Tuesday, 12 April 2016

Luar Biasa, Presiden Jokowi Pernah “Diancam” Oleh JK: “Pilih Saya Atau Rizal Ramli”


(AMS, Artikel)
DESAS-DESUS kabar reshuffle Kabinet Kerja jilid II sebetulnya sudah terhembus sejak akhir tahun 2015. Dan jika kita mengamati secara lihai, maka kemunculan isu reshuffle tersebut sepertinya sengaja dimunculkan dengan memutar-balikkan situasi oleh pihak-pihak tertentu yang punya kepentingan super-besar di dalam pemerintahan, bukan masyarakat luas.

Kalaupun dari masyarakat, maka tentu masyarakat punya alasan yang tepat. Yakni, ketika sejumlah menteri di dalam kabinet dinilai jelas-jelas telah menampilkan cara kerja yang tidak pro-rakyat. Dan selanjutnya, alasan itulah yang kiranya patut dijadikan pertimbangan oleh presiden untuk menggunakan hak prerogatifnya.

Namun yang terjadi saat ini justru alasan masyarakat tersebut, sepertinya, sengaja diputar-balik. Yakni, bukan karena adanya sejumlah menteri yang dinilai berlawanan dengan kehendak rakyat, melainkan karena adanya menteri yang membuat gaduh dalam pemerintahan.

Tentu saja, di mata publik, alasan yang telah diputar-balikkan tersebut bukanlah sebuah ASPIRASI dari masyarakat atau rakyat yang menghendaki perubahan di negeri ini, tetapi hanyalah sebuah “tudingan” kepada sosok Rizal Ramli sebagai salah satu Menko karena berhasil membuat pihak-pihak yang punya kepentingan super-besar tersebut menjadi GADUH SENDIRI! Catat itu!!!

Dan tentulah pula publik sangat tahu dan paham pihak-pihak siapa saja yang telah “MENDADAK” menjadi gaduh sendiri itu!?! Ya, sangat bisa ditebak, yakni kubu Wapres Jusuf Kalla (JK) yang di antaranya terdapat nama Menteri ESDM Sudirman Said beserta konco-konconya. Mengapa?

Mari kita me-review kembali hari-hari jauh ke belakang. Yakni, karena mungkin merasa “bisnisnya” terganggu dengan kehadiran Rizal Ramli yang langsung menyoroti sejumlah kebijakan yang dinilai TIDAK PRO-RAKYAT, membuat kemudian kubu JK ini pun mendadak menjadi pihak yang gaduh sendiri.

Diawali dengan menyoroti rencana Menteri BUMN Rini Soemarno yang menggodok pembelian pesawat berbadan lebar Airbus A350 XWB sebanyak 30 unit melalui PT. Garuda Indonesia. Dan tahukah kita, berapa harga seunit Airbus tersebut? Harganya (tergantung tipe) mencapai paling rendah Rp.3,3 Triliun per-unit dan paling tinggi Rp.4,4 Triliun per-unit (kurs Rp.13.000 per Dolar AS). Dan coba dikalikan saja 30 unit!

Selain menyangkut efektivitas dan efisiensinya, tentu saja Rizal Ramli juga punya pandangan, bahwa pesawat yang akan dibeli oleh Garuda Indonesia tersebut pada akhirnya juga akan berurusan dengan Kementerian Perhubungan yang dibawahi oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya.

Meski sempat sedikit melakukan “perlawanan”, namun belakangan Menteri Rini akhirnya setuju menggagalkan rencana tersebut. Sehingga terhematlah ratusan triliun rupiah tersebut.

Tetapi dari koreksi terhadap rencana pembelian pesawat itulah yang menjadi awal Rizal Ramli mendapat tudingan sebagai sosok menteri pembuat gaduh.

Dan tudingan tersebut makin membesar ketika Rizal Ramli menyoroti rencana proyek pembangunan listrik 35.000 MW. Terlebih ketika Rizal Ramli mengajak DISKUSI JK di depan umum tentang proyek yang memang dikenal oleh publik sebagai “lahan empuk” perusahaan milik keluarga JK itu.

