Monday 6 April 2015

Semua “Barang” Jadi Bagus di Tangan Rizal Ramli

 
(AMS, Opini)
JABATAN bisa diibaratkan sebuah “barang” yang dititipkan kepada seseorang, dengan maksud agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Jika demikian, jabatan adalah sebuah amanah yang harus senantiasa dijaga dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab agar dapat memenuhi kepentingan orang banyak, bukan untuk memuaskan kepentingan kelompok tertentu saja.

Dalam melaksanakannya, jabatan sangat memerlukan penanganan keahlian, keseriusan dan kepedulian serta pengabdian tingkat tinggi. Jika tidak, maka orang dan “barang” beserta orang-orang yang terkait di dalamnya dipastikan bisa ikut jadi rusak. Olehnya itu, sebuah jabatan sesungguhnya tak bisa diberikan kepada seseorang secara sembarangan.

Pemahaman seperti inilah yang sangat disadari betul oleh Dr. Rizal Ramli. Sehingga “barang” yang telah dititipkan di tangannya semuanya jadi bagus.
 
Berikut ini adalah jabatan-jabatan yang telah ditangani Rizal Ramli, yang mampu dilaksanakannya secara baik dan juga berhasil mempersembahkan perubahan yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara ini.

I. Sebagai Kabulog (April-Agustus 2000)
Pada 15 tahun silam tepat pada hari kemarin, 3 April 2015 (3 April 2000), Rizal Ramli dilantik sebagai Kabulog. Ketika itu, Presiden Gus Dur sangat percaya, bahwa dirinya tak salah memilih Rizal Ramli untuk membenahi Bulog yang sedang mengalami banyak masalah. Sebab, Presiden Gus Dur tahu persis bahwa Rizal Ramli adalah sosok yang senantiasa berpihak kepada kepentingan rakyat.
Dan ternyata benar, dengan hanya membutuhkan waktu sekitar 4 bulan, atau dari April hingga Agustus 2000, Rizal Ramli memang mampu membenahi Bulog melalui langkah-langkah terobosan yang inovatif, yakni:

~ April-Mei 2000:
1. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, Bulog meningkatkan pembelian gabah, bukan beras. Selain itu, untuk meningkatkan harga jual beras di dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani, Bulog tidak melakukan impor beras.

2. Merubah pola subsidi, dari subsidi umum menjadi subsidi terarah (targeted subsidy) dalam penyaluran beras untuk golongan masyarakat miskin.
~ Mei 2000: Bulog meminta Ditjen Bea & Cukai untuk memasukkan impor beras oleh swasta ke dalam jalur merah sehingga manipulasi volume maupun harga dapat dikurangi.
~ Juni 2000: Bulog berhasil menyalurkan beras kembali kepada TNI/Polri dan sebagian besar PNS.

~ April-Agustus 2000:
1. Berhasil melakukan restrukturisasi di Bulog sehingga menjadi organisasi yang transparan, accountable, dan lebih profesional, sekaligus untuk mendorong regenerasi. Restrukturisasi ini melibatkan 5 jabatan eselon I (Deputi) dan 54 jabatan eselon II (Karo dan Kadolog) tanpa menimbulkan gejolak yang berarti. Dari 26 Kadolog yang ada di seluruh Indonesia, 24 di antaranya dipensiunkan atau dimutasikan dalam rangka restrukturisasi tersebut.
2. Mengubah sistem accounting Bulog menjadi Generally Accepted Accounting Practices.
3. Menghapuskan dana off-budget sehingga semua transaksi menjadi on-budget dan lebih transparan serta accountable.
4. Memulai proses restrukturisasi dalam rangka menyiapkan Bulog dari LPND ke arah Perum.

II. Ditugaskan Benahi IPTN Di saat Masih Sebagai Kabulog
Pamor PT. IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) ikut redup seiring dengan jatuhnya Soeharto dari kekuasaannya. Rapor keuangan IPTN kerap merah menyala dari tahun ke tahun, karena memang penanganannya lebih mementingkan faktor teknologinya yang wah dengan menggunakan biaya yang sudah pasti harus wah juga.

