Monday 2 November 2015

Jangan Harap Negeri Ini Maju Jika Pejabat Seperti RJ Lino Dipertahankan?


(AMS, Artikel)
CONGKAK bin angkuh. Sepertinya sikap itulah yang kini dipertontonkan RJ. Lino. Ia memang hanyalah direktur utama di PT. Pelindo II, tetapi minta ampun, arogansinya rasa-rasanya sangat tinggi luar biasa.

Namun jangan salah. Ia bisa dinilai bersikap pongah karena sepertinya punya pengaruh besar layaknya seorang panglima, bahkan melebihi seorang presiden. Dari situ pun bisa ditebak: jangan-jangan RJ. Lino termasuk donatur kakap pemasangan Jusuf Kalla sebagai Cawapres Jokowi pada Pilpres 2014 kemarin???

Tengok saja ketika peristiwa penggeledahan di kantornya oleh Bareskrim Polri, ia sempat memamerkan keangkuhannya di hadapan publik dengan menghubungi sejumlah menteri dengan lagak seakan-akan menteri-menteri yang dihubungi itu adalah bawahannya, termasuk diduga “memerintahkan” Wapres Jusuf Kalla agar kiranya mengatasi persoalan penggeledahan tersebut.

Dan benar saja, tak lama berselangnya peristiwa tersebut, Kabareskrim yang ketika itu dijabat oleh Komjen Budi Waseso (Buwas) langsung dimutasi alias dilengser. Padahal di saat itu, Komjen Buwas sedang serius menangani kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane di PT. Pelindo II dan dugaan penyelewengan dana hibah Pertamina Foundation. Malah kedua kasus tersebut statusnya sudah ditingkatkan ke penyidikan.

Mungkin karena merasa berhasil menyingkirkan Komjen Buwas, membuat RJ Lino pun sepertinya kini makin angkuh penuh percaya diri, seakan ingin menunjukkan kepada publik bahwa dirinya punya pengaruh besar dan siapapun tak bisa mengorek masalah-masalah yang ada padanya.

Meski dianggap dari kaum borjuis, namun sepertinya RJ. Lino hanyalah pejabat amatiran kelas kacangan yang hanya mengandalkan emosi.

Sebab setelah lengsernya Buwas, ia dengan emosinya seakan samasekali tak sadar jika dirinya yang kini berseteru dengan Rizal Ramli sedang disorot secara negatif oleh publik.

Artinya, publik saat ini bisa membedakan mana pejabat yang benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat dan mana pejabat yang bekerja hanya untuk kepentingan mengisi pundi-pundi sesama pejabat serta kelompok tertentu lainnya.

Dan lebih spesifik, Rizal Ramli sejauh ini sangat dikenal sejak dulu adalah sosok idealis dan mantan aktivis yang pernah dipenjara karena membela rakyat dengan gigih pada rezim Orde Baru pada masa silam. Sedangkan RJ. Lino belum ada catatan historis yang bisa dinilai sebagai sosok pembela rakyat.

Sehingga mengingat dari rezim ke rezim kondisi negara ini dinilai masih cukup memprihatinkan, maka rakyat tentu saja kini lebih cenderung menaruh harapan dan kepercayaan kepada sosok pejabat seperti Rizal Ramli.

Sebaliknya, publik akan cenderung berpandangan bahwa jika pejabat seperti RJ Lino dipertahankan, maka negeri ini takkan bisa maju dan berkembang. Salah satu alasannya, adalah ketika peristiwa penggeledahan oleh Bareskrim Polri tersebut RJ. Lino nampak sekali bagai orang kesurupan telepon sana-sini, seakan tak ingin disentuh oleh hukum dengan meminta pembelaan ke sejumlah menteri yang diduga adalah juga loyalis Jusuf Kalla.

Kondisi ini sangat berbeda dengan pejabat seperti Rizal Ramli yang pembawaannya tenang tapi sangat tegas karena tanpa beban. Artinya, setiap tindakan atau masalah yang dihadapi oleh Rizal Ramli samasekali tanpa diwarnai kepentingan parpol atau kelompok tertentu. Meski memang sesekali terlihat emosi, tetapi sesungguhnya itu adalah luapan idealismenya sebagai seorang tokoh penganut ekonomi kerakyatan. Makanya, jangankan RJ. Lino atau Jusuf Kalla, penguasa sekelas Soeharto pun tak gentar ia hadapi di masa silam.

Segelintir masyarakat awam mungkin akan menilai, bahwa Rizal Ramli sebagai Menko akan dicap kampungan jika melawan RJ. Lino yang hanya sebagai direktur utama itu. Sekali lagi itu memang pandangan orang awam yang menganggap tak seimbang, Menko lawan dirut, apalagi sampai harus ramai di media.

Orang awam seperti ini samasekali tak paham bahwa perubahan ke arah kemajuan yang harus dilakukan di negeri ini sudah sangat mendesak. Jika cara dan pola-pola lama yang diterapkan, seperti berunding dan berdiskusi secara internal di balik ruangan tertutup membahas masalah dugaan KKN, maka hasilnya status-quo dan pengkhianatan terhadap rakyat. Dan cara-cara seperti ini banyak terjadi dan dilakukan di masa lalu.

Jadi cara yang paling cocok memperlakukan kasus dugaan KKN di tingkat pejabat di zaman seperti saat ini adalah dibuat gaduh sebagai shock-therapy. Dengan begitu rakyat diberi kesempatan untuk dapat mengetahui masalah sekaligus ikut menilai, lalu setelah itu barulah dibahas dan dibicarakan secara internal.

