Tuesday, 11 August 2015

Presiden Jokowi Jadi Hina Karena Buruknya Kinerja Menteri

(AMS, Opini)
MENJADI presiden seperti Jokowi saat ini sebetulnya sangat bisa disebut sebagai anugerah, namun amat mungkin pula sebagai malapetaka bagi rakyat Indonesia.

Artinya, Jokowi sesungguhnya bisa menjadi anugerah, itu jika saja ia mampu menunaikan tugas-tugasnya selaku Presiden secara baik sebagaimana yang diamanahkan rakyat, yakni dengan mewujudkan janji-janji  yang telah digaungkannya pada masa kampanye Pilpres dulu.

Sebaliknya, apabila Jokowi sebagai presiden tak mampu mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat, dan bahkan hanya memunculkan kebijakan-kebijakan yang cenderung melukai hati serta menyusahkan hidup rakyatnya, maka Jokowi selaku Presiden dipastikan akan menjadi hina dan terhina.

Sebab, di belahan dunia mana pun, yang rakyat pegang dari seorang pemimpin itu adalah lidah dan tingkah lakunya.

Lidah dalam hal ini adalah seluruh ucapan (khususnya janji-janji) serta kebijakannya. Sedangkan tingkah laku adalah seluruh tindakan serta sikapnya dalam memunculkan kualitas kinerja yang diperlihatkannya.

Seorang pemimpin akan diikuti dan dituruti perintah serta arahannya jika bicaranya baik: tidak plintat-plintut dan tidak gemar berdusta. Mana ada rakyat yang mau dibohongi oleh pemimpin yang telah dipilihnya?

Juga, seorang pemimpin tentu akan sangat dicintai dan dihormati apabila tingkah lakunya (kinerjanya) dapat sesuai dengan yang pernah diucapkannya (terutama mengenai janji-janjinya).

Jika tidak, maka sosok Jokowi sebagai presiden akan selalu dihina sepanjang masa dari generasi ke generasi. Dan tentunya, inilah kiranya yang disebut sebagai sebuah malapetaka besar bagi Jokowi, dan juga buat rakyat itu sendiri pada masanya.

Lalu langkah apa yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi agar dapat menghindari “malapetaka” tersebut?

Adalah sebaiknya, Jokowi tidak perlulah ngotot untuk menerapkan sanksi kepada para pelaku penghinaan kepada dirinya selaku presiden.

Sebab, dengan meminta untuk menerapkan sanksi berarti Jokowi sebagai presiden memiliki mental yang rapuh, emosional, berjiwa kerdil, dan tak tulus menjadi pemimpin di negeri yang majemuk dan berdemokrasi ini.

Sehingga itu, Jokowi sebagai presiden tak perlu memperlihatkan nafsunya untuk melakukan “perlawanan balik” kepada rakyatnya sendiri.

Sebab kalau pun menang dalam pengadilan, Jokowi tidak akan pernah mendapatkan gelar terhormat, berprestasi dan terhebat sebagai presiden, karena yang Jokowi lawan adalah rakyatnya sendiri.

Seharusnya, Presiden Jokowi bisa paham, bahwa saat ini rakyatnya sedang “menangis dan menjerit karena kelaparan”. Atau dengan kata lain, rakyat kini sedang berada di situasi ekonomi yang amat sulit. Dan semua itu adalah karena ulah dan ketidakbecusan para pembantu (menteri-menteri) Presiden Jokowi dalam mengatasi persoalan bangsa, terutama masalah ekonomi.

Sehingga itu, Presiden Jokowi seharusnya segera bergegas,--sekali lagi bergegas--, dan benar-benar fokus membenahi kesulitan ekonomi yang sedang menghimpit rakyatnya saat ini. Yakni dengan segera dan sesegera mungkin mengganti menteri-menteri di bidang ekonomi dan juga menteri yang buruk kinerjanya. Jika tidak, maka rakyat akan terus-terus “menangis dan menjerit (termasuk menghina) karena kelaparan”.

Presiden Jokowi juga seharusnya paham, bahwa rakyatnya saat ini ibarat anak-anak ayam yang kehilangan induknya, mereka “berteriak-teriak” memanggil sang induk, mereka amat kesulitan harus mencari makan sendiri, sementara induknya “entah” ke mana.

Juga rakyat saat ini sebetulnya “berteriak meminta tolong”, ibarat sedang berada di tengah lautan dengan kondisi yang betul-betul sudah nyaris tenggelam.

Parahnya, dalam situasi tersebut pemerintah malah hanya melakukan 2 (dua) sikap: 1). Memberi “teori” bagaimana cara berenang dengan baik, dan 2). Memberi hukuman bagi yang terus berteriak karena tidak mampu berenang (dengan pasal penghinaa).

Pengibaratan seperti itulah yang memaksa banyak pihak agar Presiden Jokowi segera membenahi kabinet. Jika tidak, maka sekali lagi, Presiden Jokowi akan  selalu mendapat hinaan karena begitu buruknya kinerja menteri-menteri yang ada saat ini.

Sehingganya, Presiden Jokowi sudah saatnya untuk bisa segera me-reshuffle (merombak) kabinetnya dengan cara mengganti menteri-menteri yang nyata-nyata tak bisa memperlihatkan tanda-tanda “perbaikan” setelah diberi kesempatan.

Dan mari kita doakan, mudah-mudahan Presiden Jokowi tak salah lagi menempatkan orang-orang sebagai menteri pada reshuffle nanti. Juga semoga dari reshuffle tersebut, harapan dan cita-cita bangsa dan negara ini bisa segera diwujudkan, paling tidak situasi ekonomi bisa kembali pulih. Amiin.