(AMS, Artikel)
HARI-HARI belakangan ini pembicaraan mengenai rencana
pembangunan Kilang Gas Blok Masela cukup seru. Sebab di dalamnya terdapat dua
pihak menonjol yang saling silang pendapat. Yakni, Menteri ESDM Sudirman Said menghendaki
secara terapung di tengah laut (offshore), sedang Rizal Ramli selaku Menko
Kemaritiman mengarahkan agar sebaiknya dilakukan dengan metode onshore (di
darat).
Awalnya, proses penggodokan kebijakan Sudirman Said yang
seirama dengan keinginan investor asing itu berjalan mulus, sebab memang tak
ada pihak-pihak yang “berani” intervensi, sehingga aliran informasinya ke publik
pun tidak begitu deras.
Namun setelah mencermati dan “memahami” permasalahannya,
Rizal Ramli pun secara tegas “angkat suara”. Dan seketika itulah publik,
terutama masyarakat Maluku juga langsung ikut bersuara mendukung metode onshore
yang ditawarkan oleh Rizal Ramli.
Karena merasa kehendak dan “cita-citanya” dihalang-halangi,
Sudirman Said pun “dililit 4G” (Gerah, Galau, Gusar, dan Gaduh) sendiri.
Dalam kondisi tersebut, Sudirman Said bukannya bergegas menyadari bahwa selama ini dirinya memang tak pernah menghadiri rapat koordinasi (meski diundang) oleh Menko Kemaritiman yang membawahi kementerian ESDM, tetapi malah buru-buru melakukan “perlawanan” kepada pihak yang tak disebutkan namanya, yaitu orang atau mereka yang menginginkan metode onshore (di darat).
Dalam kondisi tersebut, Sudirman Said bukannya bergegas menyadari bahwa selama ini dirinya memang tak pernah menghadiri rapat koordinasi (meski diundang) oleh Menko Kemaritiman yang membawahi kementerian ESDM, tetapi malah buru-buru melakukan “perlawanan” kepada pihak yang tak disebutkan namanya, yaitu orang atau mereka yang menginginkan metode onshore (di darat).
Bentuk perlawanan Sudirman Said itu adalah meminta
pihak-pihak yang ada di luar dirinya untuk berhenti berpolemik terhadap rencana
proyek Kilang Blok Masela. Parahnya, sudah tak pernah menghadiri rapat
koordinasi, Sudiman Said malah seenaknya menuding pihak-pihak itu sebagai pihak
yang pura-pura berjuang untuk rakyat, pembohong, juga sebagai penipu.
“Tidak usah berpolemik. Yang pura-pura berjuang untuk
rakyat, yang menipu, yang suka mengklaim paling tahu, yang mau coba mengganti
investor Masela, berhentilah membohongi rakyat. Karena suatu saat akan
terbongkar niat busukmu,” tuding Sudirman Said, Sabtu (27/2).
Dari tudingan bernada arogan dan egois yang dilontarkan oleh
Sudirman Said itulah kemudian membuat situasi “pembicaraan” di publik mengenai Blok
Masela pun tiba-tiba “meledak” menjadi gaduh. Sehingga persepsi pun
bermunculan, termasuk dalam bentuk meme yang menggambarkan tudingan bohong itu
lebih tepat diarahkan kepada diri Sudirman Said. Artinya, dari tudingan
tersebut, publik menilai seakan Sudirman Said telah “menampar” dirinya sendiri.
Lucunya, dengan situasi tersebut, ada-ada saja
segelintir pihak yang malah menyalahkan Menko Rizal Ramli. Dan bahkan yang
lebih parah, Jusuf Kalla (JK) sebagai wapres malah ikut “angkat toa” (lewat
media) menyuarakan kekesalannya terhadap Rizal Ramli.
Disebut parah, karena JK sebagai wapres dalam
menyikapi kegaduhan tersebut hanya menyinggung satu pihak saja (Rizal Ramli)
yang patut disalahkan, seolah-olah pihak yang bersih dan suci itu adalah Sudirman
Said, sang anak emasnya itu.
Coba saja simak dan cermati baik-baik cara seorang
wakil presiden seperti JK dalam menyikapi kegaduhan yang jelas-jelas titik
persoalannya adalah masalah Blok Masela, namun JK menyeretnya sangat jauh dari
titik masalah tersebut. JK sungguh sangat terlihat mengada-ngada dan
seolah-olah sengaja mencari-cari kesalahan Rizal Ramli saja.
