Tuesday 15 October 2013

Ini Dampaknya Jika SBY Benar-benar Pembohong

(AMS, opini)
SILAKAN dijelajahi sendiri di dunia maya. Di sana, hanya dengan mengetik: “SBY Suka Bohong Ya”, maka akan bermunculan banyak (misalnya, pencarian di google) tentang SBY yang sejak menjadi presiden telah melakukan banyak kebohongan.

Bahkan saking seringnya berbohong, ada sumber yang menyebut, bahwa SBY telah berbohong sebanyak 999 kali. Angka 999 ini, tentu saja hanya mewakili makna yang menerangkan bahwa SBY memang “sering” berbohong. Kebohongannya itu diklasifikasi menjadi: kebohongan lama, kebohongan agak lama, dan kebohongan baru.


Kebohongan lama misalnya, SBY diduga telah melakukan kebohongan dan boleh dikata sebagai penipuan besar, yakni dengan membohongi negara saat pertama kali masuk mendaftar di Akabri (Sekarang Akmil). Saat itu, menurut forum.kompas.com, SBY ternyata telah memiliki seorang istri dan dua anak putri yang harus disembunyikan identitasnya, sebab Akabri tidak menerima calon Taruna yang telah beristri. Demi itu pun, SBY sudah mulai berani membohongi negara, juga tentunya membohongi Tuhan. Jika hal ini benar, maka memang SBY sungguh “terlalu”.

Kebohongan agak lama misalnya, mengenai angka kemiskinan. Pemerintah berkali-kali menyatakan telah berhasil mengurangi kemiskinan. Tetapi faktanya, penduduk yang layak menerima beras untuk rakyat miskin (Raskin) maupun penduduk yang berhak menerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas), tidaklah drastis berubah.

Kebohongan baru misalnya, SBY berkali-kali pula mengatakan, pejabat atau menteri yang lebih fokus mengurus parpolnya lebih baik mengundurkan diri saja. Padahal, SBY sendirilah yang justru dinilai lebih fokus mengurus partainya. Ini terbukti dengan berhasilnya SBY menduduki diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, lalu bergegas menggelar Konvensi Capres di saat negara masih dililit banyak persoalan. Begitu juga dengan ajakan untuk “Katakan Tidak Pada Korupsi”, padahal saat ini malah sorotan tajam mata publik melihat korupsi justru bersarang di dalam istana.

Dan kebohongan yang sangat baru, yakni beberapa hari lalu terjadi penudingan SBY dengan sangat marahnya memvonis 1000%...2000% Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) sebagai pembohong. Dan boleh jadi, seluruh pengamat dan analis serta tokoh nasional pergerakan pun terbahak-bahak dengan sikap SBY yang mendadak bagai “cacing kepanasan” itu. Rizal Ramli menyebut sikap SBY ini hanya merendahkan dirinya sendiri sebagai presiden. Sebab, menurut Rizal Ramli, jika presiden sudah emosi begitu tentulah ada apa-apanya.

Katakanlah LHI misalnya memang bersalah, tetapi keterangan-keterangannya di dalam sidang belum tentu adalah bohong. Yang bisa memvonisnya berbohong atau tidak, itu hanyalah Majelis Hakim, bukan presiden!

Dan semua dugaan kebohongan SBY ini sebetulnya sudah menjadi persoalan yang amat SERIUS, bahkan sangat serius. Sehingga seluruh rakyat Indonesia amatlah mengharapkan agar dapat (segera) secepatnya dibongkar.  Iwan Fals bilang: “Bongkar Kebiasaan Lama...!!!”

Olehnya itu, sebelum terlambat, Presiden SBY pun diajak segera ‘bertobat’ untuk tidak lagi meneruskan kebiasannya membohongi dan mengelabui masyarakat. Sebab, jika tidak, maka ini akan memunculkan banyak dampak negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik bagi rakyat Indonesia maupun bagi diri SBY sendiri, yakni:

A. Dampak Secara Umum

1. Saya yakin, jika punya presiden yang doyan berbohong, maka Indonesia tidak akan mengalami kemajuan sebagaimana yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia.