Biaya yang wah itu bisa didapatkan karena berkat kedekatannya dengan Soeharto, meski tak mendapat alokasi dana dari APBN, Habibie selalu bisa mendapat dana besar untuk menopang IPTN, termasuk menggunakan dana reboisasi, dana off budget yang amat besar di masa itu.

Sementara sisi manajemen pemasarannya dikesampingkan. Akibatnya, meski mampu membuat pesawat terbang dan helikopter, neraca keuangan IPTN selalu compang-camping dan menderita kerugian yang tak kecil.

“Rizal, coba kamu benahi IPTN karena bleeding terus,” perintah Presiden Gus Dur di ujung telepon kepada Rizal Ramli yang ketika itu juga masih sedang sibuknya membenahi Bulog. Sehingga dari perintah itulah, Rizal Ramli pun punya tugas ganda: mengurus beras dan membenahi industri pesawat terbang.

Di sini, Rizal Ramli melakukan titik balik (turn arround) dalam paradigma pengembangan IPTN, mengubahnya dari industri yang high cost menjadi industri pesawat terbang yang kompetitif di pasar internasional.

Nama IPTN diganti menjadi PT. Dirgantara Indonesia (DI). Tim manajemen puncak juga dirombak dengan menempatkan kader-kader unggulan untuk poisisi direksi PT. DI. Mereka adalah kader terbaik pilihan Habibie, bukan kader atau orang-orang Presiden Gus Dur, apalagi yang berasal dari parpol. Mereka adalah para insinyur yang sangat tahu seluk-beluk aspek teknis dan bisnis industri penerbangan dengan memiliki networking yang luas di tingkat internasional. Joesman SD ditunjuk sebagai Direktur Utama PT. DI kala itu.

Setelah membenahi jajaran direksi, diskusi dan rapat-rapat pun dilakukan secara intens. Manajemen DI pun diminta membuat blue print dan business plan yang mampu memperbaiki kinerjanya. PT. DI tidak semata-mata fokus memproduksi pesawat terbang atau helikopter, melainkan juga memproduksi spare-parts dan components guna memasok kebutuhan industri pesawat terbangterkemuka seperti Boeing.

Pembenahan menyeluruh yang melibatkan campur-tangan Rizal Ramli atas perintah Presiden Gus Dur kala itu akhirnya membuahkan hasil yang manis. PT. DI mulai menunjukkan tanda-tanda yang sehat dalam kebangkitannya.

Yakni jika pada tahun 1999 angka penjualan PT. DI hanya mencapai Rp.508 Miliar, maka pada tahun 2001 melonjak hampir tiga kali lipa hingga mencapai Rp.1,4 Triliun. Neraca keuangan PT. DI pada tahun 2001 itu juga mencatat keuntungan Rp.11 Miliar. Bandingkan dengan kerugian Rp. 75 Miliar yang diderita pada tahun 1999.

III. Sebagai Sekretaris Tim Monitoring Program Percepatan Pemulihan Ekonomi (April-Agustus 2000)
Rizal Ramli bersama Tim Monitoring Program Percepatan Pemulihan Ekonomi berhasil memunculkan sekitar 50 keputusan penting sebagai upaya memulihkan ekonomi. Tugas tim ini memang adalah membantu Presiden RI dan Kabinet dalam mempercepat proses pengambilan keputusan dalam bidang perekonomian, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peletakan landasan percepatan pemulihan ekonomi nasional.

IV. Sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Agustus 2000-Juni 2001)
Lagi-lagi Gus Dur benar-benar ingin membuktikan dan memanfaatkan jabatannya sebagai Presiden RI untuk melakukan serta mempersembahkan yang terbaik buat kemajuan sekaligus kepentingan bangsa dan negara ini.

Hal tersebut diperlihatkannya dengan menunjuk menteri-menteri yang benar-benar dinilai berkualitas tinggi, cakap serta ahli di bidangnya.

Pada 26 Agustus 2000, Rizal Ramli dilantik sebagai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian yang baru menggantikan Kwiek Kian Gie. Dan benar saja, tanpa basa-basi, Rizal Ramli pun bergegas dan langsung tancap gas.