Apalagi perseteruan Rizal Ramli dengan RJ. Lino itu bukanlah terletak pada masalah level jabatannya. Melainkan adalah adanya sejumlah kasus dugaan KKN serta masalah manajemen yang tak sehat di PT. Pelindo II yang dinilai dapat merugikan bangsa dan negara. Dan masalah ini kemudian diperparah dengan sikap RJ. Lino yang memperlihatkan mental buruk sebagai pejabat dengan melakukan perlawanan secara “kampungan” (nelpon sana-sini) dan terkesan angkuh karena merasa dibekingi oleh sejumlah pejabat negara, termasuk JK.

Olehnya itu, tak salah jika DPR pun kemudian tak tahan mencium adanya bau yang sangat tak sedap di tubuh PT. Pelindo II, sehingga dianggap perlu membentuk Pansus.

Dari keterangan dalam rapat Pansus Pelindo II di gedung DPR Jakarta, Kamis (29/10/2015), terungkap hampir semua fraksi geram dengan ulah dan sikap Pelindo II. “Penting bagi kita untuk merebut kedaulatan negara. Pelindo secara terang-terangan melawan hukum,” ujar Pansus dari Fraksi Demokrat.

Dan inilah tujuh pelanggaran RJ. Lino yang terungkap dalam rapat Pansus Pelindo II tesebut. Yakni “Perpanjangan kontrak JICT dengan Hutchison tidak berdasarkan aturan, ini yang pertama. Seharusnya berakhir 27 Maret 2019, tapi perpanjangan dipercepat 2014. Ini tidak ada bedanya dengan kasus Freeport,” tegas Rizal saat memberi keterangan dalam Rapat Pansus Angket Pelindo II, Gedung DPR Jakarta, Kamis (29/10/2015). 

Pelanggaran kedua, ungkap Rizal, memperpanjang perjanjian tanpa melakukan perjanjian konsesi lebihh dulu dengan otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok sebagai regulator. Artinya melanggar Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 82 ayat 4, pasal 92 dan pasal 344 ayat 1. 

Ketiga, tidak mematuhi surat kepala kantor otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok tentang konsesi. Kepala kantor otoritas telah memperingatkan RJ lino dengan surat tertanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi dari kantor otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok. 

Keempat, tidak mematuhi surat dewan komisaris Pelindo II. Komisaris utama Pelindo II, Luky Eko Wuryanto telah mengingatkan RJ Lino dengan surat tanggal 23 Maret 2015 agar melakukan revaluasi dan negosiasi ulang dengan HPH merevisi besaran up front fee. 

Pelanggaran kelima, kata Rizal, melanggar prinsip transparansi dengan tidak melalui tender. Perpanjangan tidak dilakukan dengan tender terbuka sehingga harga optimal atau base value tidak tercapai. Sehingga bisa terkena tuntutan Post Bider Claim yang melekat dari peserta tender 1999. 

Keenam, melanggar keputusan komisaris Pelindo II mengenai perlunya konsesi dan pendapat Jamdatun tidak tepat. Mengabaikan keputusan dewan komisaris Pelindo II yang ditandatangani komisaris utama Tumpak Hatorangan Panggabean pada 30 Juli 2015, yang intinya pendapat Jamdatun tidak tepat karena tidak mempertimbangkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang masalah konsesi. 

"Ketujuh, perpanjangan kontrak ini menimbulkan potensi kerugian negara. Karena harga jual lebih murah dimana pada periode 1999 saat perjanjian lama, up front fee payment US$ 215 juta+US$ 218 juta, sedangkan di tahun ini hanya US$ 215 juta saja,” terang Rizal.

Mengetahui pelanggaran tersebut, Fraksi Hanura menyebutkan, bahwa apa yang disampaikan Menko Kemaritiman Rizal Ramli jelas ada pelanggaran hukum dan kerugian negara di Pelindo II.

Bahkan dari Fraksi PAN menyatakan, bahwa kita tidak perlu sekolah tinggi untuk memahami masalah Pelindo II. “Harga diri bangsa dijual oleh Pelindo II,” ujar Fraksi PAN.

Fraksi Gerindra juga bersuara lantang, bahwa Dirut Pelindo II bisa sesumbar. Ini tidak mungkin kerja RJ. Lino sendiri. Siapa di atasnya?

Selanjutnya, Fraksi Golkar juga mengemukakan pendapatnya, bahwa kenapa RJ Lino tidak diganti saja? Bahkan kita rekomendasi stop perjanjian JICT. Namun tidak ada respon (dari) Menteri BUMN.

Terhadap pendapat dan pandangan dari berbagai fraksi yang tergabung dalam Pansus Pelindo II membuat Pimpinan Pansus pun melontarkan kekesalannya, bahwa siapa yang berhak pecat direksi? Karena sudah keterlaluan Lino tapi tidak diberhentikan.

Menurut aturannya, RJ. Lino hanya bisa diberhentikan atau dipecat dari jabatannya oleh Menteri BUMN. Namun tampaknya publik menilai bahwa andai RJ. Lino jelas-jelas telah melakukan kebobrokan, akan sangat sulit untuk dipecat.

Pasalnya, publik memandang Menteri BUMN saat ini juga diduga satu komplotan dengan RJ. Lino, yakni sama-sama loyalis JK. Namun meski begitu, Rizal Ramli meminta dengan hormat atas nama rakyat Indonesia agar Pansus Pelindo II juga segera memanggil JK untuk dimintai keterangannya. Jika tidak, maka sama saja pejabat seperti RJ. Lino ini akan berbuat semaunya hingga akan berakibat negeri ini takkan mengalami kemajuan.