PERSETERUAN Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli terus ramai diperbincangkan.
Perseteruan tersebut dipicu oleh keinginan Rizal Ramli yang bermaksud membatalkan rencana pembelian pesawat Airbus A350 yang harganya mencapai Rp. 3,3 Triliun hingga Rp. 4,4 Triliun per-unit. Sehingga total yang harus dibelanjakan khusus membeli pesawat sebanyak 30 unit tersebut adalah sekitar Rp.100 Triliun hingga Rp.132 Triliun.
Mengetahui rencana Rizal Ramli yang mengusulkan pembatalan pembelian pesawat tersebut kepada Presiden Jokowi, Menteri BUMN Rini Soemarno jadi berang.
“BUMN itu (PT Garuda Indonesia) jelas di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian,” tegas Rini.
Menggarisbawahi tanggapan dan pernyataan Rini yang menyebutkan: “… Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian” itu sesungguhnya adalah bukan hanya ditujukan kepada Rizal Ramli, tetapi secara umum juga kepada seluruh Rakyat Indonesia agar jangan ikut campur dengan urusan seluruh BUMN. Waduh…?? Lalu bagaimana jika urusan itu bisa membahayakan dan merugikan negara..???
Tanggapan yang dilontarkan Rini itu pun dinilai sangat bersifat arogan, egois, dan cukup emosional. Seakan Rini akan mengalami kerugian materi yang amat besar jika rencana pembelian pesawat Airbus itu benar-benar dibatalkan, -- paling tidak, dugaan banyak orang bisa jadi benar, bahwa jika pesawatnya batal dibeli maka Rini tentu tidak akan mendapatkan fee atau komisi yang sangat gede,-- sampai itulah kiranya Rini bertekad menghalau usulan Rizal Ramli.
Meski segelintir pihak sudah ada yang ikut-ikutan “mengintervensi” untuk membela Rini dengan alasan pembenaran karena sebuah wewenang terhadap persoalan tersebut berada di tangan Rini selaku Menteri BUMN, tetapi rakyat banyak sudah pasti mendukung usulan dan langkah Rizal Ramli yang di dalamnya terselip sebuah kebaikan yang besar untuk keselamatan bangsa ini. Percayalah !!!
Rizal Ramli memang sejak dulu dikenal “tukang kritik”. Sebab, ia secara natural dibesarkan oleh rakyat, bukan partai politik. Jadi wajar jika ia selalu saja tidak tenang ketika ada pemerintah yang seenaknya menghambur-hamburkan uang negara (termasuk utang luar negeri), sebab ia tahu pada akhirnya rakyat pula yang ikut dibebani.
Apalagi memang rakyat kita saat ini sedang sangat dililit kesulitan ekonomi, jadi bagi para pejabat berhentilah bermental korup yang tahunya menari-nari di atas penderitaan rakyat!!! Dan sesungguhnya inilah yang sedang diperangi oleh Rizal Ramli.
Juga sebagai tokoh pergerakan perubahan dan seorang ekonom, Rizal Ramli sejak dulu pula telah “berteriak" mengajak kepada seluruh anak bangsa di negeri ini untuk bisa bersama-sama mengelola negaranya dengan mandiri dan berdikari secara ekonomi, yakni dengan memanfaatkan seluruh kekayaan dan sumberdaya yang dimiliki oleh negara ini, bukan malah ikut memperkuat kemandirian negara orang lain. Misalnya dengan membeli pesawat, sementara rakyat kita masih kelaparan.
Seharusnya kita bersyukur ada tokoh dan menteri seperti Rizal Ramli, yang tak ingin pura-pura tidak tahu, yang tak ingin mencari aman sendiri karena sudah mendapat jabatan, dan tidak ingin menutup mulut (meski bukan bidangnya) jika melihat dan mengetahui sesuatu yang bisa membahayakan dan merugikan negara.
Berkat Rizal Ramli yang akan berusaha membatalkan pembelian pesawat tersebut, membuat masyarakat dari seluruh lapisan yang tadinya tidak tahu-menahu mengenai adanya rencana pembelian pesawat ratusan triliun itu pun, akhirnya bisa menjadi tahu.
“Sudah bagus itu. Kita terima kasih ke pak Rizal. Menko sudah ingatkan jangan umbar-umbar uang negara, lagian Garuda juga belum bisa bersaing. Jadi saran beliau (Rizal Ramli) tepat, Garuda lebih baik konsen domestik,” ujar seorang anggota DPR-RI dari fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, dalam Talk Show yang disiarkan secara live oleh salah satu stasiun TV, Kamis malam (13/8/2015).
