Sunday 11 October 2015

Indonesia Fatal Jika Jokowi Tak Mampu Lepaskan Diri Dari Cengkeraman JK?


(AMS, Artikel)
JIKA diamati, sejauh ini sepertinya memang ada kondisi tak sehat yang sedang berlangsung di dalam pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Dan jika kondisi ini tak dapat dihilangkan atau tetap dilakukan pembiaran, maka akibat buruk yang ditimbulkannya bukan hanya dirasakan oleh diri Jokowi, tetapi bangsa dan negara ini juga akan menuju kerusakan yang fatal.

Sebetulnya,  tak sedikit khalayak kini harus merasa jengkel terhadap kondisi yang tak sehat tersebut, bahkan sejumlah lainnya terpaksa berani menghina macam-macam Jokowi sebagai presiden, baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk gambar.

Bukan cuma itu, kondisi yang tak sehat itu juga membuat bangsa ini terasa dipaksa dan digiring ke suasana permusuhan satu sama lain. Coba saja tengok di berbagai media sosial. Di sana telah memunculkan sejumlah kubu. Ada kubu Jokowi, JK, Prabowo, dan kubu rakyat.

Perlu diketahui, bahwa Jokowi awalnya satu kubu dengan JK. Namun seiring berjalannya waktu, JK kelihatannya telah memiliki kubu tersendiri. Para kubu inilah (Jokowi, JK, Prabowo) yang hingga kini saling serang dan berlawanan satu sama lain.

Lalu siapa-siapakah yang termasuk di dalam kubu JK? Tentu saat ini bisa ditebak, yakni di antaranya ada Sudirman Said, Rini Soemarno, RJ. Lino, dan sejumlah kalangan saudagar lainnya seperti Sofjan Wanandi dkk.

Mereka-mereka dalam kubu JK itulah yang patut diduga sebagai pihak yang sedang menyandera dan mencengkeram kekuasaan Presiden Jokowi saat ini, sekaligus inilah kiranya yang disebut sebagai kondisi yang tidak sehat tersebut. Kondisi seperti apakah itu?

Begini. Kondisi yang tak sehat itu sebetulnya sudah menjadi rahasia umum. Bahwa ibarat suami-istri, Jokowi sepertinya tak bisa berbuat banyak dan tak punya kuasa penuh sebagai kepala rumah tangga.

Lihat dan amati saja, selama hampir setahun ini, Jokowi nampaknya lebih tunduk dengan berbagai “kepentingan” dari sang istri, Jusuf Kalla (JK).

Parahnya, Jokowi bahkan juga terkesan tunduk kepada sejumlah pembantu yang  mendukung ambisi dan kepentingan JK. Saking tunduknya, Jokowi tak jarang kelihatan seperti orang bloon, bingung serta plin-plan. Kasihan...?!?

“Penampakan” seperti orang bloon, bingung serta plin-plan itulah yang kemudian membuat banyak pihak menilai Jokowi seakan-akan bukan seorang presiden, melainkan seorang pejabat negara yang kekuasaannya tersandera dan dicengkeram oleh kepentingan wakilnya sendiri.

Jadi, apa yang dulu dirasakan oleh Presiden SBY saat bersama JK, nampaknya kini dialami oleh Presiden Jokowi. Dan ini sekaligus membuktikan, bahwa sepertinya JK adalah memang sosok yang “gemar” jadi presiden. Atau dengan kata lain, JK sepertinya  kembali membuktikan diri “doyan bertindak” sebagai presiden. Yakni dominan berkuasa mengatur di belakang meja, mulai dari mengatur kenaikan BBM, listrik, tarif kereta api, hingga menentukan proyek ini dan itu lalu membagi-bagikannya kepada kalangan keluarga atau ke koleganya sesama saudagar. Sementara Jokowi dibiarkan berkelana atau berkeliaran blusukan ke mana-mana.

Mengapa hal itu dengan mudahnya bisa dilakoni oleh seorang JK? Bisa ditebak, yakni biaya atau ongkos politik pada kampanye Pilpres 2014 kemarin itu boleh jadi lebih banyak berasal dari brankas JK.

Dan kiranya itulah yang membuat kekuasaan Presiden Jokowi saat ini bisa dengan mudahnya digerogoti, disandera, serta dicengkeram oleh JK dkk.

Cara JK dkk menggerogoti, menyandera dan mencengkeram kekuasaan Presiden Jokowi sepertinya dilakukan cukup cerdik dan licik. Yakni dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan yang seolah-olah adalah sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, padahal sangat mudah ditebak bahwa kebijakan-kebijakan tersebut terselip keuntungan bisnis yang lebih besar akan mengalir masuk ke kantong-kantong JK dkk.

Menyadari kekuasaannya telah digerogoti, Jokowi pun memasukkan Dr. Rizal Ramli sebagai salah satu Menko ke dalam Kabinet Kerja. Banyak pengamat kemudian memunculkan persepsi, bahwa digaetnya Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman adalah salah satunya untuk menghalau dan menyumbat kegemaran berbisnis JK dkk di dalam pemerintahan.