2. Jika presiden sudah diketahui gemar berbohong, maka saya yakin anak-anak Indonesia pun banyak yang tidak segan-segan ikut “gemar” berbohong.

3. Negara yang memiliki seorang presiden yang berani berbohong, maka negara itu juga akan pasti dibohongi oleh negara-negara lain. Artinya, negara-negara lain tak akan mengalami kesulitan sedikit pun untuk ikut-ikutan membohongi rakyat Indonesia ketika menginginkan sesuatu di negeri ini, sebab diketahui presidennya pun pandai berbohong.

4. Jika presiden yang diberi amanah sebagai pemimpin rakyat itu menggunakan kekuasaannya untuk salah satunya membohongi rakyatnya, maka Tuhan pun pasti murka dengan memperlihatkan berbagai macam PERINGATAN. Dan jangan dikira, peringatan Tuhan yang telah terjadi itu hanya sebatas kecelakaan, musibah, atau bencana alam semata. Tidak, sekali lagi TIDAK! Misalnya, tsunami; tanah longsor; banjir; kecelakaan di darat, di laut serta di udara;   dan masih banyak lagi.

B. Dampak Secara Khusus

1. Jika punya presiden yang gampang berbohong, maka logika dan intuisi saya berkata, bahwa perbuatan tercela lainnya pun pasti bisa dengan gampang dilakukan oleh presiden (misalnya, korupsi).

2. Saya yakin, jika presiden sudah diketahui banyak berbohong, maka tentu banyak pula pejabat-pejabat lainnya di negara ini yang ikut berani berbohong.

3. Jika punya presiden yang mampu berbohong, maka Rakyat Indonesia jangan berharap Pemilu 2014 bisa menghasilkan Pemilu yang berkualitas baik. Sebab, boleh jadi dari awal tahapan-tahapan untuk Pemilu tersebut juga sudah mengandung kebohongan besar. Kalau tidak percaya, bisa dibongkar data-data KPU yang tidak becus dan berantakan itu. Dan coba desak DKPP untuk juga ikut berkata jujur bahwa sesungguhnya terindikasi parpol yang lolos hanya satu parpol saja dalam tahapan verifikasi, yakni Nasdem.

4. Jika kita tetap memiliki presiden yang pandai berbohong, maka saya yakin, orang-orang jujur atau yang benar-benar tegas sebagai tokoh-tokoh nasional arus PERGERAKAN PERUBAHAN seperti Rizal Ramli, Jokowi, Surya Paloh, Mahfud MD, Ahok, Yusril Ihza Mahendra serta lain sebagainya, dan mungkin juga orang “seperti” saya selalu diusahakan berada diposisi yang salah, bahkan dituding sebagai pihak yang berbohong.

Itulah dampaknya ketika kita saat ini memiliki seorang presiden yang gemar berbohong. Dan presiden seperti ini memang harus diakui sangat sulit ditumbangkan, meski sesungguhnya jika melihat kondisi seperti saat ini sudah sangat layak untuk dilengserkan. Sayangnya, ini sulit untuk dilakukan, karena boleh jadi lembaga-lembaga negara penting lainnya pun sudah ikut menjadi pembohong.

Dan hanya ada dua cara untuk menghentikan kebiasaan TERCELA (kebohongan) presiden itu. Yakni, pertama: Rakyat Indonesia bisa mendesak dengan upaya sekuat-kuatnya DPR dan MPR-RI untuk segera menjalankan Pasal 7A UUD 1945, yaitu: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan TERCELA maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Dan jika cara pertama tak mempan, maka apa boleh buat, lakukan saja cara kedua. Yakni silakan seluruh Rakyat Indonesia BERDOA se-khusyu’-khusyunya dan setulus-tulusnya memohon agar Tuhan saja yang menangani presiden dan para pemimpin yang gemar membohongi rakyat itu. Amin..!!!

Selamat Idul Adha 1434 H, semoga sifat-sifat dan nafsu kebinatangan kita mengalir lepas bersama mengalirnya darah-darah hewan qurban di hari Idul Adha ini. Dan semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa kita semua. Amin...!!!