Wednesday 30 September 2015

Ingin Sejahterakan Petani Garam, Rizal Ramli “Kepret” Importir dan “Begal” Garam


(AMS, Artikel)
SELAMA ini kegiatan impor garam dengan sistem kuota hanya membuat ekonomi petani garam sulit berkembang dan bahkan kerap merugi. Sedangkan pihak yang banyak menikmati keuntungan dari sistem kuota ini adalah para pengusaha pengimpor garam.

Kondisi ini kemudian diperparah dengan adanya sejumlah “begal”, seperti yang diungkap oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli, yang menarik keuntungan dari kuota impor garam yang diberikan pemerintah selama ini. Rizal Ramli bahkan mengidentikan para begal tersebut seperti predator.

Bukan cuma itu, persaingan usaha yang lebih kompetitif di antara para importir garam tidak bisa dibangun secara sehat, sebab sistem kuota selama ini hanya dikuasai oleh sejumlah importir atau beberapa pengusaha garam kuota yang kerap berprilaku curang.

Monday 28 September 2015

Rizal Ramli Super-menteri Pembela Kepentingan Rakyat


(AMS, Artikel)
SEJAK diangkat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumberdaya, Rizal Ramli (RR) langsung mengeluarkan “jurus Rajawali Ngepret”.

Esensi dari jurus ini adalah sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap para pejabat yang sudah “mahir” memanfaatkan jabatannya dalam menguras uang negara dengan berbagai modus.

Dan mereka itulah kiranyanya pejabat negara yang bermental perampok, yang gemar mengeluarkan sejumlah kebijakan seolah-olah untuk kepentingan rakyat, padahal di otak dan di pikirannya terselip ambisi untuk meraih keuntungan berlipat-lipat buat dirinya (pribadi) dan kelompoknya saja.

Awalnya, pejabat negara bermental perampok ini dapat melakukan kegemarannya secara leluasa karena menganggap tak seorangpun di dalam Kabinet Kerja yang berani ikut campur, apalagi mengganggu-gugat rencana “bisnis-bisnis besar” mereka. Sehingga itulah kiranya suasana di dalam Kabinet Kerja (sebelum Rizal Ramli masuk) selalu terlihat tenang dan jauh dari kegaduhan.

Monday 21 September 2015

“Syahwat” Bisnis JK yang Bikin Reformasi Jadi Mandul?


(AMS, Opini)
SAAT rezim Orde Baru (Orba) tumbang, ada harapan indah yang terhampar luas di benak para aktivis mahasiswa beserta rakyat Indonesia, juga tertancap di hati sebagai tekad kuat untuk segera diwujudkan di era Reformasi.

Namun sungguh sayang sejuta sayang, reformasi yang dilahirkan dari perasan keringat, otak dan energi serta perjuangan keras dari para aktivis mahasiswa sebagai reformis ketika itu, kini tak lebih hanya bagai bangkai yang dikoyak dan dilahap habis oleh “tikus-tikus” berhati dekil dan tamak.

Ya, cita-cita reformasi boleh dikata saat ini di segala bidang gagal total. Otot-otot Reformasi yang berhasil merobohkan rezim Orde Baru, nyatanya saat ini tak berdaya karena mampu dilumpuhkan oleh kekuatan baru yang justru lebih kejam dari rezim sebelumnya.

Thursday 17 September 2015

Kena “Kepret”, Provokator Bertindak


(AMS, Artikel)
PERNAH dengar istilah: “Cinta Ditolak, Dukun Bertindak”? Ya, kurang-lebih, seperti itulah situasi pada belantika di pemerintahan saat ini (coba dicek kembali arti ‘belantika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia!).

Jika sudah dicek, maka rangkaian kalimatnya akan menjadi: ... Ya, seperti itulah situasi pada usaha dagang atau jasa dalam dunia “permusikan” di pemerintahan saat ini. Yakni: Kena “Kepret”, Provokator Bertindak.

Dari kalimat di atas, kata permusikan bertanda kutip. Maknanya, bahwa terdapat sejumlah pejabat negara yang kini sedang “menjual” (mengeluarkan) kebijakan-kebijkan atau program yang kedengarannya “merdu” tetapi jika diamati iramanya tidaklah “stereo”, dan “syairnya” kurang menyentuh serta dinilai tidak realistis.

Apabila “lagu-lagu atau musik” ini diproduksi lalu dijual, maka akan mendatangkan kerugian besar dan hanya cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Artinya, saat ini terdapat kebijakan-kebijakan dari sejumlah pejabat negara yang sekilas kelihatan dan kedengarannya cukup “mulia”, tetapi jika dicermati kebijakan tersebut cenderung akan menimbulkan kerugian besar bagi bangsa juga negara, baik yang sedang dilaksanakan maupun yang baru dalam tahap perencanaan.

Wednesday 16 September 2015

Soal Rizal Ramli, Margarito “Suruh” JK dan Sofjan Wanandi Tidur Saja di Hutan


(AMS, Artikel)
TERKAIT sepak terjang Rizal Ramli, yang meski baru dilantik menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, namun telah langsung “menjewer” sejumlah kebijakan dari beberapa pejabat negara, termasuk adanya Wapres Jusuf Kalla (JK) karena dinilai lebih cenderung merugikan negara dan bangsa.

Sepak terjang Rizal Ramli yang dinamai “jurus Rajawali ngepret” itu memang kemudian mendadak membuat para pejabat tersebut benar-benar merasa sempoyongan.

Karena merasa status quo “zona kenyamanannya” terusik, mereka (sejumlah pejabat beserta para “koleganya”) pun bahu-membahu melakukan “perlawanan” terhadap Rizal Ramli.

Mereka, misalnya, menyebut dan menuding Rizal Ramli telah melakukan “kegaduhan” di dalam kabinet, yang akibatnya bisa merusak iklim investasi.

Sayangnya, di mata rakyat, kegaduhan yang ditimbulkan oleh Rizal Ramli itu justru adalah tindakan yang memang sudah seharusnya dilakukan. Sebab, untuk mempebaiki sistem dan mental pemerintahan yang terlanjur dikuasai oleh para mafia dan koruptor seperti saat ini tidak bisa dilakukan dengan cara-cara santun melalui kompromi.

Saturday 12 September 2015

Jika Para Menteri Ikut Gaya Rizal Ramli, Maka Terwujudlah Trisakti!


(AMS, Artikel)
SEBELUMNYA, sebagai pencerahan mari kembali menyimak tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan Trisakti sebagai ideologi sekaligus cita-cita yang telah ditanamkan oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, untuk mengangkat lebih tinggi derajat bangsa ini.
Yakni, bahwasanya Trisakti terkandung tiga nilai strategi yang jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka akan membuat Indonesia menjadi negara “Sakti”. Yaitu: 1). Berdaulat dalam bidang politik; 2). Berdikari dalam bidang ekonomi ; dan 3). Berkepribadian dalam kebudayaan.

1. Berdaulat dalam Bidang Politik;
Dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1964, Presiden Soekarno menyebutkan, ketiga prinsip berdikari (Trisakti) ini tidak dapat dipisahkan apalagi dipreteli satu sama lain. Menurutnya, tidak mungkin akan ada kedaulatan dalam politik dan berkepribadian dalam kebudayaan, bila tidak berdirikari dalam ekonomi. Demikian pula sebaliknya.

Olehnya itu, jika benar-benar serius menjalankan Trisakti, Presiden Soekarno meyakini bangsa Indonesia akan menjadi bangsa berdaulat yang tidak bisa didikte (diatur-atur) oleh dan dari negara mana pun.