Ia mengadakan pertemuan dengan para petinggi Bank Indonesia (BI) dan perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Gedung BI. Bertemu dengan Dubes Amerika Serikat dan mengontak para petinggi lembaga keuangan internasional.

Juga Rizal Ramli segera mengadakan rapat koordinasi dengan para menteri bidang ekonomi. Ia berharap, semua gerbong kementerian ekonomi bisa kompak dan saling mengisi, karena lokomotif siap bergerak.

Dan inilah hal-hal yang telah dilakukan Rizal Ramli sejak diberi amanah sebagai Menko Perekonomian. Meski cukup singkat, tetapi sangat padat dengan perubahan dan kinerja yang dipersembahkannya, termasuk mampu menurunkan utang luar negeri sebesar 9 Miliar Dollar AS.

~ 4 September 2000: Mencanangkan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi yang diakui dunia internasional sebagai program pemulihan ekonomi yang kredibel. 10 Program tersebut adalah:
1. Menciptakan stabilitasasi di sektor finansial
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat di pedesaan untuk memperkuat stabilitas sosial-politik
3. Memacu pengembangan usaha skala mikro dan usaha kecil menengah (UKM)
4. Meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani
5. Mengutamakan pemulihan ekonomi berlandaskan investasi daripada berlandaskan pinjaman
6. Memacu peningkatan ekspor
7. Menjalankan privatisasi bernilai tambah
8. Melaksanakan desentralisasi ekonomi dengan tetap menjaga keseimbangan fiskal
9. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam; dan
10. Mempercepat restrukturisasi perbankan.

~ September 2000: Menghadiri IMF-World Bank Annual Meeting di Praha, Republik Czeck dan melakukan serangkaian pertemuan dengan para pejabat penting, seperti Presiden Bank Dunia, Presiden IFC, Menteri Keuangan OECD, pejabat Standard & Poor’s (S&P), dan lain-lain, untuk memperkenalkan dan menjelaskan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi Indonesia. Dan pada akhir bulan September 2000, S&P menaikkan rating mata uang Indonesia dari C ke B dengan outlook “stable”.

~ 17-18 Oktober 2000: Memimpin delegasi Indonesia dalam CGI Meeting di Tokyo. Di tengah keraguan dan pesimisme banyak pihak, ditambah dengan tajamnya sorotan dunia internasional terhadap kasus Atambua, Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian berhasil menyakinkan para kreditor yang tergabung dalam CGI untuk memberikan pinjaman kepada Indonesia sebesar US$ 5,3 Miliar (US$ 4,8 Miliar dalam bentuk pinjaman lunak dan mendapatkan grant & technical assistance senilai US$ 530 Juta.

~ Oktober 2000: Sebagai bentuk dari mulai pulihnya kepercayaan investor internasional, Unocal Corporation menyatakan komitmennya guna melakukan investasi sebesar US$ 1,5 Miliar di Indonesia untuk jangka waktu investasi 5 tahun. Investasi ini akan dilakukan sampai tahun 2002 dengan fokus pada bidang minyak bumi, gas, bumi, dan sumber daya geotermal.

~ Akhir tahun 2000:
1. Ekonomi Indonesia selama tahun 2000 tumbuh sebesar 4,8% di atas perkiraan semula yang hanya 2-3% dengan budget deficit yang lebih kecil dari perkiraan semula, yaitu hanya -3,2% dari GDP (perkiraan semula adalah -4,8% dari GDP). Turn arround ekonomi Indonesia mulai terjadi pada tahun 2000.
2. Total ekspor Indonesia selama tahun 2000 mencapai US$ 62 Miliar, atau naik 27% dari ekspor Indonesia pada tahun 1999.
3. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat sebesar 1 juta tenaga kerja.
4. Perbaikan signifikan di sektor riil yang diperlihatkan dengan: a) tingkat penggunaan listrik oleh sektor industri yang meningkat sebesar 8,5% dibandingkan dengan rata-rata 5% selama krisis, meski terjadi kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang cukup tinggi, b) tingkat penjualan eceran dan tingkat penjualan sepeda motor yang merupakan cerminan dari daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 17% dan 71%, c) sektor konstruksi yang semula stagnan selama 2 tahun terakhir, mulai menunjukkan kebangkitan dengan pertumbuhan sebesar 8,3%.
5. Terjadi peningkatan pemanfaatan kapasitas terpasang di sektor industri dari sekitar 50-60% pada akhir tahun 1999 menjadi sekitar 70-80% pada akhir tahun 2000.
6. Dalam bidang perbankan, terjadi perbaikan sejumlah indikator penting seperti menguatnya struktur permodalan, menurunnya rasio non-performing loans, dan membaiknya net interest margin.