Boleh jadi, karena sudah benar-benar merasa TERGANGGU oleh Rizal Ramli, sehingga JK dan Sudirman Said pun tiba-tiba menjadi gaduh sendiri. Dan dari situlah pula muncul hembusan reshuffle Kabinet Kerja jilid II dengan mengangkat sebuah alasan bahwa ada menteri yang membuat gaduh.

Di saat bersamaan, masyarakat memang juga menghendaki adanya reshuffle. Tetapi, alasan masyarakat yang menghendaki reshuffle tersebut adalah karena dianggap telah bermunculannya secara tiba-tiba sejumlah menteri yang tidak pro-rakyat yang diperlihatkan dari hasil sorotan (kepretan) Rizal Ramli, dan bukan karena adanya menteri yang membuat gaduh seperti Rizal Ramli. Dan sungguh, ini merupakan pemutar-balikkan situasi.

Kalaupun memang karena alasan adanya pihak di dalam pemerintahan yang melakukan kegaduhan hingga memaksa harus dilakukan reshuffle, maka pihak-pihak yang sangat layak direshuffle adalah bukan Rizal Ramli.  Tetapi kubu JK.

Lihat saja, betapa sangat gaduhnya negeri ini ketika masalah Freeport (papa minta saham) mencuat yang justru diduga dilakoni oleh kubu JK termasuk di dalamnya terdapat Sudirman Said beserta konco-konconya! Kenapa sangat gaduh? Karena diduga ada sangat banyak  kepentingan bisnis JK di dalamnya. Itu yang pertama.

Yang kedua, cobalah tengok, begitu gaduh dan hebatnya JK serta Sudirman Said melawan koreksi yang dilakukan oleh Rizal Ramli terhadap proyek listrik 35.000 MW, namun ternyata belakangan Sudirman Said sendiri yang malah menyatakan keraguannya terhadap proyek tersebut.

Yakni, sebelumnya Sudirman Said sangat yakin menyatakan siap mewujudkan serta menyelesaikan proyek listrik tersebut dalam empat tahun ke depan, atau di tahun 2019. Namun, pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Rabu (3/2/2016), Sudirman Said malah berkata, “Kemungkinan tahun 2019 belum selesai semua. Terealisasi 80 persen saja sudah sangat baik.”

Kemudian yang ketiga, coba diamati, betapa derasnya kubu JK yang di dalamnya terdapat Sudirman Said beserta konco-konconya “melawan” Rizal Ramli sebagai pihak yang membawa suara masyarakat umum, khususnya kehendak rakyat Maluku, yang menghendaki metode darat terhadap pengelolaan Kilang Gas Blok Masela. Namun ternyata, Presiden Jokowi akhirnya harus berpihak kepada kehendak rakyat Maluku dan masyarakat seluruh Indonesia.

Hal-hal itulah yang sebetulnya harus dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia, bahwa selama ini tidak ada kegaduhan di dalam kabinet yang dilakukan oleh seorang Rizal Ramli. Yang ada hanyalah pihak-pihak tertentu yang merasa gaduh (terganggu) atas sorotan dan sikap koreksi pro-rakyat dari seorang Menko yang  bernama Rizal Ramli.

Dan perlu dicatat, bahwa usai Presiden Jokowi menetapkan dan mengumumkan pengelolaan Kilang Gas Blok Masela dengan memilih metode di darat, pihak yang berlawanan dengan Rizal Ramli bisa dipastikan sangat... sangat... dan sangatlah KECEWA.

Sehingga tak lama kemudian, setelah pengumuman presiden tersebut, isu reshuffle Kabinet Kerja jilid II pun semakin kencang, bahkan lucunya sempat beredar susunan Kabinet Kerja jilid II yang di dalamnya tidak lagi terdapat nama Rizal Ramli.

Siapa dan pihak manakah yang meniup isu reshuffle tersebut? Silakan dijawab sendiri! Yang jelas, semua ini bukanlah hanya “pertarungan” Rizal Ramli sendiri, tetapi juga merupakan sebuah “peperangan” yang sangat jelas untuk “menjatuhkan” Jokowi sebagai presiden yang berjuang ingin mewujudkan Trisakti melalui Nawacita.

