada Presiden Jokowi. Dan “dia” yang dimaksud ternyata adalah Rizal Ramli.

Kenapa harus Rizal Ramli? Sebab, dari dulu (sejak era SBY) hingga kini tak ada satu menteri atau seorang pejabat pun (kecuali kini satu-satunya Rizal Ramli) yang berani melawan dan “mengusik kelakuan” JK. Yakni kelakuan yang sangat lebih cenderung MEMANFAATKAN KEKUASAAN/JABATANNYA untuk memuluskan bisnis perusahaannya. Dan jika ada menteri yang berani, maka reshuffle menjadi pilihan yang tak bisa ditawar-tawar. Dan kiranya inilah yang sedang kembali “dipamerkan” oleh JK.

Mengapa Rizal Ramli berani mengusik kelakuan JK tersebut? Secara umum, tentulah karena kelakuan JK seperti itu sangat kental diwarnai dengan kegiatan KKN. Dan secara khusus, karena Rizal Ramli sejak sebagai aktivis mahasiswa telah berani tampil memimpin aksi pergerakan melawan Suharto, meski di saat itu ia harus dipenjara oleh rezim Orba hanya karena sangat ingin mewujudkan cita-cita Trisakti.

Dan lihatlah, apa yang diperjuangkan (dikepret) oleh Rizal Ramli di dalam pemerintahan saat ini seluruhnya adalah sangat relevan dengan cita-cita Trisakti. Sementara apa yang sedang digiatkan JK (sejak mendampingi SBY) boleh dikata sangat berlawanan dengan TRISAKTI, yakni “TRISAKIT”.

Kalau Trisakti yang sedang diperjuangkan oleh Presiden Jokowi saat ini, adalah mencakup 3 cita-cita yang menjadi kehendak rakyat menuju Indonesia Hebat, yakni:
TRISAKTI :
1. Berdaulat dalam bidang politik;
2. Berdikari dalam bidang ekonomi; dan
3. Berkepribadian dalam kebudayaan.

Sedangkan “Trisakit” yang sepertinya sedang diperjuangkan oleh JK saat ini, adalah juga mencakup 3 cita-cita, namun itu nampaknya hanya menjadi kehendak pribadi dan kelompok tertentu saja menuju Indonesia Hancur, yakni:
“TRISAKIT”
1. Berbisnis dalam bidang politik
2. “Bermuncikari” dalam bidang ekonomi, dan
3. Berkepribadian ganda sebagai pengusaha dan penguasa.

Disebut “TRISAKIT” karena ketiganya jika berhasil dilakukan, dilaksanakan dan diwujudkan dengan baik, maka diyakini hanya membuat hati rakyat menjadi tersakiti, juga dipastikan kedaulatan bangsa dan negara ini hanya dikuasai secara tidak SEHAT oleh orang-orang yang seolah-olah ingin berbakti dan mengabdikan dirinya secara tulus, tetapi terselip kepentingan besar untuk memperkaya diri dan kelompoknya saja dengan bermain cantik dan licik. Sehingga jika “TRISAKIT” ini dibiarkan menjadi sebuah “tradisi” di dalam setiap suksesi kepemimpinan di negeri ini, maka Indonesia hanya akan menemui KEHANCURAN.

Olehnya itu, jika dihubungkan dengan desakan keras JK yang bernada mengancam kepada Presiden Jokowi dengan melontarkan kalimat: “Pilih saya atau dia (Rizal Ramli)”, maka sesungguhnya inilah saat yang paling tepat buat Presiden Jokowi untuk benar-benar memilih yang mana: “Pilih Rizal Ramli atau JK” = “Pilih Trisakti atau Trisakit”?

Disebut saat yang paling tepat, sebab cita-cita “Trisakit” ini (mohon jangan salah eja) sebetulnya sudah berlangsung sejak 12 tahun silam, cuma di waktu itu rezim yang berkuasa tidaklah menjadikan Trisakti sebagai “landasan ideologi” di dalam kabinetnya.

Sehingganya, silakan Bapak Jokowi mengunakan hak prerogatif yang Bapak miliki sebagai presiden, dan rakyat saat ini ingin melihat Bapak Presiden berpihak dan memilih yang mana.

Dan setelah Bapak Presiden sudah memilih, maka di saat bersamaan rakyat tentu dengan sendirinya sudah mampu melihat dengan mata telanjang, tidak berandai-andai dan mengira-ngira lagi tentang posisi Bapak.

Atau dengan kata lain, ketika Bapak Presiden sudah memilih salah satu di antara keduanya, maka di saat itulah akan sangat terlihat di mana sesungguhnya keberpihakan serta kehormatan Bapak Presiden berada.