~ Januari 2001:
1. Mencanangkan 3 Program Peningkatan Produktivitas dan Kesejahteraan Petani (restrukturisasi utang petani, termasuk pemberian hair-cut, penyempurnaan distribusi pupuk, dan reformasi KUD)
2. Indonesia dan Singapura menandatangani kontrak jual-beli gas alam dari Natuna Barat senilai US$ 9,4 Miliar selama 22 tahun. Selain itu juga ditandatanganu kontrak jual-beli gas alam dari Sumatera Selatan ke Singapura senilai US$ 14 Miliar.
3. Membentuk Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur untuk merumuskan strategi dan kebijakan dalam bidang infrastruktur.

~ Januari-Mei 2001:
1. Mempercepat proses “go public” terhadap BUMN dalam rangka memenuhi target APBN 2001, terutama terhadap BUMN Indofarma dan Kimia Farma.
2. Memulai proses “go public” Bank Mandiri, yang merupakan bank BUMN terbesar di Indonesia.
~ Mei 2001: Mendorong penghapusan cross-ownership dan cross-management di industri telekomunikasi antara PT. Telkom dan PT. Indosat, sekaligus untuk menciptakan kompetisi dan mendorong kedua operator telekomunikasi nasional tersebut menjadi full service operators.
Langkah ini dinilai sebagai upaya yang tepat dan kredibel dengan mendapat tanggapan yang amat positif dari berbagai kalangan, baik domestik maupun internasional. Langkah ini juga menghasilkan Rp.4,2 Triliun sebagai penerimaan negara tanpa menjual samasekali saham Telkom maupun Indosat.

~ Juni 2001: Memimpin pre-CGI meeting di Jakarta yang merupakan forum evaluasi kinerja ekonomi tengah tahun bersama para negara donor yang tergabung dalam CGI.

V. Sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (Agustus 2000-Juni 2001)
Di samping selaku Menko Perekonomian, Dr. Rizal Ramli juga diserahi tugas sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Di bawah kepemimpinannya, KKSK telah berhasil memutuskan sekitar 140 Keputusan penting, baik yang menyangkut restrukturisasi utang maupun percepatan penjualan asset yang dikelola oleh BPPN.
Berikut kiprah Rizal Ramli sebagai Ketua KKSK:

~ Oktober 2000:
1. Memulai restrukturisasi utang dari 14.000 UKM yang memiliki nilai pinjaman < Rp.5 Miliar.
2. Menyelesaikan rekapitalisasi perbankan, termasuk rekapitalisasi Bank Bali.
~ Nopember 2000: Menyelesaikan penjualan kredit-kredit di bawah Rp.5 Miliar kepada pihak ketiga dengan total nilai Rp.871 Miliar yang terdiri dari 92.252 debitur.

~ Desember 2000:
1. Restrukturisasi bisnis dan utang PT. IPTN menjadi PT. Dirgantara Indonesia (DI) sehingga lebih giat dan bersemangat secara bisnis dan finansial. Akibat langkah-langkah tersebut, PT. DI mampu meningkatkan penjualan dari Rp.508 Miliar pada tahun 1999 menjadi Rp. 1,4 Triliun pada tahun 2001. Kerugian yang diderita sebesar Rp.75 Miliar pada tahun 1999 berubah menjadi keuntungan sebesar Rp. 11 Miliar.
2. KKSK berhasil menekan pihak Marubeni sebagai kreditor Chandra Asri untuk menurunkan tingkat suku bunga pinjaman dan memperpanjang jangka waktu pengembalian pinjaman dari 12 tahun menjadi 15 tahun.
3. KKSK menyetujui penjualan saham Indocement kepada Heidelberger Zement.
4. Penjualan asset tahun 2000 mencapai Rp.20,71 Triliun melebihi target yang hanya sebesar Rp.18,9 Triliun. Sementara itu restrukturisasi utang di bawah payung Prakarsa Jakarta berhasil mencapai US$ 9,8 Miliar atau di atas target sebesar US$ 8 Miliar.

