Wednesday 13 January 2016

Mengharukan, Gus Dur yang Berprestasi Tidak KKN dan Bukan Pengpeng Tapi Dipecat. Sekarang Pengpeng Malah Leluasa Bagai “Monster”


(AMS, Artikel)
SEBETULNYA dulu Indonesia sudah nampak mulai bangkit. Jantung dan nadi perubahan serta otot-otot Reformasi sesungguhnya telah berhasil didenyutkan dan digerakkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Kala itu, pola keseriusan dan ketegasan Presiden Gus Dur dalam upaya kebangkitan dan  perubahan di negeri ini sangatlah sederhana, yakni hanya dengan ungkapan ringan namun amat “mematikan”, yakni “Gitu aja kok repot”. Dan ungkapan “sakti” inilah yang kerap terlontar dari mulut Presiden Gus Dur.

Kedengarannya memang santai, namun makna ungkapan itu sangat tajam dan bernyali. Sebab ungkapan itu tidaklah dilontarkan begitu saja secara asal-asal, melainkan terlontar dari hasil proses pikiran dan hati nurani yang paling matang serta mendalam sebagai seorang pemimpin bagi seluruh umat.

Setiap ada urusan atau masalah negara yang dilaporkan oleh bawahannya secara rumit dan bertele-tele, Presiden Gus Dur cukup melontarkan ungkapan “gitu aja kok repot” seraya menunjukkan cara pemecahan yang tidak  neko-neko, yakni tanpa harus membuang-buang waktu serta energi dan biaya yang besar.

Sehingga itu, semua yang dianggap ribet di saat itu mulai dihilangkan, termasuk memangkas seluruh “tradisi” buruk era Orde Baru (Orba). Kenapa? Sebab diyakini hal-hal tersebut hanya akan berujung pada tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

“Tradisi” buruk era Orde Baru yang bertekad dihilangkan oleh Presiden Gus Dur tersebut di antaranya yang menonjol adalah:
1. Birokrasi yang bertele-tele dan sulit, padahal bisa dipermudah.
Para birokrat (pusat hingga daerah) di era Orde Baru dalam menangani urusan sangatlah gemar menempuh cara-cara sulit, padahal sangat bisa dipermudah. Mereka amat gemar melakukan cara-cara rumit, karena hanya dengan begitu mereka (para birokrat) tersebut bisa mendapatkan PT (Penghasilan Tambahan), seperti fee, pungli (pungutan liar), suap, dan lain sebagainya.

2. Syahwat bisnis keluarga istana beserta koleganya.
Hal ini diyakini sebagai suatu yang sangat buruk karena di dalamnya terdapat upaya melahap uang negara dengan cara-cara licik untuk memperkaya diri dan kelompoknya, yakni salah satunya dengan sangat mudah memonopoli proyek-proyek besar karena atas nama penguasa. Dan bukankah Soeharto lengser dari jabatannya karena ulah anak-anak dan keluarga serta kerabatnya yang amat leluasa mengikuti “syahwat” bisnisnya hingga merajai di mana-mana?

Bukan cuma dua hal tersebut di atas, tetapi semua hal yang dinilai tak cocok di alam Reformasi, secara sangat tegas segera dihilangkan oleh Presiden Gus Dur dengan cara-cara yang tidak ribet dan bertele: “gitu aja kok repot”.

Sayangnya, Presiden Gus Dur “kecolongan”. Sejumlah orang yang di masukkan ke dalam Kabinet Persatuan Nasional yang diduga “domba”, ternyata melahap bagai “komodo”.  Dan belakangan, sejumlah orang tersebut terpaksa dipecat oleh Presiden Gus Dur, salah satunya adalah Jusuf Kalla (JK) atas dugaan kuat KKN untuk kepentingan bisnisnya.

Dan dari pemecatan tersebut, dalam konteks praduga tak bersalah, rakyat seharusnya sadar agar membuka mata lebar-lebar dan segera mencatat dengan huruf tebal, bahwa sosok yang telah berani menodai cita-cita Reformasi untuk pertama kalinya adalah salah satunya JK.

Namun dari pemecatan JK selaku Menteri Perindustrian dan Perdagangan ketika itu nampaknya menjadi tanda dimulainya pertarungan politik “Era Reformasi versus Status quo Orba” Dan pada pertarungan itu, nampaknya Status quo Orba menang telak. Sebab, tak lama berselang pemecatan JK, Gus Dur pun akhirnya berhasil dilengserkan secara tidak hormat.

Berbagai alasan pelengseran Gus Dur sungguh sangatlah mengada-ngada. Di antaranya yang sangat menonjol, yakni sejumlah elit politik ketika itu ramai-ramai mengeroyok dengan tudingan bahwa Gus Dur melakukan korupsi Brunei-gate dan Bulog-gate.

