(AMS, Artikel)
DESAS-DESUS kabar reshuffle Kabinet Kerja jilid II sebetulnya
sudah terhembus sejak akhir tahun 2015. Dan jika kita mengamati secara lihai, maka
kemunculan isu reshuffle tersebut sepertinya sengaja dimunculkan dengan
memutar-balikkan situasi oleh pihak-pihak tertentu yang punya kepentingan super-besar
di dalam pemerintahan, bukan masyarakat luas.
Kalaupun dari masyarakat, maka tentu masyarakat punya
alasan yang tepat. Yakni, ketika sejumlah menteri di dalam kabinet dinilai
jelas-jelas telah menampilkan cara kerja yang tidak pro-rakyat. Dan selanjutnya,
alasan itulah yang kiranya patut dijadikan pertimbangan oleh presiden untuk
menggunakan hak prerogatifnya.
Namun yang terjadi saat ini justru alasan masyarakat
tersebut, sepertinya, sengaja diputar-balik. Yakni, bukan karena adanya sejumlah
menteri yang dinilai berlawanan dengan kehendak rakyat, melainkan karena adanya
menteri yang membuat gaduh dalam pemerintahan.
Tentu saja, di mata publik, alasan yang telah
diputar-balikkan tersebut bukanlah sebuah ASPIRASI dari masyarakat atau rakyat
yang menghendaki perubahan di negeri ini, tetapi hanyalah sebuah “tudingan” kepada
sosok Rizal Ramli sebagai salah satu Menko karena berhasil membuat pihak-pihak yang
punya kepentingan super-besar tersebut menjadi GADUH SENDIRI! Catat itu!!!
Dan tentulah pula publik sangat tahu dan paham
pihak-pihak siapa saja yang telah “MENDADAK” menjadi gaduh sendiri itu!?! Ya,
sangat bisa ditebak, yakni kubu Wapres Jusuf Kalla (JK) yang di antaranya
terdapat nama Menteri ESDM Sudirman Said beserta konco-konconya. Mengapa?
Mari kita me-review kembali hari-hari jauh ke belakang.
Yakni, karena mungkin merasa “bisnisnya” terganggu dengan kehadiran Rizal Ramli
yang langsung menyoroti sejumlah kebijakan yang dinilai TIDAK PRO-RAKYAT,
membuat kemudian kubu JK ini pun mendadak menjadi pihak yang gaduh sendiri.
Diawali dengan menyoroti rencana Menteri BUMN Rini
Soemarno yang menggodok pembelian pesawat berbadan lebar Airbus A350 XWB
sebanyak 30 unit melalui PT. Garuda Indonesia. Dan tahukah kita, berapa harga
seunit Airbus tersebut? Harganya (tergantung tipe) mencapai paling rendah
Rp.3,3 Triliun per-unit dan paling tinggi Rp.4,4 Triliun per-unit (kurs
Rp.13.000 per Dolar AS). Dan coba dikalikan saja 30 unit!
Selain menyangkut efektivitas dan efisiensinya, tentu
saja Rizal Ramli juga punya pandangan, bahwa pesawat yang akan dibeli oleh
Garuda Indonesia tersebut pada akhirnya juga akan berurusan dengan Kementerian
Perhubungan yang dibawahi oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya.
Meski sempat sedikit melakukan “perlawanan”, namun
belakangan Menteri Rini akhirnya setuju menggagalkan rencana tersebut. Sehingga
terhematlah ratusan triliun rupiah tersebut.
Tetapi dari koreksi terhadap rencana pembelian pesawat
itulah yang menjadi awal Rizal Ramli mendapat tudingan sebagai sosok menteri
pembuat gaduh.
Dan tudingan tersebut makin membesar ketika Rizal
Ramli menyoroti rencana proyek pembangunan listrik 35.000 MW. Terlebih ketika
Rizal Ramli mengajak DISKUSI JK di depan umum tentang proyek yang memang dikenal
oleh publik sebagai “lahan empuk” perusahaan milik keluarga JK itu.
Boleh jadi, karena sudah benar-benar merasa TERGANGGU
oleh Rizal Ramli, sehingga JK dan Sudirman Said pun tiba-tiba menjadi gaduh
sendiri. Dan dari situlah pula muncul hembusan reshuffle Kabinet Kerja jilid II
dengan mengangkat sebuah alasan bahwa ada menteri yang membuat gaduh.