~ Januari 2001: KKSK mempercepat proses negosiasi restrukturisasi utang yang melibatkan sejumlah bisnis skala besar

~ Januari-Februari 2001: KKSK menyetujui “Corporate Restructuring Guidelines” yang baru yang dinilai banyak pihak sebagai kebijakan yang kredibel dan dinilai mampu mempercepat proses restrukturisasi utang yang dikelola BPPN.

~ April 2001: Melakukan restrukturisasi sektor Real Estate Indonesia yang memiliki kredit macet di BPPN. Hampir seluruh perusahaan besar Real Estate Indonesia memiliki kredit macet yang besar di bank-bank nasional pasca krisis 1998 dan yang kemudian diserahkan ke BPPN.

KKSK melakukan restrukturisasi dengan memperpanjang tenor pinjaman dan memberikan discount pembayaran bunga. Akibat restrukturisasi tersebut, sektor real estate bisa bangkit kembali dan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi tahun 2003-2004.

VI. Sebagai Ketua Tim Keppres 133 (Agustus 2000-Juni 2001)
Selaku Menko Perekonomian, Dr. Rizal Ramli juga diberi amanah sebagai Ketua Tim Keppres 133 yang bertugas menyelesaikan restrukturisasi PT. PLN dan renegosiasi kontrak-kontrak pembelian listrik swasta (IPP) bersama-sama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Berikut kinerjanya:

~ Agustus 2000-Juni 2001: Menyelesaikan 16 dari 27 kasus renegosiasi kontrak pembelian listrik swasta (Independent Power Producers/IPP). Kontrak penjualan listrik swasta yang dibuat pada masa Orde Baru itu penuh dengan KKN dan mark-up. Akibatnya, berbagai kontrak itu membebani PLN sebesar US$ 80 Miliar.

Renegosiasi ditekankan pada penurunan tarif penjualan mereka ke PLN, dari sekitar US$ 7-9 cent per kWh menjadi hanya US$ 4 cent. Melalui negosiasi yang alot dan sejumlah terobosan akhirnya beban PLN turun menjadi US$ 35 Miliar.

~ Januari-Mei 2001: Melakukan revaluasi aset sekaligus menetapkan kebijakan deffered tax payment, dalam upaya memperbaiki posisi keuangan PLN sehingga menjadi lebih sehat dan kembali memiliki akses kepada perbankan dan pasar obligasi.

Dengan langkah-langkah tersebut, aset PLN meningkat dari Rp.52 Triliun menjadi Rp.202 Triliun, dan modalnya meningkat dari –Rp.9,1 Triliun menjadi + 119,4 Triliun, dengan struktur aset dan modal kuat tersebut PLN memiliki akses untuk mendapatkan modal kerja dari perbankan maupun dari pasar obligasi. Di samping itu, PLN juga diminta untuk mengurangi kerugian transmisi (transmission loss) yang saat itu sangat tinggi, sekitar 16%.

VII. Sebagai Menteri Keuangan (Juni-Juli 2001)
Dr. Rizal Ramli harus diberi tugas secara fokus sebagai Menteri Keuangan salah satunya karena Presiden Gus Dur tak punya orang pilihan lain yang bisa dipercaya untuk dapat membenahi kondisi managemen di kementerian keuangan. Pada 13 Juni 2001, Dr. Rizal Ramli pun dilantik menjadi Menteri Keuangan.

Meski sangat singkat, namun Rizal Ramli mampu memperlihatkan kinerja yang amat memuaskan. Sayangnya, Presiden Gus Dur akhirnya ditumbangkan oleh pergesekan politik dan pergolakan yang membabi-buta dari kalangan politisi secara tidak sehat.

