Friday 28 August 2015

Rizal Ramli, Sang "Rajawali" Bangsa


(AMS, Artikel)
BANGSA kita saat ini sedang diombang-ambing oleh kondisi ekonomi yang kian memburuk. Pergerakan nilai Rupiah saat ini makin sempoyongan, dan dikuatirkan akan terkapar lemas.
Jauh-jauh hari, kondisi seperti ini sebetulnya sudah diprediksi oleh DR. Rizal Ramli selaku ekonom senior.

Sehingga itu, ketika mantan Menko Perekonomian ini usai dilantik sebagai Menko Kemaritiman, ia langsung “kebelet” membuat “kegaduhan”.

Dan sebetulnya “kegaduhan” tersebut mengandung isyarat “pesan” penegasan khusus kepada para pejabat negara (terutama para menteri), agar segera sama-sama menyikapi kondisi ekonomi yang memburuk saat ini, yakni salah satunya dengan bergegas meninggalkan semua kegiatan yang cenderung bersifat memburu keuntungan dan kepentingan kelompok atau golongan.

Wednesday 26 August 2015

Presiden Jokowi Pilih Rizal Ramli Untuk Kembalikan Kejayaan Maritim Indonesia


(AMS, Artikel)
Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa. Angin bertiup layar terkembang, ombak berdebur di tepi pantai, pemuda berani bangkit sekarang, ke laut kita beramai-ramai.
--------
MENYIMAK lirik lagu di atas saja, rasanya sudah cukup menunjukkan, bahwa Bangsa Indonesia sejak dahulu kala adalah memang Bangsa Maritim yang amat besar. Tapi di era-era belakangan, kita hanya bisa mengenang dan menghibur diri melalui lagu tersebut seiring meredupnya kejayaan kita sebagai bangsa maritim.

Padahal, nenek moyang kita adalah pelaut ulung dengan aktivitas kemaritimannya yang sangat tinggi. Sebab, wilayah kepulauan Nusantara yang terletak pada titik silang jaringan lalu-lintas laut dunia, membuat posisi Indonesia sebagai penghubung “dua dunia”, Timur dan Barat.

Tuesday 25 August 2015

“Kegaduhan” Rizal Ramli Sebuah Ajakan untuk Melompat Keluar Dari Krisis


(AMS, Artikel)
KEGADUHAN” yang dilakukan Rizal Ramli adalah merupakan salah satu langkah maju yang memang sangat diharapkan oleh rakyat. Artinya, Rizal Ramli sebagai pejabat negara telah memperlihatkan bentuk transparansi yang memang selama ini dinanti-nantikan rakyat.

Bahkan jika perlu, para pejabat di negeri ini hendaknya juga bisa memiliki mental seperti yang diperlihatkan oleh Rizal Ramli. Sebab, “kegaduhan” seperti itu yang malah bisa dengan cepat menghilangkan “permainan kotor” yang selama ini terpelihara di dalam lingkungan pemerintahan.

Dan tentu saja, dengan masuknya Rizal Ramli di dalam Kabinet Kerja, maka bukan hanya Presiden Jokowi yang bisa sedikit tenang, tetapi rakyat juga bisa agak nyaman karena merasa tidak akan dibohongi lagi oleh menteri-menteri yang doyan “bermain” kotor.

Sunday 23 August 2015

“Kegaduhan” Rizal Ramli adalah Cambuk Buat Menteri Agar Keluar Dari “Zona Nyaman”


SEKELOMPOK pihak kini sedang giat dan sibuk “menyerang” Rizal Ramli. Alasannya, Rizal Ramli yang baru dilantik sebagai Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumberdaya dinilai telah membuat “kegaduhan” dalam Kabinet Kerja.

Saking giatnya, para penyerang ini sedang aktif mengarahkan dan menggambarkan “kegaduhan” yang dibuat oleh Rizal Ramli tersebut seolah-olah sebagai hal yang negatif. Sampai-sampai ada di antara mereka (para penyerang) meminta agar Rizal Ramli mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya.

Padahal, dari pengkajian saya bersama teman-teman di Forum Analisis Dinamika Politik (Fanatik) serta di lingkup Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), hanya menemukan beberapa makna positif dari “kegaduhan” yang dimunculkan Rizal Ramli.

Pertama, secara sederhana bisa didefinisikan, bahwa “kegaduhan” yang ditimbulkan oleh Rizal Ramli tersebut dapat diibaratkan sebagai “antibiotik” dari upaya “malpraktik” menteri-menteri (atau pejabat lainnya) yang gemar memanfaatkan jabatannya guna mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan secara matang dampak buruk yang ditimbulkannya.

Friday 21 August 2015

Kini “81% Masalah Indonesia” Jadi Tugas Rizal Ramli


(AMS, Artikel):
JIKA menengok sejarah, bangsa Indonesia sesungguhnya adalah negara Maritim yang sangat kuat karena menyimpan kekayaan yang amat melimpah. Para negara penjajah di zaman dahulu tahu persis, bahwa untuk menaklukkan Indonesia adalah hanya dengan menguasai wilayah Kemaritimannya.