Rizal Ramli tidaklah asal mengusulkan pembatalan tersebut. Ia punya alasan. Ia pernah menangani kesulitan PT Garuda Indonesia. Yakni, ketika PT. Garuda Indonesia tak mampu membayar utang kepada konsorsium bank Eropa sebesar 1,8 Miliar Dollar AS, membuat pihak Eropa mengancam akan menyita semua pesawat Garuda. Dan Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian ketika itu keberatan, lalu mengirim surat grasi ke Frankfurt Jerman untuk balik menuntut konsorsium bank Eropa tersebut karena menerima bunga dari kredit dengan ekstra 50 persen.
Setelah dituntut balik, akhirnya para bankir itu pun setuju berdamai dan sepakat merestrukturisasi utang Garuda ketika itu.
Dari pengalaman itulah, Rizal Ramli tak ingin PT Garuda Indonesia yang merupakan perusahaan bisnis transportasi udara kebanggaan bangsa Indonesia itu mengalami kerugian besar, yang selanjutnya akan memungkinkan untuk dijual akibat sulit membayar utang. Apalagi memang kondisi tahun 2014 PT. Garuda mengalami kerugian 375 Juta Dolar AS atau sekitar Rp.4 Triliun lebih.
Alasan berikutnya, Rizal Ramli tak ingin rakyat men-cap Jokowi sebagai Presiden yang hanya gemar dan hebat berutang tanpa ada upaya menggali dan memanfaatkan potensi-potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Indonesia.
Sehingga itu Menteri Rini seharusnya tidak memaksakan kehendak untuk membeli pesawat dari luar negeri dengan alasan spesifikasi dan kualitas pesawat tersebut sangat bagus. Padahal, dengan spesifikasi dan kualitas yang sangat bagus dari pesawat tersebut tidaklah menjamin PT Garuda Indonesia bisa berkembang dan terhindar dari kebangkrutan.
Jadi yang sangat patut dipahami, bahwa rakyat saat ini tidaklah butuh dengan penambahan pesawat. Dan bahkan rakyat tidak butuh dengan menteri-menteri seperti Rini Soemarno yang tahunya cuma mengutang dan membelanjakannya ke hal-hal yang tidak mendesak di mata rakyat.
Yang rakyat sangat butuhkan adalah seorang presiden yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendesak, yakni seorang presiden yang mampu bergerak cepat dalam mengatasi berbagai kesulitan rakyatnya, bukan malah membiarkan menteri-menterinya berbuat yang bisa merugikan bangsa ini.
Dan sebagai ilustrasi, andai saja memang ada negara luar yang memproduksi dan menjual “Presiden” yang punya spesifikasi, kualitas, keahlian dan kemampuan yang tinggi, dalam arti mampu mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat di negeri ini, maka meski mahal dan harus berutang banyak, Menteri Rini sebaiknya sesegera mungkin membeli “Presiden” seperti itu. Dan mengenai gaji, komisi atau fee super-gede yang akan diterima oleh Menteri Rini dari hasil “pembelian” Presiden seperti itu bisa dipastikan akan disediakan oleh rakyat sendiri secara sukarela.
Sebaliknya, dalam kondisi ekonomi rakyat yang masih sangat serba sulit seperti ini, maka Menteri Rini jangan bermimpi bisa mendapat dukungan dari rakyat untuk menambah (membeli) pesawat Airbus.
Ketahuilah, bahwa sampai pada hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-70 tahun (pada hari ini), rakyat kita sesungguhnya belum merdeka.
Rakyat kita sampai saat ini masih dibelenggu dan dipasung oleh utang luar negeri yang seenaknya dilakukan oleh Pemerintah dengan dalih untuk pembangunan dan pengembangan tetapi sesungguhnya adalah untuk memperkaya diri dan kelompoknya sendiri.
Dan silakan membayangkan, berapa fee (komisi) yang harus diterima oleh seorang menteri seperti Rini Soemarno beserta “para pembelanya” jika berhasil membeli pesawat ratusan triliun dari hasil mengutang itu? Apakah model seperti ini yang bisa disebut memerdekakan Indonesia???
-------
"Bangkit.. bangkit... bangkitlah Wahai Rakyat Indonesia: Lawan Segala Bentuk Penjajahan dan Perbudakan, termasuk Lawan semua Pejabat yang Bermental Penjajah. Mari Rebut Kemerdekaan Kita!!! Dirgahayu Proklamasi Indonesia yang ke-70 Tahun."
SALAM PERUBAHAN.