~ Juni-Juli 2001:
1. Sebagai Menteri Keuangan, Rizal Ramli berhasil menyelesaikan pembahasan mengenai revisi APBN 2001 dengan DPR. Proses pembahasan budget ini merupakan pembahasan tercepat dalam sejarah Indonesia, hanya memerlukan waktu 3 hari, yakni 13-16 Juni 2001.
2. Meningkatkan target-target internal dari direktorat-direktorat jenderal yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan, sebesar 10-20%. Peningkatan target-target internal tersebut terutama dari segi penerimaan, seperti pada Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, Ditjen Pembinaan BUMN, dan BPPN.
3. Menyelesaikan pembahasan mengenai Undang-undang Perhitungan Anggaran Negara 1999/2000.
4. Memulai pembahasan RUU mengenai Badan Peradilan Pajak.
5. Berhasil menyelamatkan Bank Internasional Indonesia (BII) dari “pendarahan” (bleeding) dan rush yang melilit tanpa mengeluarkan biaya dari negara.

VIII. Sebagai Komisaris Utama PT. Semen Gresik Tbk (September 2006-2008)
Begitu diangkat menjadi Komisaris Utama PT. Semen Gresik (SG) Tbk, Dr. Rizal Ramli langsung bergerak cepat. Sebagai wakil pemegang saham pemerintah di PT SG, bisa saja Rizal Ramli sekadar duduk manis dan menyerahkan beban tugas dan operasional perusahaan kepada direksi.

Tapi, itu tak ingin dilakukannya. Sebab selama ini, di mana pun Rizal Ramli ditempatkan, ia selalu ingin meninggalkan jejak yang baik. Ia bertekad tak ingin menjadi komisaris asal-asalan, ia ingin memberikan kontribusi dan nilai tambah demi kemajuan PT SG. Apalagi memang, sudah menjadi kebiasaan Rizal Ramli, tangannya selalu gatal untuk melakukan perbaikan dalam tempo cepat.

Bergerak cepat dan dalam tempo yang cepat pula sudah dibuktikannya ketika membenahi Bulog dalam tempo enam bulan. Juga, membereskan sekian banyak agenda yang amat berat dan rumit ketika diberi amanah sebagai Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan.

Sehingga ketika diminta menjadi Komisaris Utama PT SG, Rizal Ramli pun tentunya tak kaku lagi harus mulai dari mana untuk melakukan pembenahan dan memajukan PT. SG agar menjadi salah satu BUMN terbaik di Indonesia.

Kondisi awal PT. SG ketika Rizal Ramli diberi tugas sebagai Komisaris Utama cukup memprihatinkan. Yakni sebagai produsen semen terbesar di Indonesia, nilai perusahaan (entreprise value) PT SG cuma sekitar US$ 100/ton. Ini kalah jauh oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP), yang enterprise valuenya mencapai US$ 150/ton. Bahkan, dibandingkan dengan PT Holcim pun, enterprise value PT SG masih kalah. Enterprise value Holcim mencapai US$ 130/ton. Padahal, kapasitas produksi Holcim jauh lebih kecil ketimbang PT SG, dan perusahaan itu mengidap beban utang yang berat.

Maka Rizal Ramli pun menempuh langkah-langkah pembenahan. Pertama, memangkas biaya transportasi dan distribusi. Komponen biaya transportasi dan distribusi tergolong besar dalam industri semen. Karena itu, sebagai Komisaris Utama, Rizal Ramli meminta direksi PT SG memangkas biaya distribusi dari sekitar 30% menjadi 20% saja.

Kedua, penurunan biaya energi yang porsinya 44% dari total biaya. “Komisaris minta direksi membentuk task force yang khusus mencari alternatif langkah yang bisa dilakukan agar biaya energi ini bisa dipangkas dari 44% menjadi di bawah 30%,” kata Rizal ketika itu.

Ketiga, meningkatkan kapasitas produksi lewat optimalisasi operasional. Sebab, masih ada pabrik-pabrik yang belum beroperasi secara optimal, yaitu kurang dari 300 hari per tahun. Dan yang tak kalah pentingnya adalah menjadikan PT SG Group sebagai sebuah perusahaan yang terkonsolidasi dan terintegrasi. Jadi, kelak diharapkan SG Group akan tampil sebagai sebuah perusahaan semen dengan tiga merek: Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa.