Dan inilah tanggapan JK. Bahwa, Wapres Jusuf Kalla
(JK) menyebut salah satu faktor gaduhnya Kabinet Kerja adalah adanya seorang
menko yang bertindak di luar kapasitasnya. Bahkan menteri itu mengubah nama
kementeriannya. Perubahan ini menyalahi Keppres nomenklatur kementerian.
“Kan sudah ada semua sudah ada, itu Keppres tentang
tugas masing-masing menteri. Ada pembagian jelas, cuma kadang-kadang ada
menteri seenaknya bikin nama-nama yang tidak sesuai dengan di Keppres,” kata JK, Rabu (2/3/2016).
JK bahkan mengaku sudah menegur menteri-menteri yang
membuat gaduh agar tidak menyuarakan persoalan internal menjadi perdebatan melalui
media massa maupun media sosial.
Tetapi anehnya, kenapa justru teguran dan larangan tersebut harus dilanggar oleh JK sendiri? Yakni, JK telah ikut membeberkan dan “meneriakkan” di
media tentang sebuah masalah, yaitu tentang nomenklatur Kementerian Kemaritiman.
Dan tentu saja, “teriakan” JK yang mengungkap dan mengungkit masalah penambahan
nama kementerian maritim itu di hadapan publik adalah juga sangat berpotensi
mengundang kegaduhan.
Padahal, upaya penambahan kata “Sumber Daya” di
belakang penulisan nama Kementerian Kemaritiman tersebut jauh-jauh hari sudah diajukan
secara resmi oleh Rizal Ramli selaku Menko pada Agustus 2015. Hanya saja sampai
saat ini pihak istanalah yang belum menanggapi permohonan tersebut. Parahnya, permohonan
tersebut malah ditanggapi di hadapan publik lewat media massa oleh JK sendiri,
inikan sama saja dengan memancing kegaduhan?!? Anehkan???
Dan satu keparahan lagi dari JK. Yakni, di saat Rizal
Ramli selaku Menko Kemaritiman terlibat beda pendapat soal Blok Masela dengan Sudirman
Said selaku Menteri ESDM, JK malah menuding ada seorang menteri koordinator
yang bertindak di luar kewenangannya.
Dalam hal ini mungkin sebagai wapres JK sudah lupa
atau mungkin sengaja ingin “menindis” Rizal Ramli saja. Entahlah? Yang jelas, dalam
Perpres No. 10 Tahun 2015 (Pasal 4, huruf
a sampai e) sangat jelas susunan kementerian yang dibawahi Menko Kemaritiman.
Yakni, Pasal 4 menyebutkan: “Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman
mengoordinasikan: a. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral; b. Kementerian
Perhubungan; c. Kementerian Kelautan dan Perikanan; d. Kementerian Pariwisata;
dan e. Instansi lain yang dianggap perlu.
Olehnya itu, apabila terjadi kegaduhan baru atas
teriakan JK sebagai wapres di media massa (bahkan kini telah tembus dan sangat
ramai di media sosial) yang sangat jelas hanya memojokkan Rizal Ramli itu, maka
jangan salahkan publik jika mencoba menyimpulkan bahwa antara Jusuf Kalla dan
Sudirman Said adalah satu “geng” yang punya kepentingan besar dan “terselubung”.
Dan salut buat Presiden Jokowi, yang sampai hari ini juga tidak tertarik untuk ikut-ikutan “berteriak melalui toa” (lewat media) atas kegaduhan yang terjadi itu. Bahkan, Presiden Jokowi hanya menanggapinya dengan senyum,-- tanda bahwa Jokowi sebagai presiden sudah tahu kepentingan besar dan terselubung seperti apa di balik kegaduhan yang memojokkan Menko Rizal Ramli itu.
Dan salut buat Presiden Jokowi, yang sampai hari ini juga tidak tertarik untuk ikut-ikutan “berteriak melalui toa” (lewat media) atas kegaduhan yang terjadi itu. Bahkan, Presiden Jokowi hanya menanggapinya dengan senyum,-- tanda bahwa Jokowi sebagai presiden sudah tahu kepentingan besar dan terselubung seperti apa di balik kegaduhan yang memojokkan Menko Rizal Ramli itu.