Di saat bersamaan, masyarakat memang juga menghendaki adanya
reshuffle. Tetapi, alasan masyarakat yang menghendaki reshuffle tersebut adalah
karena dianggap telah bermunculannya secara tiba-tiba sejumlah menteri yang tidak
pro-rakyat yang diperlihatkan dari hasil sorotan (kepretan) Rizal Ramli, dan bukan
karena adanya menteri yang membuat gaduh seperti Rizal Ramli. Dan sungguh, ini
merupakan pemutar-balikkan situasi.
Kalaupun memang karena alasan adanya pihak di dalam
pemerintahan yang melakukan kegaduhan hingga memaksa harus dilakukan reshuffle,
maka pihak-pihak yang sangat layak direshuffle adalah bukan Rizal Ramli. Tetapi kubu JK.
Lihat saja, betapa sangat gaduhnya negeri ini ketika masalah
Freeport (papa minta saham) mencuat yang justru diduga dilakoni oleh kubu JK termasuk
di dalamnya terdapat Sudirman Said beserta konco-konconya! Kenapa sangat gaduh?
Karena diduga ada sangat banyak kepentingan
bisnis JK di dalamnya. Itu yang pertama.
Yang kedua, cobalah tengok, begitu gaduh dan hebatnya JK
serta Sudirman Said melawan koreksi yang dilakukan oleh Rizal Ramli terhadap
proyek listrik 35.000 MW, namun ternyata belakangan Sudirman Said sendiri yang malah
menyatakan keraguannya terhadap proyek tersebut.
Yakni, sebelumnya Sudirman Said sangat yakin menyatakan
siap mewujudkan serta menyelesaikan proyek listrik tersebut dalam empat tahun
ke depan, atau di tahun 2019. Namun, pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI,
di Jakarta, Rabu (3/2/2016), Sudirman Said malah berkata, “Kemungkinan tahun
2019 belum selesai semua. Terealisasi 80 persen saja sudah sangat baik.”
Kemudian yang ketiga, coba diamati, betapa derasnya kubu
JK yang di dalamnya terdapat Sudirman Said beserta konco-konconya “melawan” Rizal
Ramli sebagai pihak yang membawa suara masyarakat umum, khususnya kehendak rakyat Maluku, yang
menghendaki metode darat terhadap pengelolaan Kilang Gas Blok Masela. Namun ternyata,
Presiden Jokowi akhirnya harus berpihak kepada kehendak rakyat Maluku dan
masyarakat seluruh Indonesia.
Hal-hal itulah yang sebetulnya harus dipahami oleh
seluruh rakyat Indonesia, bahwa selama ini tidak ada kegaduhan di dalam kabinet
yang dilakukan oleh seorang Rizal Ramli. Yang ada hanyalah pihak-pihak tertentu
yang merasa gaduh (terganggu) atas sorotan dan sikap koreksi pro-rakyat dari
seorang Menko yang bernama Rizal Ramli.
Dan perlu dicatat, bahwa usai Presiden Jokowi menetapkan
dan mengumumkan pengelolaan Kilang Gas Blok Masela dengan memilih metode di
darat, pihak yang berlawanan dengan Rizal Ramli bisa dipastikan sangat...
sangat... dan sangatlah KECEWA.
Sehingga tak lama kemudian, setelah pengumuman
presiden tersebut, isu reshuffle Kabinet
Kerja jilid II pun semakin kencang, bahkan lucunya sempat beredar susunan Kabinet Kerja
jilid II yang di dalamnya tidak lagi terdapat nama Rizal Ramli.
Siapa dan pihak manakah yang meniup isu reshuffle tersebut? Silakan dijawab
sendiri! Yang jelas, semua ini bukanlah hanya “pertarungan” Rizal Ramli
sendiri, tetapi juga merupakan sebuah “peperangan” yang sangat jelas untuk “menjatuhkan”
Jokowi sebagai presiden yang berjuang ingin mewujudkan Trisakti melalui Nawacita.
Dan jika memang benar-benar Presiden Jokowi sedang
berjuang mewujudkan Trisakti, maka tentu Presiden Jokowi tidak akan bisa
ditumbangkan dengan ancaman apapun apalagi jika hanya dengan sebuah bujukan.
Dikatakan demikian, sebab menurut sumber, Presdien
Jokowi ternyata sempat dan pernah “diancam” oleh JK (Wapresnya) sendiri. JK “mengancam”
agar segera melakukan reshuffle dengan memberhentikan Rizal Ramli dari
jabatannya.
