(AMS, Artikel)
HASRAT Sudirman Said selaku
Menteri ESDM bersama gengnya untuk memuaskan keinginan investor asing (Inpex
dan Shell) yang menghendaki pembangunan Kilang Gas Blok Masela di tengah laut,
hampir saja tercapai secara diam-diam, alias tak diketahui oleh publik.
Artinya, kita semua lagi-lagi hampir kecolongan.
Kala itu, PT. Tridaya Advisory (milik
mantan pimpinan KPK, Erry Riyana Hardjapamekas) yang bertindak sebagai Firma
konsultan Inpex Masela sangat giat melakukan manuver agar pemerintah segera
mengeluarkan keputusan pembangunan Kilang Gas Blok Masela dengan metode terapung
di laut (Offshore).
Namun setelah Presiden Jokowi
memasukkan sosok mantan aktivis mahasiswa ITB yang pernah dipenjara karena
melawan sengit rezim Orba, yakni Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman, maka
sejumlah agenda “tersembunyi” yang telah disusun rapi oleh geng-geng mafia
dalam pemerintahan sebagai kebijakan pun langsung “diobrak-abrik” oleh Rizal
Ramli. Mengapa?
Karena kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sangat kental dengan “permainan” yang dapat merugikan bangsa dan negara. Yakni, mulai dari rencana pembelian 30 unit pesawat Airbus A350 oleh PT Garuda Indonesia yang digodok oleh Menteri BUMN (1 unit bisa mencapai Rp. 4,4 Triliun), masalah proyek listrik 35 ribu megawatt, Pelindo II, Freeport, hingga pada proyek pembangunan Kilang Gas Blok Masela.
Dan khusus mengenai proyek
pembangunan Kilang Gas Blok Masela, Rizal Ramli benar-benar tidak ingin diajak
kompromi di atas “meja perundingan”
dengan kelompok mafia yang menghendaki metode offshore (di laut). Sebab,
sesantun apapun perundingannya, pasti hasilnya cenderung hanya lebih merugikan
bangsa dan negara, terutama masyarakat Maluku.
Olehnya itu, Rizal Ramli yang
memang sejak dulu selalu berada di barisan terdepan dalam hal membela
kepentingan rakyat lebih memilih untuk “berteriak” agar semua orang se-antero
nusantara ini tahu, bahwa “Blok Masela terancam dikuasai mafia dan asing”.
Dan satu hal yang perlu
digarisbawahi, bahwa Rizal Ramli tak pernah gentar menghadapi resiko apapun
demi membela kepentingan rakyat. Dan ini sudah pernah terbukti di masa lalu, yakni
kendati dirinya tahu akan dipecat sebagai komisaris utama PT. Semen Gresik, toh
pada tahun 2008 Rizal Ramli tetap melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan
harga BBM di depan istana dengan membawa sekitar 20 ribu massa yang terdiri
mahasiswa, buruh, petani, nelayan dan lapisan masyarakat lainnya.
Begitupun dengan soal pembangunan
Kilang Gas Blok Masela ini, semangat Rizal Ramli tentu saja takkan surut untuk
melawan siapa saja yang tidak menghiraukan suara rakyat Maluku yang menghendaki
metode onshore (di darat).
Dan sekali lagi, Rizal Ramli begitu
amat tegas menolak offshore, sebab ia sangat mengetahui bahwa saat ini Blok
Masela sedang terancam akan dikuasai oleh para mafia dan asing. Bagaimana
ceritanya?
Begini! Disebutkan, bahwa Sudirman
Said punya hubungan dekat dengan Kuntoro Mangkusubroto (mantan Menteri
Pertambangan, 1998).
Kuntoro yang saat ini sebagai
Komisaris Utama PLN adalah seorang teknokrat sekaligus politisi produk orde
baru paling andal yang masih tersisa. Kecerdikannya bermanuver jauh lebih licin
daripada mantan Ketua Umum Golkar, Akbar Tandjung. Sehingga tak heran ia bisa bertahan
di pusat kekuasaan di segala zaman. Mulai orde Soeharto hingga Joko Widodo.
Dalam meleluasakan dirinya, Kuntoro
berhasil “membangun dua jaringan”. Di dunia internasional dengan IMF, Bank
Dunia, kaum neolib dan korporasi multinasional, khususnya yang bergerak di
sektor migas.
Sampai itu ia termasuk salah satu
arsitek munculnya UU No 22/2001 yang meliberalisasi sektor migas. Namun tahun
2012, UU ini dibatalkan Mahkamah Konstitusi atas gugatan Muhammadiyah, kalangan
NU, serta tokoh pergerakan seperti Rizal Ramli, dan lain sebagainya.
Sementara jaringan di dalam
negeri, Kuntoro berhasil tembus menjadi Kepala UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang
Pengawasan & Pengendalian Pembangunan) di rezim SBY. Di samping itu ia bergerak
lewat jaringan MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia) sehingga banyak orang
mengira dia tokoh yang bersih. Padahal, ia sangat identik dengan “serigala
berbulu domba”.
