Friday, 18 July 2014

Tak Cemas, Siapapun Jadi Presiden yang Penting Para Menterinya Diisi oleh Ahlinya

(AMS, Artikel)
BISA dipastikan, para Tim Sukses (Timses) dan seluruh pendukung fanatik kedua pasangan capres Pemilu Presiden (Pilpres) saat ini sedang sangat diliputi kecemasan tingkat tinggi.

Saking cemasnya, sampai-sampai kedua kubu langsung membangun opini dan bergegas mendeklarasikan diri sebagai pihak pemenang Pilpres sesuai hasil quick-count yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga survei, beberapa saat sesudah pencoblosan usai, Rabu (9 Juli 2014).

Tak tanggung-tanggung, quick-count tersebut langsung dipublikasikan di berbagai media massa, terutama di sejumlah stasiun TV.


Lucunya, sejumlah stasiun TV tersebut saling menyajikan hasil quick-count dari lembaga-lembaga survei yang disinyalir juga “berasal” dari masing-masing kubu, sehingga sangat wajar jika angka-angkanya pun sangat berbeda.

Memang, sebagian masyarakat mengaku sangat bingung dengan perbedaan hasil quick-count yang disiarkan oleh para stasiun TV tersebut, namun masyarakat di lapisan tertentu sudah maklum dengan “sikap” sejumlah stasiun TV dan juga “ulah” dari para lembaga survei tersebut yang seakan memang sengaja diposisikan oleh kedua kubu sebagai “bumper” dalam menangkal berbagai “serangan” lawan, dan juga untuk menggulirkan pandangan-pandangan sepihak.

Sehingga tak usah heran, mengapa sejumlah media TV dan para lembaga survei di kedua kubu itu kini saling memberikan dan menyajikan keterangan serta informasi yang sangat berbeda.

Anehnya, meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyatakan bahwa hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilpres baru akan diumumkan pada Selasa (22 Juli 2014), namun para timses beserta para pendukung fanatik di kedua pasangan Capres masih juga tetap “ngotot” mengklaim diri masing-masing sebagai pihak pemenangnya.

Sekali lagi itulah bentuk kecemasan yang sangat tinggi, dan itu sekaligus tanda bahwa kedua kubu sesungguhnya tidaklah siap untuk kalah. Dan dari sini, ujung-ujungnya bisa ditebak, bahwa kedua capres seakan cuma berburu kekuasaan dan nampak hanya lebih mengutamakan kepentingan kelompok masing-masing. Sebab kedua capres seakan tak rela jika pasangan capres lain yang nantinya ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU.

Di mata dan di benak mereka seolah-olah akan terjadi kiamat apabila capres lawan yang berhasil keluar sebagai pemenang Pilpres.

Padahal, jika memang kita sepakat memandang pelaksanaan Pemilu adalah sebagai upaya dan momen yang sangat mendasar untuk memulai pembenahan baru terhadap kondisi bangsa dalam suasana pemerintahan yang baru pula, maka kecemasan berlebihan seperti itu sesungguhnya tak perlu dimunculkan. Sebab bukankah kita memiliki tujuan yang satu dan sama terhadap negara ini? Yakni membangun serta memajukan bangsa dan menyejahterakan rakyat Indonesia.

Olehnya itu, siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, sesungguhnya tak perlu dicemaskan. Sebab kelak yang lebih banyak bertindak sebagai ujung tombak adalah para menteri.

Sehingganya, pembahasan yang juga tak kalah pentingnya untuk dapat dijadikan kecemasan sekaligus perhatian khusus di saat ini adalah bagaimana mencari tahu keseriusan para capres: “Apakah nanti jika terpilih bisa benar-benar memunculkan orang-orang tepat untuk ditempatkan sebagai menteri sesuai keahliannya?”

Pertanyaan seperti ini nampaknya seakan sengaja diabaikan karena biasanya dipandang sebagai hal yang enteng. Tetapi jangan lupa, bahwa hal seperti ini (menempatkan menteri yang bukan ahlinya) adalah justru akan lebih banyak menimbulkan masalah dalam perjalanan sebuah pemerintahan kepala negara.

Ada statement menarik yang pernah dilontarkan oleh mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli. Dalam sebuah wawancaranya di salah satu stasiun TV, ia menyatakan, bahwa untuk menjadi seorang presiden tak perlu menjadi (berasal dari kalangan) ekonom. Yang penting, katanya, bisa mengerti dasar-dasar ekonomi bangsa, setelah itu serahkan (sepenuhnya) kepada ahlinya.

Pernyataan Rizal Ramli yang juga selaku ekonom senior itu setidaknya dapat dijadikan sebuah pandangan, bahwa kesuksesan dan kegagalan seorang presiden dan wakil presiden salah satunya sangat dipengaruhi oleh peran dan kemampuan seluruh menterinya sesuai bidangnya masing-masing.

Dan inilah sesungguhnya yang menjadi kecemasan bagi rakyat Indonesia. Artinya, betapa rakyat tidaklah ingin mempersoalkan siapa yang nantinya terpilih menjadi presiden dan wakil presiden. Sebab, rakyat lebih sangat mencemaskan apabila para menteri kelak tidak bisa berbuat banyak dalam menyukseskan program pembangunan yang digulirkan oleh presiden dan wakil presiden karena tak sesuai dengan keahliannya.

Dan kiranya inilah sekaligus yang membedakan mana kecemasan yang dirasakan oleh para elit (timses termasuk pendukung fanatik), dan kecemasan seperti apa yang dirasakan oleh rakyat. Atau dengan kata lain, tentulah kita semua bisa membedakan, mana kecemasan para elit, dan mana kecemasan rakyat.