(AMS, Artikel)
MENGATASI masalah dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok boleh
dikata adalah merupakan “cita-cita” Jokowi sejak awal. Disebut cita-cita karena
sebulan sebelum dilantik sebagai presiden atau tepatnya Selasa, 23 September
2014, Jokowi telah melakukan kunjungan ke Pelabuhan tersebut lalu mewanti-wanti
kepada pihak-pihak yang terkait agar dapat memangkas dwelling time.
Dwelling time adalah waktu yang dihitung sejak barang (peti-kemas)
keluar dari kapal angkut hingga barang tersebut keluar kawasan pelabuhan.
Dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok saat itu adalah 7
hari. Dan kondisi tersebut menurut Jokowi harus bisa dipercepat dengan
melakukan pembenahan manajemen pelabuhan supaya jalur distribusi barang tidak
terganggu.
Sebab, katanya, pelabuhan merupakan jalur distribusi barang
kebutuhan masyarakat. Jika jalur distribusi terganggu, harga barang bagi rakyat
bisa naik. Kala itu, Jokowi pun menargetkan dwelling time harus dipangkas
menjadi 4,7 hari.
Sehingga setelah dilantik sebagai presiden, Jokowi pun secara
resmi bergegas memerintahkan Menteri Koordinator Kemaritiman yang kala itu masih dijabat
oleh Indroyono Soesilo. Dan pada Senin, 2 Maret 2015, Indroyono pun menggelar
rapat kordinasi sebagai upaya untuk mewujudkan “cita-cita” Presiden Jokowi
tentang dwelling time tersebut.
Namun pada Rabu, 17 Juni 2015 atau delapan bulan kemudian
sejak dilantik sebagai presiden, Jokowi kembali bertandang (sidak) ke Pelabuhan
Tanjung Priok tersebut. Dalam sidak itu Presiden Jokowi sangat murka karena mendapati
kondisi dwelling time yang samasekali belum berubah.
“Siapa yang paling lama instansi urusan izin? Pasti ada yang
paling lama, tidak percaya saya. Masih ada yang terlama instansi mana itu yang
saya kejar, coba cek,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi pun mengancam akan mencopot para pejabat yang
terlibat dalam operasional bongkar muat jika memang tak mampu memperbaiki waktu
bongkar muat peti kemas tersebut.
“Kalau bertanya tidak ada jawabannya, ya, saya akan cari dengan
cara saya. Kalau sudah sulit, bisa saja dirjen saya copot, bisa saja pelaku di
lapangan saya copot, bisa saja menteri yang saya copot, pasti kalau itu,” lontartegas Presiden Jokowi saat sidak di Tanjung Priok pada Rabu (17 Juni 2015).
Lembaga dan instansi yang terkait dengan praktik dwelling
time pun langsung saling lempar tanggung jawab. Mulai dari Pelindo II,
Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, dan beberapa lainnya tak ingin disalahkan.
Sebagian besar merasa tidak menjadi penyebab lamanya proses bongkar barang (dwelling
time) di Tanjung Priok tersebut.
Dan boleh jadi inilah yang menjadi salah satu alasan Presiden
Jokowi yang akhirnya terpaksa mewujudkan ancamannya, yakni dengan tiba-tiba melakukan
reshuffle kabinet pada Rabu, 12 Agustus 2015.
Pada kaitan tersebut sebagai upaya menggolkan keinginannya dalam
mengatasi masalah dwelling time dan lain sebagainya, ibarat pelatih sepak-bola,
Presiden Jokowi pun memasukkan seorang “pemain striker”, yakni Dr. Rizal Ramli
untuk menjabat Menko Kemaritiman.
Namun sepertinya, dengan masuknya Rizal Ramli dalam Kabinet
Kerja membuat pihak-pihak (pejabat negara lainnya) yang telah terlanjur berada di
“zona-nyaman” merasa bagai cacing kepanasan, yakni gelisah dan tidak tenang karena
sangat kuatir segala rencana dan kepentingan kelompok mereka akan kandas dan
dipatahkan oleh Rizal Ramli.
Dan benar saja, bayangan ketakutan mereka (para pejabat
nakal) yang pro status quo itu menjadi kenyataan. Rizal Ramli “mengubrak-abrik”
sejumlah kebijakan yang jauh-jauh hari telah direncanakan karena dianggap sangat
berpeluang memunculkan kerugian bagi bangsa dan negara. Tahu kan apa-apa saja
yang telah “diubrak-abrik” oleh Rizal Ramli dengan jurus “Rajawali Ngepret dan
Rajawali Bangkitnya”?!?