Namun tentunya, JK dkk tak ingin membiarkan kegemaran bisnisnya itu dihalau apalagi disumbat oleh siapapun. JK dkk pun nampaknya melakukan perlawanan, bahkan sepertinya lebih dulu menyumbat keinginan Presiden Jokowi untuk tidak mendudukkan Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian, sebab jabatan inilah yang menjadi posisi vital dari bisnis-bisnis JK dkk yang telah dibangunnya melalui sejumlah kebijakan.

Perlawanan berikutnya, adalah dengan melakukan pertahanan dan pembelaan diri dari jurus “Rajawali Ngepret” Rizal Ramli, yakni dengan membangun pertahanan di berbagai media massa, misalnya dengan menuding Rizal Ramli sebagai sumber kegaduhan di dalam kabinet.

Seperti diketahui, Rizal Ramli telah mengepret beberapa kebijakan karena dinilai terdapat unsur yang dapat mencederai hati rakyat serta merugikan bangsa dan negara ini.

Yakni di antaranya, kebijakan Kementerian BUMN yang berencana melakukan pembelian pesawat Airbus A350 oleh PT. Garuda Indonesia; proyek listrik 35 ribu Megawatt; token listrik; dwelling time bongkar-muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang sarat mafia; kebijakan rencana pembangunan kilang di Blok Masela; dan persoalan perpanjangan kontrak Freeport.

Kebijakan-kebijakan yang telah dikepret oleh Rizal Ramli tersebut di atas,  sepertinya amat jelas telah mengganggu kenyamanan pihak-pihak yang berada di dalam kubu JK.

Lihat saja, betapa giatnya Sudirman Said, Rini Soemarno, Sofjan Wanandi dkk membela kebijakan-kebijakan tersebut karena diduga sebagai kepentingan JK. Bahkan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM begitu ngotot mempertahankan kebijakan poyek listrik 35 ribu Megawatt, juga dengan kebijakan rencana pembangunan kilang di Blok Masela-Maluku dengan cenderung memilih floating LNG atau LNG (Offshore) terapung.

Dan apabila kebijakan-kebijakan tersebut di atas semua lolos dilaksanakan, maka bisa dipastikan JK telah berhasil menanam “gaji pensiun” besar yang kelak dapat dipetiknya setelah tak lagi menjabat wakil presiden.

Bukankah JK tak lagi punya kans untuk maju dalam Pilpres selanjutnya? Jadi saat ini adalah kesempatan terakhir JK memanfaatkan kekuasaannya, yakni dengan mendulang sebanyak-banyaknya keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang di dalamnya terselip kepentingan bisnis.

Pun di sisi lain, jika kebijakan-kebijakan tersebut berhasil dilaksanakan seluruh atau sebagiannya, maka dapat dinilai Presiden Jokowi memang tak punya keseriusan untuk menyelamatkan negara ini dari para pejabat bermental begal perampok uang rakyat.

Atau ketika Presiden Jokowi benar-benar tak mampu melepaskan diri dari cengkeraman JK, maka omongan yang dulu dilontarkan JK yang menyebut negara ini akan hancur jika Jokowi dicalonkan menjadi presiden, sepertinya akan benar-benar terwujud.

Tapi hal yang sangat menakutkan itu semoga tidaklah terjadi, sebab nampaknya Presiden Jokowi sudah mulai “siuman” dan sadar tentang adanya kondisi yang tak sehat saat ini.

Kesadaran Presiden Jokowi tersebut, salah satunya dapat dilihat ketika menjelang HUT Proklamasi RI ke-70 tahun, agustus 2015 kemarin, Presiden Jokowi telah mempersembahkan “kado” buat Rakyat Indonesia.

Kado tersebut adalah seorang mantan aktivis pergerakan perubahan, ekonom senior penganut ekonomi kerakyatan yang berintegrasi tinggi, tidak berasal dari salah satu parpol manapun sehingga terkenal tegas dan berani menghadapi siapa saja demi membela kepentingan rakyat dan negara, yakni Dr. Rizal Ramli.

Dan tentu saja kita semua berharap, semoga dari jurus Rajawali Ngepret Rizal Ramli tersebut bisa membuka kelopak hati pihak-pihak kubu JK agar tidak lagi menyandera dan mencengkeram kekuasaan Presiden Jokowi demi terwujudnya cita-cita Trisakti dan Nawacita.

Namun jika kubu JK, terutama Sudirman Said, Rini Soemarno, RJ. Lino dan Sofjan Wanandi yang terkesan sangat angkuh dan rakus itu enggan menerima peringatan dari kubu rakyat yang disuarakan oleh Rizal Ramli, dan lebih memilih untuk tetap mati-matian membela kepentingan bisnis JK, maka tunggulah peringatan lain dari Tuhan yang lambat atau cepat pasti akan mengabulkan doa-doa rakyat yang mengutuk pejabat seperti kalian.

Namun sebelumnya, rakyat tentu sangat berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang paling tidak bisa memperlihatkan mana pejabat yang membela kepentingan majikan dan mana pejabat yang membela kepentingan rakyat.