(AMS, Opini)
MULAI dari bagi-bagi “Trikartu” yang tiba-tiba muncul dengan sumber anggaran pengadaannya yang tidak jelas, hingga pada penanganan distribusinya yang belum tuntas dan belum beres-beres.
Juga dengan masalah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mendadak dinaikkan oleh Pemerintah Jokowi-JK, lalu tiba-tiba harus dua kali diturunkan dalam waktu yang singkat, membuat rakyat kini benar-benar berada di “zona tidak nyaman” karena kondisi harga-harga kebutuhan pokok ikut jadi “kocar-kacir”.
Menyikapi kondisi tersebut, anggota Panel ahli di badan dunia (PBB) bidang ekonomi, Dr. Rizal Ramli dalam twitternya menyebutkan, kebijakan hanya naikkan harga tanpa menekan biaya, adalah hanya menyengsarakan rakyat dan membuat Indonesia semakin tidak kompetitif di ASEAN.
“Tidak mungkin meningkatkan kesejahteraan rakyat kalau kebijakannya neoliberal, hanya sekadar menaikkan harga dan untungkan pejabat KKN,” tulis Rizal Ramli.
Sejumlah menteri juga dinilai bertindak secara “sadis”. Yakni ketika energi kebutuhan rakyat seperti BBM, gas elpiji dan listrik telah dicabut (dihilangkan) subsidinya, pemerintah melalui menteri BUMN malah menyiapkan anggaran sebesar Rp.72,97 Triliun sebagai subsidi buat sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Banyak barang publik (energi, listrik, gas) dikelola BUMN monopolistik. Selain menaikkan harga sebetulnya banyak peluang untuk menekan biaya,” tulisnya.
Sementara di sisi lain, masalah Menkopolhukam Tedjo juga menjadi sorotan publik karena dalam menyikapi konflik KPK Vs POLRI, ia sempat menuding rakyat yang pro-KPK sebagai rakyat yang “tidak jelas”. Dan tudingan tersebut tentunya hanya membuat hati rakyat di seluruh lapisan menjadi terpukul.
“Rasa keadilan juga dikoyak dgn kasus Polri vs KPK. Etika Publik dan misi anti KKN diabaikan demi pertimbangan prosedur,” tweet Rizal Ramli.
Akibat dari tudingan rakyat yang tidak jelas tersebut, Menkopolhukam Tedjo pun “diserang” dan bahkan ada yang minta agar pejabat seperti Tedjo segera diberhentikan dari jabatannya.
Rizal Ramli yang pernah sukses menurunkan Utang Luar Negeri semasa menjabat Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur ini pun menegaskan, masalah kesejahteraan, ekonomi, hukum, dan sosial Indonesia, terlalu berbahaya jika diserahkan ke Team Ekonomi, Hukum dan Sosial.
Sebab, menurutnya para team yang sedang bercokol di lingkaran Jokowi saat ini hanya memiliki kemampuan kualitas 3 atau KW3.
Sehingga meski baru saja melewati masa 100 hari kerjanya, Pemerintahan Jokowi-JK dinilai hanya lebih banyak menimbulkan masalah dan kesan buruk yang cukup besar dengan situasi yang juga cukup karut-marut.
“100 hari pertama Jokowi telah gagal menunjukan adanya arah perbaikan kesejahteraan rakyat dan keadilan. “Ada program bagi-bagi tapi harga-harga dinaikkan,” ujar Rizal Ramli.
Rizal Ramli memang mengakui bahwa, tentu banyak “warisan masalah” yang ditinggal pemerintahan SBY, seperti quatro deficits dll, disamping tekanan KMP internal yang juga semakin agresif, membuat Presiden Jokowi pun sulit berprestasi.
Hal itu kemudian setidaknya tambah diperparah dengan kemampuan kerja menteri-menteri di bidang ekonomi, sosial, hukum Jokowi hanya berada di level “jongkok” (kelas bawah) alias KW3 (kwalitas/kualitas 3).
Olehnya itu, apabila benar-benar ingin berprestasi sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat, maka Presiden Jokowi sebaiknya tak perlu kuatir memberhentikan menteri-menteri “sampah” alias KW 3 tersebut. Sebab, menteri seperti inilah yang akan mengotori dan membuat situasi jadi tidak sehat serta mempersulit Jokowi dalam mewujudkan cita-cita pembangunannya.
Meski Rizal Ramli tak menyebut nama siapa-siapa yang dimaksud menteri kategori KW3, namun ia memberi gambaran bahwa menteri KW3 itu adalah hasil dari kompromi politik di antara elite partai politik pendukung Jokowi-JK.
Sehingga itu, Jokowi sebagai Presiden harus bisa dengan tegas “membersihkan” para menteri yang dinilai kerjanya hanya membuat “sampah” di mata publik. Sebab, Jokowi sesungguhnya dipandang sebagai Presiden yang memiliki potensi kemampuan besar dalam mempersembahkan yang terbaik buat negeri ini. Namun apabila para menteri “sampah” ini tetap dipelihara, maka kepemimpinan Jokowi akan selalu diliputi dan dan dibayang-bayangi dengan kekacauan di sana-sini.
Semoga Jokowi mampu memperlihatkan ketegasannya sebagai presiden dengan cara keluar dari lingkaran kekuatan yang mencengkeram dan membatasi ruang geraknya sejauh ini.