Buktinya, saat menjabat Dirut PLN
zaman Presiden Gus Dur, Kuntoro terpaksa diberhentikan karena terindikasi
korupsi.
Bukan cuma itu, saat jadi Kepala
Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias (2005), tak jelas
pertanggungjawaban publiknya, terutama mengenai berapa sumbangan untuk bencana
tsunami dari dalam maupun luar negeri, serta berapa yang dipakai merehabilitasi
kawasan tersebut, hingga kini tak jelas pertanggung-jawabannya.
Anehnya, Presiden Jokowi malah
menunjuk Kuntoro sebagai Komisaris Utama PLN. Berikut juga dengan
kaki-tangannya dari jaringan MTI seperti Sudirman Said menduduki jabatan
sebagai Menteri ESDM yang memegang otoritas sumberdaya alam negara, sedangkan
Teten Masduki, ditambah Johan Budi, sekarang ini merupakan orang paling dekat
dengan presiden.
Begitupun dengan Erry Riyana
Hardjapamekas, yang selain tetap menjadi mentor di Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), ia juga memimpin PT. Tridaya Advisory, yakni perusahaan yang dikontrak sebagai
konsultan untuk menyukseskan dan meloloskan kebijakan offshore. Yang belakangan
perusahaan ini disebut-sebut menerima uang jutaan USD dari Inpex, kontraktor
gas Blok Masela itu.
Meski tak begitu dikenal, tetapi
MTI bergerak secara “senyap” dan memiliki jaringan di hampir seluru penjuru
angin. Makanya Kuntoro tetap berjaya meskipun memiliki banyak catatan hitam,
seperti dalam putusan KPPU tahun 2004 terkait kasus tanker VLCC (Very Large Crude Carrier), nama Kuntoro
Mangkusubroto disebutkan sebagai anggota dewan komisaris PT. Perusahaan
Pelayaran Equinox milik Muhammad Reza yang kemarin ramai disebut sebagai raja
mafia minyak terkenal itu.
Analis Geopolitik Global Future
Institute (GFI), Hendrajit, sebetulnya juga pernah mengemukakan kekesalannya di
jelang pembentukan Kabinet Kerja. Ia mengungkapkan, bahwa munculnya nama
Sudirman Said sebagai kandidat kuat calon Menteri ESDM dan Rini Soemarno
sebagai Menteri BUMN semakin memperjelas sindikasi-skema mafia baru menguasai
sektor energi di Indonesia.
“Alangkah sembrononya Sudirman
Said dijadikan Menteri ESDM, memperburuk wajah Pemerintahan Jokowi,” lontar
Hendrajit.
Hendrajit pun menceritakan, Sudirman
Said muncul di politik publik awal 2003, ketika “menjual” nama Nurcholis Madjid
(Cak Nur) untuk maju Capres. Belakangan, Sudirman malah “mengkhianati” Cak Nur
dan bergabung dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“SBY dan Paramadina hanya
dijadikan tumpangan politik. Sudirman di kalangan bisnis migas dikenal sebagai “mafia minyak” dengan
strateginya seolah memotong impor minyak, tapi malah menerapkan skema Pola
Integrated Suply Chain (ISC). Seolah-olah importir langsung tapi menjadi broker
minyak. Sewaktu Sudirman menjabat corporate
secretary Pertamina era Ari Soemarno, di Pertamina Sudirman mendapat
sokongan kuat Arifin Panigoro,” ungkap Hendrajit.
Parah, menurut Hendrajit, Sudirman
juga direkomendasikan oleh Ari Soemarno, kakak Kandung Rini Soemarno. Hal itu tentu
membuat terlihat betapa kuatnya intervensi keluarga Soemarno hingga seolah-olah
bisa mengalahkan suara Megawati Soekarnoputri.
“Sudah pas, Rini Soemarno Menteri
BUMN di Hilir Migas, Ari Soemarno kandidat Kuat Komisaris Utama Pertamina dan
penjaga kebijakan dipegang Sudirman Said, kaki tangan Ari Soemarno memegang
hulu Migas di ESDM dan mengamankan bisnis migas Medco-nya Arifin Panigoro,
lengkap sudah network Soemarno dan Arifin Panigoro menguasai Jokowi, mengambil
alih dari Megawati-PDIP. Selamat datang mafia migas baru, era Kabinet Trisakti,”
tandas Hendrajit.
Meneropong jejak rekam Sudirman
Said yang nampak banyak mengindikasikannya sebagai sosok mafia, membuat banyak
kalangan pun dengan tegas menuntut Presiden Jokowi agar segera memecat Sudirman
Said. Salah satunya adalah Direktur Eksekutif Energi and Mineral Transformation
Institute, Muhammad Ikhsan Hattu.
“Saya kira (Sudirman Said) sudah
sangat layak diberhentikan, dengan beberapa alasan Menteri ESDM Sudirman Said
telah banyak melangar undang-undang, UUD 45 dan juga berbagai kebijakan
Presiden sehingga membuat kegaduhan politik terkait dengan Migas dan Minerba.
