Saturday, 22 June 2013

Kisah Rizal Ramli Tentang BBM: Menentang, Malah Dipecat

(AMS, opini)
RIZAL RAMLI adalah sosok anak bangsa yang tak pernah diam membisu ketika menyaksikan “perlakuan” pemerintah yang “tak pantas” terhadap rakyat di Bumi Pertiwi ini.

Tumbuh sebagai bocah yatim-piatu, membuat Rizal Ramli telah terbiasa merasakan pahit getirnya mengarungi kehidupan yang amat keras. Sehingga, perjuangan bagi Rizal Ramli bukan hanya sebatas kata, tetapi telah menyatu bagai roh di dalam tubuhnya sejak dahulu, yang mampu menggerakan sendi-sendi perlawanan apabila kepentingan dan hak-hak rakyat coba “dirampas” oleh pemerintah atau penguasa yang dzalim dan serakah.


Sehingga keliru, jika ada yang menilai Rizal Ramli melakukan kritikan dan gerakan perlawanan saat ini karena ingin mendapatkan posisi sebagai pejabat negara atau dan lain sebagainya. Rizal Ramli bukan tipe aktivis yang gila jabatan, dan ia bukan tipe penjilat. Rizal Ramli adalah seorang Tokoh Nasional sekaligus aktivis sejati yang selalu siap tampil di barisan terdepan membela kepentingan rakyat.

Sebab, Rizal Ramli melakukan perlawanan dan kritikan keras kepada pemerintah yang tak peduli dengan keinginan rakyatnya tersebut, bukanlah hanya diperlihatkan pada saat ini saja, tetapi sudah dilakukannya sejak masih berstatus sebagai mahasiswa di ITB.

Kala itu, Rizal Ramli dengan keras dan tegas menentang dan menolak Soeharto untuk kembali sebagai Presiden tahun 1978, baik melalui demo maupun dengan menyusun “Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB”.

Dari perlawanannya inilah, membuat Rizal Ramli dipaksa mendekam dalam penjara di bilik yang pernah dihuni oleh Sang Proklamator Soekarno, di Sukamiskin, Bandung, selama satu setengah tahun. “Tentu saja pemerintah Orde Baru menganggap Rizal Ramli adalah orang yang paling berbahaya dan bisa menghambat tumbuhnya kekuasaan otoriter Soeharto.

Jadi sekali lagi, bukan hanya pada saat-saat sekarang ini saja Rizal Ramli melakukan perlawanan dan kritikan tajam terhadap pemerintahan yang dinilai tidak pro-rakyat, tetapi itu sudah dilakukannya sejak dahulu.

Dan ia memperjuangkan suara dan hak-hak rakyat kecil, bukan karena ingin mendapat posisi penting dan strategis di pemerintahan dan sebagainya. Sebab dulu saja ia sudah berani dan rela mengorbankan dirinya dengan di penjara demi menunaikan perjuangannya untuk rakyat.

Hanya saja ketika kritikannya muncul di saat-saat mendekati moment pemilu, pihak-pihak tertentu menghubung-hubungkannya dengan ambisi. Padahal, justru Rizal Ramli melakukan kritik yang lebih tajam di saat mendekati Pemilu adalah hanya sebagai pengingat kepada publik. Juga karena memang di saat bersamaan pemerintah memang sedang ingin mengeluarkan kebijakan yang tak pro-rakyat. Jadi momentnya cuma kebetulan saja bersamaan.

Misalnya, sebuah moment kebijakan pemerintah yang ngotot ingin menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di saat mendekati Pemilu, sudah pasti akan membuat Rizal Ramli harus memunculkan kritikan sekaligus penolakan karena memang diyakini kebijakan seperti itu hanya membuat rakyat bertambah susah.

Misalnya, di tahun 2008, boleh jadi karena pandangan kritis dan kritikan tajam yang dilontarkan Rizal Ramli yang menuntut agar harga BBM tidak dinaikkan membuat pemerintah SBY-JK saat itu merasa gerah, galau dan panik. Terlebih karna ketika itu Rizal Ramli sempat ikut demo dan berada di barisan paling depan bersama 10.000-an aktivis dan mahasiswa bersama rakyat di depan Istana Negara.

Menanggapi hal ini, Rizal Ramli memang mengakui dirinya selalu tergerak bersama rakyat untuk menolak semua kebijakan pemerintah yang dinilai justru hanya memperkaya kelompok tertentu dan menyengsarakan rakyat kecil.

Rizal Ramli bahkan mengaku pernah (tahun 2008) menantang dan mengajak Presiden SBY untuk berdebat secara terbuka mempersoalkan kenaikan harga BBM. “Kalau perlu ajak sekalian seluruh menteri ekonominya, kita diskusikan cara-cara alternatif tanpa perlu menaikkan harga BBM itu,” ujar Rizal Ramli.

Tetapi ajakan dan tawaran diskusi itu tak kunjung terjadi. Malah yang terjadi adalah pencopotan dan pemecatan dirinya dari posisi Presiden Komisaris PT. Semen Gresik melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT. Semen Gresik, 27 Juni 2008 silam. Padahal ketika itu kinerja PT. Semen Gresik sedang berada di puncak, bahkan mencatat kinerja terbaik sepanjang sejarah.

Dan kini, Rizal Ramli kembali menentang dan menolak kenaikan harga BBM karena lagi-lagi dianggap hanya menambah kesulitan ekonomi rakyat kecil. Meski itu diikuti dengan pemberian BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat).

BLSM sendiri adalah pengganti istilah dari BLT (Bantuan Langsung Tunai). Namun logika politik tentu saja mengarah bahwa, kenaikan harga BBM dan pemberian BLSM adalah bagian dari cara-cara “licik” yang dilakukan oleh partai penguasa beserta koalisinya agar tetap kokoh bertahan dalam lingkaran kekuasaan. Sebab, naiknya harga BBM selain bisa tambah memperkaya para mafia migas, juga akan menambah isi pundi-pundi penguasa agar dapat memperoleh cost-politic memadai pada pemilu 2014. Sementara BLSM boleh jadi hanyalah “money-politic’ terselubung agar rakyat tetap memilih partai penguasa saat ini. Jika hal ini benar, maka BLSM bisa menjadi Beli Langsung Suara Masyarakat.

“Jika harga BBM tetap naik, maka tentu saja seluruh harga barang-barang ikut naik, sehingga diyakini subsidi atau bantuan BLSM tak punya nilai tambah apa-apa buat rakyat,” lontar Rizal Ramli.>ams