Dan, wauww... kandidat pengganti Rizal Ramli yang diusulkannya adalah pasangan mantan Cawapres yang pernah berpasangan dengan Capres JK pada Pilpres 2009, yakni Wiranto. Ckckckck...luar biasa, mata hati nurani pun ternyata bisa dibutakan??!! Parah, dan sungguh menyedihkan!!!
Dan, wauww... kandidat pengganti Rizal Ramli yang diusulkannya adalah pasangan mantan Cawapres yang pernah berpasangan dengan Capres JK pada Pilpres 2009, yakni Wiranto. Ckckckck...luar biasa, mata hati nurani pun ternyata bisa dibutakan??!! Parah, dan sungguh menyedihkan!!!
Ihwal pencopotan Rizal Ramli sebagai Menko
Kemaritiman, JK memang sudah sejak lama memintanya kepada Jokowi. Salah satu
orang dekatnya, bahkan pernah menyatakan bahwa JK telah melontarkan hal ini
jauh-jauh hari kepada Presiden. “Pilih saya atau dia (Rizal),” ujarnya
menirukan lontaran JK kepada Jokowi. (lihat sumber di blog)
Apabila JK benar-benar sempat melontarkan kalimat tersebut,
maka sungguh sangat luar-biasa dan tentulah itu merupakan sebuah malapetaka
besar di negeri ini. Sebab, dengan begitu, rakyat Indonesia sama halnya mengalami
kemunduran 10 tahun, yakni di mana JK selaku Wapres juga sempat tampil sok
sebagai “the real president” yang mampu “menarik hidung presiden ke kiri dan ke
kanan” sesuka nafsu dan kehendak sendiri.
Mengetahui hal tersebut, jujur, rakyat pasti sangat
menolak keras. Sebab, rakyat yang sejauh ini sudah sepenuh hati memberi
kepercayaan hanya kepada Presiden Jokowi sebagai kepala negara, rupanya kursi
dan posisi itu malah harus dikuasai oleh JK yang notabene hanya seorang wakil.
Dan sejauh ini, sejak negara ini berdiri di atas
kedaulatan rakyat, tak satupun “jari-jari” konstitusi di pemerintahan ini yang
menunjuk dan memberi otoritas atau hak prerogatif kepada seorang wapres untuk memilih
dan menentukan menteri menurut seleranya. Namun jika itu terjadi juga, maka
sangat patut dituding bahwa sang wapres punya kepentingan pribadi. Sekali lagi,
catat itu!
Pun jika memang benar adanya dengan kondisi tersebut, maka
rakyat tentu saja sangat teramat kecewa karena merasa sudah dibohongi. Sebab, kalau
cuma JK yang sekarang yang mengendalikan kekuasaan di negeri ini, bukan Presiden
Jokowi, maka mengapa tidak sejak dulu saja JK yang jadi Capresnya, seperti
ketika ia berpasangan dengan Wiranto?
Ahh... semoga saja tidak demikian adanya! Namun
seandainya ternyata harus demikian, maka patutkah rakyat disalahkan jika nantinya harus melakukan KEGADUHAN akibat gerah dengan ulah wapres yang telah luar biasa mengebiri
kewenangan presiden? Tak usah dijawab sekarang!
Sebab, saat ini doa-doa rakyat yang merintih tanpa daya di negeri ini masih dipanjatkan dan dialirkan kepada para pejuang bangsa (yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan), bukan kepada pemimpin serakah yang menggunakan kekuasaannya untuk menghisap keuntungan berlipat-lipat dari negara. Dan, bukankah Soeharto ditumbangkan salah satunya adalah karena masalah keserakahan yang telah mencampur-adukkan urusan negara dengan urusan bisnis keluarga? Lalu, mengapa di era Reformasi ini malah seolah ada pembiaran terhadap diri JK? Luar biasa, tapi sungguh aneh...???
Sebab, saat ini doa-doa rakyat yang merintih tanpa daya di negeri ini masih dipanjatkan dan dialirkan kepada para pejuang bangsa (yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan), bukan kepada pemimpin serakah yang menggunakan kekuasaannya untuk menghisap keuntungan berlipat-lipat dari negara. Dan, bukankah Soeharto ditumbangkan salah satunya adalah karena masalah keserakahan yang telah mencampur-adukkan urusan negara dengan urusan bisnis keluarga? Lalu, mengapa di era Reformasi ini malah seolah ada pembiaran terhadap diri JK? Luar biasa, tapi sungguh aneh...???