(AMS, opini)
HARI ini, Rabu (9 April 2014), beberapa jam lagi Rakyat Indonesia yang telah memiliki hak pilih “diundang” untuk ke TPS terdekat di wilayah masing-masing.
Namun dari warga negara yang telah mendapat undangan tersebut, belum tentu akan menggunakan hak pilihnya, alias Golput (Golongan Putih) karena berbagai alasan. Alasannya mungkin sama kuatnya dengan alasan KPU dan pihak parpol yang berusaha agar warga negara tidak Golput sehingga Pemilu bisa dikatakan sukses.
Karena telah digaji, maka mungkin inilah salah satu alasan mengapa KPU sangat ngotot meminta kepada warga untuk tidak Golput dan agar Pemilu bisa dikatakan sukses. Begitu pun dengan parpol yang memang punya kepentingan besar dalam ajang perebutan kekuasaan yang dilakukan sekali dalam lima tahun tersebut.
Tapi adakah KPU dan pihak parpol menyadari mengapa warga negara dari setiap Pemilu belakangan ini makin meningkat jumlahnya sebagai Golput? Bahkan diprediksi kuat pada Pemilu 2014 ini Golput justru akan memenangkan perolehan suara. Mengapa?
Kita tak perlu menjawabnya terlalu panjang. Sebab, rakyat sendiri tentu banyak sudah yang merasakan dan menyaksikan, bahwa betapa selama ini kondisi bangsa dan negara sudah sangat terpuruk akibat ulah busuk sebagian besar elit parpol, baik yang ada di dewan maupun di pemerintahan.
Korupsi merajalela; memberi keleluasaan asing dalam menguasai kekayaan alam kita; hasil-hasil pertanian kebutuhan pangan rakyat nyaris seluruhnya ternyata adalah hasil impor; menambah utang negara dan defisit APBN, adalah merupakan sejumlah kondisi Indonesia terkini yang timbul sebagai akibat dari “kegemaran” parpol penguasa beserta koalisinya yang kini kembali ikut dalam Pemilu 2014. Inilah alasan pertama mengapa warga lebih tertarik untuk Golput.
Yang kedua, sebagaimana diketahui bersama, bahwa Pemilu ini terlebih dahulu diawali dengan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg). Namun anehnya, yang ramai dibicarakan dan dibahas sejak dulu baik di dunia nyata maupun di dunia maya bukan para Caleg, melainkan gontok-gontokan memunculkan sosok Capres dari parpol masing-masing.
Dan itu adalah salah satu bukti, bahwa sesungguhnya maksud utama para caleg dimunculkan nampaknya lebih hanya kepada upaya untuk memenuhi dan mencapai “nafsu” kekuasaan parpolnya masing-masing, bukan untuk kepentingan rakyat. Makanya jangan heran banyak caleg yang berasal dari artis ganteng dan cantik, atau sejumlah tokoh masyarakat yang dinilai punya pengaruh luas.
Namun hal yang mendasar mengapa warga negara cenderung lebih banyak untuk Golput adalah karena sudah jenuh dengan perilaku elit parpol yang memuakkan dan “menjijikkan”. Kebanyakan mereka menjadi Caleg karena hanya ingin mendapatkan mata pencaharian yang besar. Namun ketika sudah digaji tinggi oleh negara, mereka malah merampok dan melahap uang rakyat pula. Dan kondisi inilah salah satunya yang belum dibenahi oleh para parpol.
Warga negara banyak memilih untuk Golput karena sampai detik ini mereka juga belum melihat adanya parpol yang yang bisa dipercaya, semuanya sama, yakni sama-sama hanya membutuhkan rakyat, memuja rakyat, menyanjung rakyat, mencintai rakyat, memberi uang ke rakyat hanya pada saat kampanye karena berharap kemenangan untuk kekuasaan dan memperkaya kelompok masing-masing. Sesudahnya, rakyat diabaikan, dibiarkan susah, bahkan ditindas.
Ketika Pemilu sudah berlalu, teriakan dan jeritan serta tangisan rakyat dianggap angin lalu. Rakyat sangat sulit memohon dan bahkan tak mampu untuk “melawan” ketika sejumlah parpol sudah menguasai tahta kekuasaan. Olehnya itu, pada Pemilu Pileg ini, diprediksi kuat sangat banyak rakyat yang akan menjadi Golput sebagai bentuk “perlawanan” sekaligus penolakan terhadap para parpol korup yang tidak amanah.
Golput nampaknya bisa tampil sebagai pemenang pada Pemilu Pileg, dan ini bisa sangat “positif” jika memang terwujud, yakni untuk perubahan mendasar. Artinya, ketika pada Pileg angka Golput jumlahnya sangat banyak, maka di saat itu para parpol sudah pasti merasa terpukul, yang selanjutnya akan harus sangat hati-hati menetapkan pasangan Capres untuk dimajukan pada Pilpres.
Jika parpol tidak mempertimbangkan “kemenangan” Golput pada Pileg, dan hanya mengikuti selera sendiri, yakni dengan seenaknya menetapkan pasangan capres menurut keinginan sendiri atas dasar popularitas (bukan pada kapabelitas/keahlian, intelektual), atau menunjuk pasangan Capres yang tak mampu menyelesaikan masalah-masalah negara tetapi tetap dipaksakan karena mungkin bisa diatur-atur nantinya (sebagai boneka), maka kesuksesan Pemilu (Pileg dan Pilpres) kali ini sangat memungkinkan terancam dimenangkan secara total oleh Golput, alias hasil Pemilu tidak berkualitas. Kalau sudah begitu, maka negara ini hanya berjalan bagai kendaraan di atas roda yang sangat kempis. Semoga tidaklah demikian.
Dan untuk menghindari hal tersebut, maka parpol apa pun yang dinyatakan menang dalam Pileg kali ini, hendaknya dapat mengajukan Capres dan Cawapres yang benar-benar dinilai bisa mengatasi masalah, bukan justru menjadi masalah dan pembuat masalah di kemudian hari bagi bangsa dan negara ini. Dan inilah sesungguhnya yang sangat didambakan oleh kaum Golputers agar tidak lagi menjadi Golput pada Pilpres 2014. Buktikan!!!