Rizal Ramli meminta Direksi untuk mengambil inisiatif supaya terjadi integrasi, baik secara struktur organisasi, finansial, legal, maupun fisik. Manfaat dari integrasi ini, menurut Rizal Ramli, adalah untuk menghindari overlapping, sehingga akan tercipta efisiensi dalam marketing, distribusi, dan sebagainya.

Dalam menjalankan tugasnya, Rizal Ramli memandang sebagai komisaris bukan lagi jabatan proforma yang penuh privellege, melainkan jabatan kunci guna menggariskan arah dan kebijakan strategis perusahaan yang mesti dijabarkan oleh manajemen. Dan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Buktinya, ketika Direksi PT SG mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2007, terjadi proses bolak-balik lebih dari 20 kali. Intinya, komisaris menghendaki agar dalam RKAP 2007 itu tercermin upaya perbaikan kinerja yang signifikan.

“Saya menghendaki kinerja PT SG meningkat pesat. Karena itu, target-target yang rendah harus direvisi,” kata Rizal.

Apa boleh buat. Jika tadinya proses persetujuan RKAP di PT SG biasanya berlangsung cepat, kali ini terpaksa mesti mondar-mandir antara direksi dan komisaris. Maklum, Rizal Ramli tidak mau begitu saja membubuhkan tandatangan tanda persetujuan. Semua angka dipelototi secara seksama.

Kalau direksi menetapkan target peningkatan kinerja berdasarkan pengalaman historis masa lalu, dan angka-angka peningkatannya sangat moderat, Rizal Ramli justru menghendaki peningkatan kinerja yang tinggi.

Menurutnya, peningkatan kinerja itu bisa didorong oleh tiga faktor utama. Pertama, program penurunan biaya yang signifikan. Kedua, peningkatan efisiensi operasional lewat peningkatan hari kerja pabrik-pabrik yang masih rendah.

Semua harus dipacu menjadi di atas 300 hari kerja, mengikuti standar industri semen internasional di mana hari kerja pabrik bisa mencapai 340 hari. Sedangkan sisanya 20 hari lagi dipakai untuk perawatan dan perbaikan mesin-mesin.

Ketiga, peningkatan yield/ton marketing lewat integrasi dan konsolidasi grup perusahaan. Jadi, perang harga dan persaingan pemasaran antar anak-anak perusahaan sama sekali tidak dibenarkan. Yang ingin dicapai adalah sebuah perusahaan dengan tiga brand semen yang diterima konsumen.

Kerja keras dan sikap “keras” Rizal Ramli berbuah manis. Semen Gresik pun mampu tampil sebagai salah satu BUMN terbaik, dengan menempati peringkat ke-7. Padahal, sebelumnya PT SG selalu tercecer di luar 20 besar.

Laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) naik dari Rp. 2,3 Triliun menjadi Rp 2,8 Triliun. Laba bersih tahun 2007 juga melonjak 37%dari Rp 1,3 (pada tahun 2006 ) triliun menjadi Rp 1,8 Triliun. Dan inilah kinerja terbaik sepanjang sejarah berdirinya PT Semen Gresik. 

Dengan kinerja yang cemerlang itu, tak aneh jika berbagai penghargaan jatuh ke pelukan PT Semen Gresik pada tahun 2007, berupa dua penghargaan dari Finance Asia Magazine; memperoleh Top Brand Award 2007 versi Majalah Marketing, meraih tiga penghargaan internasional pada International Convention on Quality Control Cycle (ICQCC), yaitu Excellent Award, Gold Award & Countryy’s Best Award, di Beijing, China; meraih empat medali emas pada Indonesian Quality Convention 2007 di Bogor dan Semarang; serta penghargaan Best BUMN 2007 kategori industri semen dan pupuk dari Majalah Investor.