Olehnya itu, para penjajah pun memunculkan "propaganda politik" dengan berusaha menggeser "kebudayaan" sekaligus mengalihkan kekuatan Indonesia sebagai bangsa Maritim menjadi bangsa Agraris.

Kemudian, upaya para penjajah itu pun nampaknya berhasil. Bangsa Indonesia yang awalnya bertumpu pada kekuatan sebagai bangsa Maritim, akhirnya berangsur-angsur berpola pikir dan menjelma sebagai bangsa Agraris dengan meninggalkan kekayaan yang menjadi kekuatannya sebagai bangsa Maritim, --hingga sekarang.

Monday 17 August 2015

Membayangkan: Daripada Pesawat, Mending Rini “Beli” Presiden Dari Luar!


(AMS, Opini)
PERSETERUAN Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli terus ramai diperbincangkan.

Perseteruan tersebut dipicu oleh keinginan Rizal Ramli yang bermaksud membatalkan rencana pembelian pesawat Airbus A350 yang harganya mencapai Rp. 3,3 Triliun hingga Rp. 4,4 Triliun per-unit. Sehingga total yang harus dibelanjakan khusus membeli pesawat sebanyak 30 unit tersebut adalah sekitar Rp.100 Triliun hingga Rp.132 Triliun.

Mengetahui rencana Rizal Ramli yang mengusulkan pembatalan pembelian pesawat tersebut kepada Presiden Jokowi, Menteri BUMN Rini Soemarno jadi berang.

Friday 14 August 2015

Rizal Ramli Vs Rini: Pilih Mana, Salah Kaprah atau Salah Langkah?


(AMS, Artikel)
SEGENAP media kini sedang ramai memberitakan “perseteruan” Rizal Ramli dengan Rini. Pasalnya, Rizal Ramli (RR) yang baru sehari dilantik sebagai Menko Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya itu langsung melakukan “gebrakan” yang mengejutkan.

Yakni, Rizal Ramli yang dikenal sebagai sosok ekonom kerakyatan itu mengaku akan berusaha membatalkan rencana PT. Garuda Indonesia TBK untuk melakukan pembelian pesawat berbadan lebar Airbus A350 XWB sebanyak 30 unit.

Dan tahukah kita, berapa harga seunit Airbus tersebut? Harganya (tergantung tipe) mencapai paling rendah Rp.3,3 Triliun per-unit dan paling tinggi Rp.4,4 Triliun per-unit (kurs Rp.13.000 per Dolar AS)

"Minggu lalu, saya ketemu Presiden Jokowi. Saya bilang, Mas, saya minta tolong layanan diperhatikan. Saya tidak ingin Garuda bangkrut lagi karena sebulan yang lalu beli pesawat dengan pinjaman 44,5 miliar dollar AS dari China Aviation Bank untuk beli pesawat Airbus A350 sebanyak 30 unit. Itu hanya cocok untuk Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa," ujar Rizal Ramli di Kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Kamis (13/8/2015).

Tuesday 11 August 2015

Presiden Jokowi Jadi Hina Karena Buruknya Kinerja Menteri

(AMS, Opini)
MENJADI presiden seperti Jokowi saat ini sebetulnya sangat bisa disebut sebagai anugerah, namun amat mungkin pula sebagai malapetaka bagi rakyat Indonesia.

Artinya, Jokowi sesungguhnya bisa menjadi anugerah, itu jika saja ia mampu menunaikan tugas-tugasnya selaku Presiden secara baik sebagaimana yang diamanahkan rakyat, yakni dengan mewujudkan janji-janji  yang telah digaungkannya pada masa kampanye Pilpres dulu.

Sebaliknya, apabila Jokowi sebagai presiden tak mampu mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat, dan bahkan hanya memunculkan kebijakan-kebijakan yang cenderung melukai hati serta menyusahkan hidup rakyatnya, maka Jokowi selaku Presiden dipastikan akan menjadi hina dan terhina.

Sunday 2 August 2015

Rizal Ramli Ajak Presiden Jokowi Ikuti Jejak Franklin Roosevelt


(AMS, Artikel)
DARI data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa Ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2015 hanya mengalami pertumbuhan 4,71 persen. Angka ini melambat jika dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama yang mencapai 5,14 persen.

Pemerintah pun berdiplomasi dan berkali-kali membantah, bahwa perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia terutama pada kuartal pertama tahun 2015 ini adalah disebabkan oleh pengaruh dan kondisi dari negara-negara lain alias dari luar negeri.

Menanggapai hal tersebut, DR. Rizal Ramli yang diwawancarai oleh salah satu stasiun TV menjelaskan, bahwa hal tersebut sebagian ada benarnya.

Tetapi Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu menyatakan ketidaksetujuannya jika pemerintah terus-terus menuding dan menyalahkan kondisi luar negeri sebagai akibat terjadinya kelambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.