Dan nyatanya saat ini memang tudingan tersebut tidaklah terbukti sedikitpun. Lalu siapa-siapa di balik konspirasi pelengseran Gus Dur ketika itu? Entahlah. Yang jelas hari ini ada 3 mantan menteri Gus, yakni  Rizal Ramli, Mahfud MD dan Luhut Binsar Panjaitan yang tidak ingin “tinggal diam” terhadap pelengseran Gus Dur yang dinilai sangat tidak sehat itu.

Pada acara Haul ke-6 Gus Dur, Luhut mengungkapkan, pemakzulan terhadap Gus Dur bukan disebabkan persoalan hukum kasus Brunei dan Bulog seperti yang dituduhkan selama ini. Hal itu terbukti dengan putusan pengadilan. Menurut Luhut, lengsernya Gus Dur lebih kepada persoalan politik saat itu.

Mahfud MD juga menjelaskan, bahwa secara yuridis penjatuhan Gus Dur tidak sah. Pasalnya, Gus Dur tidak pernah diberi memorandum 1 dan 2 untuk kasus yang sama. Memorandum 1 yang dilayangkan DPR pada 1 Februari untuk kasus Brunei, sementara memorandum 2 untuk kasus Bulog. Selain itu, jika mengikuti prosedur, setelah memorandum 1 dan memorandum 2 dilayangkan DPR, Sidang Istimewa MPR seharusnya dijadwalkan pada 1 Agustus.

Nyatanya, kata Mahfud, Gus Dur dilengserkan pada 23 Juli lantaran memecat Jenderal Bimantoro sebagai Kapolri dan menggantikannya dengan Jenderal Chairudin Ismail tanpa persetujuan DPR. Selain itu, berdasar Tap MPR nomor 3 tahun 1978 yang berlaku saat itu, untuk menjatuhkan presiden seluruh fraksi harus hadir dalam sidang. Tetapi “Pada waktu itu penjatuhan Gus Dur tidak hadir seluruhnya. Karena PKB dan PDKB tidak hadir. Jadi secara yuridis tidak terpenuhi semua,” urai Mahfud.

Sehingga itu, menurut Rizal Ramli, pemecatan Gus Dur sebagai presiden RI ke-4 pada 23 Juli 2001 itu samasekali tidak adil. “Saya kira tidak adil, ya. Karena tidak ada pelanggaran hukum, tidak ada pelanggaran konstitusi dalam proses pemecatan Gus Dur,” ujar Rizal Ramli dalam acara Haul ke-6 Gus Dur di rumah mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD di Jalan Dempo, Matraman, Jakarta Pusat, Senin malam (11/1).

Bahkan dengan tegas Rizal Ramli mengatakan, justru yang ada saat itu adalah konspirasi elit yang terganggu dengan cara berpikir dan tindakan Gus Dur serta perubahan-perubahan yang Gus Dur dorong. “Beliau tidak terlibat korupsi, bahkan orang yang mengatakan Gus Dur korupsi sebetulnya pernah dipecat oleh Gus Dur,” ujar menteri yang dikenal sebagai Rajawali ngepret ini.

Olehnya itu, ketiga mantan menteri Gus Dur ini bersama para sahabat dan pengikut serta simpatisan Gus Dur akan segera melakukan upaya pelurusan sejarah pelengseran Gus Dur.

Tetapi ada hal menarik dan amat patut dicatat dari Gus Dur. Yakni, meski Tuhan hanya memberinya waktu 1 tahun 9 bulan sebagai Presiden RI, namun Gus Dur dengan rasa rendah hati dan ikhlas melangkahkan kakinya keluar dari Istana Negara dengan “menitipkan” warisan Utang Luar Negeri yang berhasil ia turunkan sebesar 9 Miliar US Dolar. Dan sepanjang sejarah, hanya Gus Dur satu-satunya presiden yang mampu mengurangiUtang Luar Negeri sebesar itu, lainnya hanya bisa menambah.

Dan inilah kisah nyata yang harus kembali direnungi dan hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi seluruh anak bangsa, bahwa betapa bejatnya negeri ini dan betapa negeri ini tak ingin mau maju-maju dan berkembang: Presiden seperti Gus Dur yang sebetulnya sangat berpihak kepada rakyat, tidak KKN dan bukan dari kalangan Pengpeng (PengUASA rangkap PengUSAHA) tetapi para elit bersatu menjatuhkanya.

Sementara Pengpeng yang ada sekarang malah seakan dibiarkan leluasa melahap seluruh “isi negeri” ini bagai monster yang tak mengenal rasa puas. Hummmm....!!??!!