Ya, salah satunya adalah mengepret RJ Lino selaku Dirut
Pelindo II. Dan karena dikepret, RJ Lino bukannya buru-buru mengoreksi diri,
tetapi malah dengan arogannya melawan dan bahkan menolak ide dan pola
pembenahan dwelling time dari Rizal Ramli.
Dapat dibayangkan, andai saja RJ Lino belum menjadi tersangka
atas masalah dugaan kasus korupsi di Pelindo II, maka boleh jadi pola
pembenahan dwelling time yang dibangun Rizal Ramli hingga saat ini belum
mencapai seperti yang diharapkan.
Tapi sudahlah, masalah RJ Lino kini menjadi urusan KPK dan
penegak hukum lainnya. Yang terpenting saat ini adalah cita-cita atau keinginan
Presiden Jokowi yang sangat menghendaki dwelling time agar dapat dipangkas
menjadi 4,7 hari akhirnya dapat tercapai berkat langkah-langkah dan terobosan Rizal
Ramli sang “Rajawali Bangkit” tersebut.
Malah dengan kepiawaian Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman
bersama tim kerja dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya bahkan kini mampu membuat
dwelling time menjadi 3,46 hari. Dan ini melampaui target yang telah dipatok
sebelumnya oleh Presiden Jokowi, yakni 4,7 hari.
Seperti yang dikabarkan, bahwa berdasarkan pemantauan Kemenko
Maritim dan Sumberdaya (05/02) melalui Dashboard Online Sistem Informasi, angka
Dwelling Time Tanjung Priok telah mencapai 3.46 hari, lebih rendah dari target
yang ditetapkan Presiden yaitu 4,7 hari.
Dan hal itu tentu saja merupakan sebuah capaian positif
pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia tersebut, sekaligus ini menandakan
adanya peningkatan performa logistik nasional, yang pada akhirnya akan meningkatkan
daya saing Indonesia.
Program lain seiring upaya penurunan angka Dwelling Time di
atas adalah pembukaan jalur Kereta Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok-Cikarang
Dry Port. Deputi II Kemenko Maritim dan Sumberdaya, Agung Kuswandono,
menyampaikan bahwa ujicoba KA petikemas Priok-Cikarang akan dilakukan pada
Februari tahun ini. PT. Kereta Api Indonesia melalui anak usahanya yakni PT.
Kereta Api Logistik, Pelindo II dan Cikarang Dry Port (CDP) dikabarkan tengah
dalam pembicaraan akhir mengenai pembagian porsi usaha.
Adapun tugas pemeriksaan barang oleh Ditjen Bea Cukai dan
Badan Karantina (Kementerian Pertanian), selain di pelabuhan Tanjung Priok,
juga telah dipersiapkan kantor khusus di Cikarang Dry Port. Badan Karantina
juga akan membangun fasislitas khusus pemeriksaan di Cikarang Dry Port.
Sementara itu, Setijadi selaku Ketua Supply Chain Indonesia
(SCI) menyatakan lebih dari 3.000 perusahaan manufaktur di Jawa Barat bakal
diuntungkan dengan direalisasikannya jalur KA menuju dermaga Pelabuhan Tanjung
Priok.
Selama ini, menurut Setijadi, sekitar 60%-65% volume barang
yang dilayani Pelabuhan Tanjung Priok berasal dari wilayah Timur Jakarta
seperti Bekasi, Karawang, dan Cikampek. Dibangunnya proyek jalur KA dari Stasiun
Pasoso hingga dermaga Tanjung Priok akan meningkatkan aksesibilitas yang selama
ini menjadi masalah utama pelabuhan terbesar di Indonesia itu.
Dikatakannya, kelancaran arus barang di Pelabuhan Tanjung
Priok juga akan mendorong peningkatan produktivitas pelabuhan & menurunkan
dwelling time. Di sisi lain, akses kereta langsung ke pelabuhan juga akan
menghidupkan penggunaan Terminal Peti Kemas (TPK) Gede Bage, Bandung, sehingga
akan menurunkan biaya pengiriman barang dari dan menuju kawasan industri di
wilayah Bandung dan sekitarnya.