Ini adalah sebuah kejahatan negara yang terstruktur yang dibuat oleh Sudirman
Said dengan melangar berbagai konstitusi,” ungkap Ikhsan.
Selain masalah Freeport, Ikhsan
juga menyebutkan kebijakan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM yang pernah melakukan
pungutan dana untuk ketahanan energi pada penurunan harga BBM adalah bukti
upaya membebani hidup rakyat, dan bahkan dinilai melangar UU karena tak punya
payung hukum.
Berikutnya, menurut Ikhsan, kebijakan
Sudirman Said terkait seleksi komite BPH Migas adalah dinilai tak sesuai UU. Pasalnya,
proses seleksi Komite BPH Migas yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Kementerian
ESDM nampak sekali melenceng dan menyalahi prosedur yang berlaku. Di mana
diketahui terdapat dua orang yang tidak mengikuti seleksi (Joko Siswanto dan Yus
Yunus) tetapi diluluskan. Dan patut diduga kuat, bahwa dua peserta “gelap”
tersebut sengaja disusupkan untuk mengamankan kepentingan Sudirman Said agar
tetap menjadi mafia migas dengan mengatasnamakan UU dan Presiden.
Olehnya itu Ikhsan yang juga
berasal dari Maluku ini mengimbau kiranya Presiden Jokowi dapat segera mencopot
Sudirman Said dari jabatannya saat ini. “Kalau Presiden tidak memberhentikan
segera Sudirman Said, maka saya kira presiden juga bagian dari konspirasi mafia
migas bersama Sudirman Said,” tutur Ikhsan yang saat ini juga sebagai Ketua
Umum Forum Pemuda Kawasan Timur Indonesia (FPKTI).
Tak hanya Ikhsan dan lainnya yang
memandang Sudirman Said banyak melakukan pelanggaran, mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD juga pernah menyebut Sudirman Said sebagai menteri ESDM telah
melakukan pelanggaran terkait masalah Freeport.
Mahfud menuturkan, kesalahan
fatal yang dilakukan Sudirman Said dalam kapasitasnya selaku Menteri ESDM
adalah saat merespons surat PT Freeport Indonesia pada 7 Oktober 2015, yang
isinya akan langsung memperpanjang kontrak PT Freeport begitu Undang-Undang
Mineral dan Batubara direvisi.
"Artinya apa? Itu dia sudah
menjamin akan merevisi dan revisinya pasti memperpanjang. Padahal kalau dia
bener, kalaupun harus kirim surat karena sopan santun harusnya mengatakan akan
diperpanjang kalau nanti Undang-Undangnya memungkinkan untuk itu. Ini kan
langsung menjamin. Selain melanggar hukum, juga melanggar etika
pemerintahan," ujar Mahfud.
Bahkan dalam akun twitternya, @mohmahfudmd,
Selasa (8/12), Mahfud menuliskan, “Dalam ribut2 freeport ini bisa saja peran SS
lebih destruktif daripada novanto. Oleh karena itu novanto harus ditindak
tegas. SS pun harus segera diproses.”
Jika mau jujur, statemen Mahfud MD
tersebut memang tak keliru. Sebab, kalau mau jujur, Setya Novanto diberi sanksi
padahal masih sebatas ungkapan (kalimat dalam rekaman), sementara Sudirman Said
saat ini sudah sangat jelas banyak melakukan pelanggaran atas undang-undang
yang berlaku.
Dan demikianlah sekelumit
gambaran tentang Sudirman Said. Sekaligus gambaran itu pula yang sudah sangat
diketahui jauh-jauh sebelumnya oleh Menko Rizal Ramli. Sehingga itu, sebagai
rakyat Indonesia kita seharusnya merasa sangat beruntung karena masih ada sosok
seperti Rizal Ramli di dalam Pemerintahan. Jika tidak, maka bisa diyakini kelompok
mafia yang bercokol dalam pemerintahan bersama asing pasti sangatlah mudah dan
leluasa menyedot seluruh kekayaan alam negeri kita, termasuk di Blok Masela.
Pun rakyat, terutama masyarakat
Maluku harus bisa terlibat dan dilibatkan, tidak hanya dalam penentuannya
tetapi juga dalam proses pengelolaannya di kemudian. Jika tidak, maka bisa dipastikan
kita akan kembali kecolongan seperti yang dialami saudara kita di Papua,
Freeport. Di mana kekayaan Indonesia di sana benar-benar menjadi “daging
santapan lezat” buat kelompok tertentu (terutama asing), sementara “tulangnya”
pun sangat sulit dinikmati oleh rakyat Papua sendiri. Sungguh memilukan?!?
Dan hingga kini pun tarik-menarik
penentuan lokasi (di darat atau di laut) pembangunan Kilang Gas Blok Masela masih
terus berlangsung, dan tentu saja ini tak bisa dipandang sepele. Sebab, meski
penentuannya akan diputuskan pada tahun 2018, namun hal ini harus bisa segera
dimatangkan sejak dini agar bila tiba waktunya kita benar-benar sudah siap dan
tak lagi kelabakan.