(AMS, Opini)
MENJADI presiden seperti Jokowi saat ini sebetulnya sangat bisa
disebut sebagai anugerah, namun amat mungkin pula sebagai malapetaka bagi
rakyat Indonesia.
Artinya, Jokowi sesungguhnya bisa menjadi anugerah, itu jika
saja ia mampu menunaikan tugas-tugasnya selaku Presiden secara baik sebagaimana
yang diamanahkan rakyat, yakni dengan mewujudkan janji-janji yang telah digaungkannya pada masa kampanye
Pilpres dulu.
Sebaliknya, apabila Jokowi sebagai
presiden tak mampu mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat, dan
bahkan hanya memunculkan kebijakan-kebijakan yang cenderung melukai hati serta menyusahkan
hidup rakyatnya, maka Jokowi
selaku Presiden dipastikan akan menjadi hina dan terhina.
Sebab, di
belahan dunia mana pun, yang rakyat pegang dari seorang pemimpin itu adalah lidah dan tingkah
lakunya.
Lidah dalam hal ini adalah seluruh ucapan (khususnya
janji-janji) serta kebijakannya. Sedangkan tingkah laku adalah seluruh tindakan
serta sikapnya dalam memunculkan kualitas kinerja yang
diperlihatkannya.
Seorang pemimpin akan diikuti dan dituruti perintah serta
arahannya jika “bicaranya” baik: tidak plintat-plintut dan tidak gemar berdusta. Mana ada rakyat yang mau
dibohongi oleh pemimpin yang telah dipilihnya?
Juga, seorang pemimpin tentu akan sangat
dicintai dan
dihormati apabila
tingkah lakunya (kinerjanya) dapat sesuai dengan yang pernah
diucapkannya (terutama mengenai
janji-janjinya).
Jika tidak,
maka sosok Jokowi sebagai
presiden akan selalu dihina sepanjang masa dari generasi ke generasi. Dan
tentunya, inilah kiranya yang disebut sebagai sebuah malapetaka besar bagi
Jokowi, dan juga buat rakyat itu sendiri pada masanya.
Lalu langkah apa yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi
agar dapat menghindari “malapetaka” tersebut?
Adalah sebaiknya, Jokowi tidak perlulah ngotot untuk
menerapkan sanksi kepada para pelaku penghinaan kepada dirinya selaku presiden.
Sebab, dengan meminta untuk menerapkan sanksi berarti Jokowi
sebagai presiden memiliki mental yang rapuh, emosional, berjiwa kerdil, dan tak
tulus menjadi pemimpin di negeri yang majemuk dan berdemokrasi ini.
Sehingga itu, Jokowi sebagai presiden tak perlu
memperlihatkan nafsunya untuk melakukan “perlawanan balik” kepada rakyatnya
sendiri.
Sebab kalau pun menang dalam pengadilan, Jokowi tidak akan pernah
mendapatkan gelar terhormat, berprestasi dan terhebat sebagai presiden, karena
yang Jokowi lawan adalah rakyatnya sendiri.
Seharusnya, Presiden Jokowi bisa paham, bahwa saat ini rakyatnya
sedang “menangis dan menjerit karena kelaparan”. Atau dengan kata lain, rakyat
kini sedang berada di situasi ekonomi yang amat sulit. Dan semua itu adalah
karena ulah dan ketidakbecusan para pembantu (menteri-menteri) Presiden Jokowi
dalam mengatasi persoalan bangsa, terutama masalah ekonomi.
Sehingga itu, Presiden Jokowi seharusnya segera bergegas,--sekali
lagi bergegas--, dan benar-benar fokus membenahi kesulitan ekonomi yang sedang
menghimpit rakyatnya saat ini. Yakni dengan segera dan sesegera mungkin mengganti
menteri-menteri di bidang ekonomi dan juga menteri yang buruk kinerjanya. Jika tidak, maka rakyat akan terus-terus
“menangis dan menjerit (termasuk menghina) karena kelaparan”.
Presiden Jokowi juga seharusnya paham, bahwa rakyatnya saat
ini ibarat anak-anak ayam yang kehilangan induknya, mereka “berteriak-teriak” memanggil
sang induk, mereka amat kesulitan harus mencari makan sendiri, sementara
induknya “entah” ke mana.
Juga rakyat saat ini sebetulnya “berteriak meminta tolong”, ibarat
sedang berada di tengah lautan dengan kondisi yang betul-betul sudah nyaris
tenggelam.
Parahnya, dalam situasi tersebut pemerintah malah hanya
melakukan 2 (dua) sikap: 1). Memberi “teori” bagaimana cara berenang dengan
baik, dan 2). Memberi hukuman bagi yang terus berteriak karena tidak mampu
berenang (dengan pasal penghinaa).
Pengibaratan seperti itulah yang memaksa banyak pihak agar
Presiden Jokowi segera membenahi kabinet. Jika tidak, maka sekali lagi,
Presiden Jokowi akan selalu mendapat
hinaan karena begitu buruknya kinerja menteri-menteri yang ada saat ini.
Sehingganya, Presiden Jokowi sudah saatnya untuk bisa segera
me-reshuffle (merombak) kabinetnya dengan cara mengganti menteri-menteri yang
nyata-nyata tak bisa memperlihatkan tanda-tanda “perbaikan” setelah diberi
kesempatan.
Dan mari kita doakan, mudah-mudahan Presiden Jokowi
tak salah lagi menempatkan orang-orang sebagai menteri pada reshuffle nanti.
Juga semoga dari reshuffle tersebut, harapan dan cita-cita bangsa dan negara
ini bisa segera diwujudkan, paling tidak situasi ekonomi bisa kembali pulih.
Amiin.