Dan jika memang benar-benar Presiden Jokowi sedang berjuang mewujudkan Trisakti, maka tentu Presiden Jokowi tidak akan bisa ditumbangkan dengan ancaman apapun apalagi jika hanya dengan sebuah bujukan.

Dikatakan demikian, sebab menurut sumber, Presdien Jokowi ternyata sempat dan pernah “diancam” oleh JK (Wapresnya) sendiri. JK “mengancam” agar segera melakukan reshuffle dengan memberhentikan Rizal Ramli dari jabatannya.

Dan, wauww... kandidat pengganti Rizal Ramli yang diusulkannya adalah pasangan mantan Cawapres yang pernah berpasangan dengan Capres JK pada Pilpres 2009, yakni Wiranto. Ckckckck...luar biasa, mata hati nurani pun ternyata bisa dibutakan??!! Parah, dan sungguh menyedihkan!!!

Ihwal pencopotan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman, JK memang sudah sejak lama memintanya kepada Jokowi. Salah satu orang dekatnya, bahkan pernah menyatakan bahwa JK telah melontarkan hal ini jauh-jauh hari kepada Presiden. “Pilih saya atau dia (Rizal),” ujarnya menirukan lontaran JK kepada Jokowi. (lihat sumber di blog)

Apabila JK benar-benar sempat melontarkan kalimat tersebut, maka sungguh sangat luar-biasa dan tentulah itu merupakan sebuah malapetaka besar di negeri ini. Sebab, dengan begitu, rakyat Indonesia sama halnya mengalami kemunduran 10 tahun, yakni di mana JK selaku Wapres juga sempat tampil sok sebagai “the real president” yang mampu “menarik hidung presiden ke kiri dan ke kanan” sesuka nafsu dan kehendak sendiri.

Mengetahui hal tersebut, jujur,  rakyat pasti sangat menolak keras. Sebab, rakyat yang sejauh ini sudah sepenuh hati memberi kepercayaan hanya kepada Presiden Jokowi sebagai kepala negara, rupanya kursi dan posisi itu malah harus dikuasai oleh JK yang notabene hanya seorang wakil.

Dan sejauh ini, sejak negara ini berdiri di atas kedaulatan rakyat, tak satupun “jari-jari” konstitusi di pemerintahan ini yang menunjuk dan memberi otoritas atau hak prerogatif kepada seorang wapres untuk memilih dan menentukan menteri menurut seleranya. Namun jika itu terjadi juga, maka sangat patut dituding bahwa sang wapres punya kepentingan pribadi. Sekali lagi, catat itu!

Pun jika memang benar adanya dengan kondisi tersebut, maka rakyat tentu saja sangat teramat kecewa karena merasa sudah dibohongi. Sebab, kalau cuma JK yang sekarang yang mengendalikan kekuasaan di negeri ini, bukan Presiden Jokowi, maka mengapa tidak sejak dulu saja JK yang jadi Capresnya, seperti ketika ia berpasangan dengan Wiranto?

Ahh... semoga saja tidak demikian adanya! Namun seandainya ternyata harus demikian, maka patutkah rakyat disalahkan jika nantinya harus melakukan KEGADUHAN akibat gerah dengan ulah wapres yang telah luar biasa mengebiri kewenangan presiden? Tak usah dijawab sekarang!

Sebab, saat ini doa-doa rakyat yang merintih tanpa daya di negeri ini masih dipanjatkan dan dialirkan kepada para pejuang bangsa (yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan), bukan kepada pemimpin serakah yang menggunakan kekuasaannya untuk menghisap keuntungan berlipat-lipat dari negara. Dan, bukankah Soeharto ditumbangkan salah satunya adalah karena masalah keserakahan yang telah mencampur-adukkan urusan negara dengan urusan bisnis keluarga? Lalu, mengapa di era Reformasi ini malah seolah ada pembiaran terhadap diri JK? Luar biasa, tapi sungguh aneh...???