(AMS, Opini)
MULAI dari pengadaan Tri-kartu yang tiba-tiba diluncurkan tanpa melalui mekanisme di DPR. Kemudian mendadak mengeluarkan kebijakan menaikkan harga energi (BBM, listrik, elpiji) yang juga tanpa melalui “pembicaraan” terlebih dahulu di DPR.
Juga dengan dugaan adanya “campur-tangan” terhadap kekisruhan yang dialami oleh dua partai politik (PPP dan Golkar), hingga kepada proses pengangkatan pejabat negara seperti Jaksa Agung, khususnya Kapolri yang terkesan sangat sarat untuk kepentingan kelompok tertentu, adalah dinilai kesemuanya dilakukan dengan seenaknya saja oleh Pemerintahan Jokowi-JK.
Dan mari coba diterka, “suasana” apa gerangan yang berhasil dimunculkan atas kerbijakan Jokowi-JK tersebut!? Ya, sepertinya hanyalah suasana amburadul alias semrawut bin gaduh yang telah berhasil diperlihatkan oleh pemerintah saat ini.
Lalu mari juga coba ditebak, apakah yang kini sudah “dirasakan” rakyat terhadap semua kesemrawutan yang telah terlihat saat ini akibat dari kebijakan Jokowi-JK tersebut?! Rasanya tentu sangat “sakit”, yakni ketika salah satunya diketahui, bahwa subsidi energi (BBM, listrik, elpiji) untuk rakyat kini dicabut, sementara di sisi lain pemerintah malah mengusulkan membantu sejumlah BUMN untuk diberi subsidi (di-bail out) dalam jumlah yang sangat fantastis Rp. 72 Triliun.
Rasa “sakit” yang dialami rakyat saat ini sebetulnya bisa diatasi andai saja DPR bisa melakukan fungsinya dengan baik sebagai wakil rakyat. Sayangnya, ketika dalam kondisi sangat dibutuhkan oleh rakyat, DPR malah tak bisa berbuat banyak, alias mandul.
Suasana kesemrawutan atau kekacauan yang dirasakan rakyat saat ini pun semakin meningkat ketika Jokowi menunjuk Budi Gunawan (BG) sebagai calon tunggal Kapolri. Bagaimana tidak, BG yang diduga kuat sebagai perwira polisi yang memiliki rekening gendut itu, seakan tetap dipaksakan untuk segera didudukkan sebagai Kapolri. Sehingga tak sedikit kalangan pun langsung bereaksi menyatakan penolakan terhadap penunjukan BG.
BG ternyata tidak hanya mendapat penolakan dari banyak lapisan. Ia bahkan langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan kepemilikan rekening gendut.
Merasa “digunduli”, BG pun melakukan perlawanan dengan mengadukan atau menggugat KPK ke Kejaksaan Agung. Namun setelah itu, tak butuh waktu berapa lama, tersiar kabar satu Wakil Ketua KPK ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri.
Dan nampaknya, KPK saat ini pun mulai terang-terangan “disundul” alias digoyang oleh pihak-pihak yang merasa “kenyamanannya” mulai diusik oleh KPK tersebut.
Kini, negara ini sedang mengarah ke suasana amburadul, semrawut dan bahkan akan gaduh akibat pemimpin di negeri ini yang sepertinya telah “tersandera” oleh kekuatan di balik kekuasaannya.
Menyikapi kondisi kacau seperti saat ini, tokoh pergerakan perubahan Rizal Ramli mengajak merenung sejenak untuk mendengar kebenaran yang disuarakan oleh hati. “Ketika kita berhenti sejenak untuk merenung, kita akan mendengarkan suara hati dalam kesunyian,” tulis Rizal Ramli dalam akun Twitternya.
Namun semoga Tuhan melindungi negara ini dari kehancuran seperti yang pernah “diramalkan” oleh Jusuf Kalla sebelumnya.