Serangkaian pernghargaan itu merupakan pengakuan akan kinerjaPT Semen Gresik yang amat positif. Memasuki tahun 2008, program peningkatan efisiensi dan produktivitas terus digenjot. Hasilnya, angka penjualan produk Semen Gresik meningkat 12,1%, dari 6,5 juta ton pada periode Januari-Mei 2007, menjadi 7,3 juta ton pada periode yang sama tahun 2008 ini.

Sementara, angka pendapatan juga meningkat 22% dari Rp.2,1 Triliun (Januari-Maret 2007) menjadi Rp 2,56 triliun (Januari-Maret 2008).

Laba bersih melonjak 36% dari Rp 330 Miliar menjadi Rp 515 Miliar. Pada bulan Mei 2008, Semen Gresik mencapai kinerja terbaik sepanjang sejarah. Dengan penjualan Rp 1,53 Triliun, Semen Gresik mencetak laba usaha Rp 322 Miliar, atau meningkat 51% dibandingkan laba usaha bulan Mei 2007.

Sementara EBITDA juga mencapai Rp.335 Miliar, atau naik 42% dibandingkan EBITDA Mei tahun 2007 yang besarnya 235 Miliar.

Dari segi enterprise value juga membanggakan. Jika tadinya PT SG Group berada di bawah industri semen pesaingnya, kini posisinya sudah berada di urutan pertama.

Pada bulan Juni 2007, misalnya, valuasi terhadap enterprise value PT SG meningkat drastis dari sekitar US$ 100/ton menjadi US$ 186/ton. Sudah melempaui enterprise value para pesaingnya.

Kehadiran dan peran Rizal Ramli sebagai Komisaris Utama memang membawa angin segar bagi perubahan arah dan perbaikan kinerja PT SG. Padahal, industri semen merupakan old industry (industri tua), sehingga takbanyak tersedia ruang untuk melakukan perbaikan dibandingkan dengan industri baru yang sedang tumbuh (new industry).

Peningkatan enterprise value ini tak lepas dari sosok dan kredibilitas Rizal Ramli serta dukungan kuat dari anggota Komisaris lain, Dewan Direksi dan para karyawan. Biasanya, para investor selalu mendiskon cukup besar dalam valuasi terhadap sebuah BUMN (BUMN discount). Maklum, citra BUMN hingga kini masih amat lekat dengan label tidak efisien, salah urus, dan sederet citra negatif lainnya, sehingga membentuk persepsi yang miring terhadap BUMN.

Nah, kehadiran Rizal Ramli di PT SG ketika itu benar-benar mampu membalikkan persepsi itu, sehingga menjadi berkonotasi positif. Akibatnya, PT SG pun mendapat penilaian premium dibandingkan dengan industri sejenis.

Karena ketika itu PT SG belum pernah di-rating, dan mengingat kinerja PT SG yang bagus sepanjang 2007, maka komisaris pun meminta agar direksi mengundang lembaga rating internasional untuk me-rating PT SG.

Hasilnya, berdasarkan penilaian Moodys, per Oktober 2007, rating PT SGBa2 dengan prospek stabil. Rating itu dua tingkat di atas peringkat rating Republik Indonesia. Padahal, mayoritas perusahaan di Indonesia pada umumnya tidak ada yang mampu menyamai rating Republik Indonesia.

Hanya ada dua perusahaan Indonesia yang memiliki rating setara dengan PT SG, yakni PT Telkomsel dan Indosat. Dan itu mudah dipahami mengingat industry seluler dan telekomunikasi merupakan industri yang memang sedang tumbuh, sehingga bisa menjadi mesin uang. Yang tak kalah pentingnya, di Telkomsel dan Indosat juga terdapat kepemilikan pemerintah Singapura lewat Temasek dan STT.

Tidak sia-sia pemerintah menempatkan Rizal Ramli sebagai Komisaris Utama PT SG. Sebab, kehadirannya mampu membawa perubahan yang amat nyata bagi perbaikan kinerja PT SG.

Hal itu juga menunjukkan, bahwa dimanapun Rizal Ramli ditempatkan, dia selalu punya energi untuk melakukan terobosan guna memperbaiki kondisi lingkungan kerjanya. Termasuk kini sebagai Komisaris Utama di PT. Bank Negara Indonesia.