(AMS, Artikel)
MASYARAKAT Indonesia baru saja digemparkan dengan aksi teror bom di Jalan Thamrin- Jakarta yang dilakukan oleh kelompok teroris yang diduga berafiliasi dengan ISIS. Sesaat kemudian, Presiden Jokowi pun langsung mengajak kepada rakyat Indonesia agar tidak takut dan kalah oleh aksi teror seperti itu.
Sayangnya, ajakan Presiden Jokowi tersebut nampaknya tidak akan berlaku pada kemunculan “bom” yang satu ini. Sebab, bom ini justru langsung “dirakit” oleh pemerintah sendiri. Yakni, sebuah “bom waktu” yang telah siap “meledak”, yaitu Utang Luar Negeri (ULN) yang terus menggunung.
Dan pada situasi seperti ini, musisi Ahmad Dhani turut berkicau dalam akun twitter-nya @AHMADDHANIPRAST : “Kita memang tdk perlu takut Teroris...yg kita perlu takutkan adalah Nasib Bangsa ini....”
Kicauan pemilik “Republik Cinta” ini setidaknya menjurus tentang Utang Luar Negeri jika sudah sangat banyak, tentulah akan membuat nasib bangsa ini semakin terpuruk, saat ini dan juga untuk di masa mendatang.
Ya, kondisi Utang Luar Negeri saat ini sungguh sudah sangat akut serta amat memprihatinkan. Dan tentu saja, jujur, rakyat Indonesia secara psikologis (dari hati yang paling dalam) merasa sangat cemas dan lebih takut jika “bom waktu” ini “meledak”, alias tak mampu lagi dibayar. Sebab, jika “bom waktu” ini meledak, maka Indonesia dipastikan langsung rontok, alias bangkrut.
Meneropong potensi “meledaknya bom waktu” tersebut, Bank Indonesia (BI) nampaknya juga sudah memberi sinyalemen. Yakni, BI mengumumkan (mencatat), kenaikan Utang Luar Negeri Indonesia sebesar USD304,6 Miliar atau mencapai Rp4.241 Triliun (kurs Rp13.925 per USD).
Artinya, kondisi Utang Luar Negeri sekarang ini telah tumbuh sebesar 3,2 persen year on year (YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Oktober 2015 yang hanya mencapai 2,5 persen (YoY).
“Dengan pertumbuhan tersebut, posisi ULN Indonesia pada akhir November 2015 tercatat sebesar USD304,6 Miliar (Rp4.241 Triliun).” Demikian dilansir dari keterangan tertulis BI, Kamis (18/1/2016).
Mengetahui hal tersebut, rakyat Indonesia wajar sangat cemas dan amat kuatir apabila dalam waktu yang tak disangka-sangka pemerintah sangat memungkinkan tak mampu lagi membayar Utang Luar Negeri, sebab kondisi pertumbuhan Utang Luar Negeri sangat tidak seimbang dengan laju pertumbuhan ekonomi yang sangat lambat, ditambah lagi dengan kondisi politik yang makin parah dan bobrok. Lalu sebetulnya, ada apa dan mau apa negeri ini.... ??????????
Ada “Bom waktu” (ULN) sudah semakin kencang berdetak, tanda akan semakin cepat pula waktunya meledak, tetapi langkah penanganan pembenahan pemerintah masih saja selalu meleset dan error. Seperti melesetnya waktu yang pernah dijanjikan, bahwa: “mulai September (2016) pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meroket”. Tetapi pada kenyataan sekarang justru Utang Luar Negeri yang semakin meroket, dan sebentar lagi akan meledak.
Tentang upaya pertumbuhan ekonomi yang terlihat pergerakannya masih sangat lambat, juga mengenai Utang Luar Negeri yang kini seakan telah menjadi “bom waktu” dan akan meledak, secara keseluruhan masalahnya tentu saja terletak pada kesalahan Presiden Jokowi yang merestui Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian.
Sebab, boleh dikata, Darmin sebetulnya bukanlah orang tepat yang mahir dalam “menjinakkan bom” ULN dan perekonomian. Ia dikenal sangat kental sebagai penganut aliran/warna ekonomi neoliberal. Juga sebagai mantan Dirjen Pajak, Darmin mendapat rapor merah, dan bahkan Darmin sangat dicurigai sebagai salah seorang mafia pajak kelas kakap.
Dan jika kita sepakat bahwa di dalam bom waktu terdapat sejumlah pola kabel berwarna, maka begitupun adanya dengan “bom waktu” yang bernama Utang Luar Negeri dan ekonomi ini, yakni punya pola (warna) dalam penanganannya. Jika “penjinaknya” orang neoliberal, maka pasti warna (aliran) ekonomi kerakyatan akan “diputus”, lalu pola (warna) neoliberal tetap dibiarkan tersambung, ya jelas saja bom ini akan meledak dengan cepat. Sebab, pembentukan dan penanganan ekonomi di Indonesia harus berdasarkan pada konstitusi dan kerakyatan, bukan secara bebas berdasarkan dan diserahkan kepada pasar.
Tetapi Presiden Jokowi belum terlambat untuk kembali menyambung warna (aliran) ekonomi kerakyatan yang telah diputus tersebut. Yakni dengan segera menunjuk atau memutasi Dr. Rizal Ramli dari Menko Kemaritiman menjadi Menko Perekonomian.
Sebab integritas, kecakapan, ataupun kredibilitas Rizal Ramli sebagai “penjinak bom waktu” Utang Luar Negeri sudah pernah teruji, yakni sejak menjabat Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur berhasil menurunkan Utang Luar Negeri sebesar USD 9 Miliar dalam waktu singkat.
Selain itu, sepak terjang Rizal Ramli selama ini juga memperlihatkan nyali perjuangan yang sangat tegas berpihak kepada rakyat, dan pantang sungkem di hadapan asing yang berniat “jahat”, serta sangat tak bisa dibujuk apalagi disuap dalam suatu upaya rencana kongkalikong.
Olehnya itu, sebelum terlambat, dan sebelum “bom waktu” yang bernama Utang Luar Negeri dan perekonomian ini benar-benar meledak, maka sebaiknya Presiden Jokowi segera melakukan Reshuffle Kabinet jilid 2. Dan selain untuk menunjuk Rizal Ramli sebagai “penjinak bom” (Menko Perekonomian), Presiden Jokowi juga hendaknya segera mengeliminasi menteri-menteri yang selama ini disebut pantas untuk “di-PHK”, yakni di antaranya Sudirman Said dan Rini Soemarno.
Dan satu harapan yang sangat besar dari seluruh rakyat Indonesia, bahwa Presiden Jokowi hendaknya jangan pernah mau bermain-main dengan “bom waktu” yang bernama Utang Luar Negeri dan perekonomian ini. Sebab, sekali lagi, Indonesia tentu akan benar-benar hancur seperti yang pernah diprediksikan oleh Jusuf Kalla sebelum Pilpres. Eheemmm....?!?!