Saturday 1 September 2012

“Pelecehan dan Penindasan” Terhadap Bahasa Indonesia Banyak Terjadi di Jejaring Sosial

(AMS, opini)
SILAKAN dilihat dan diperhatikan sendiri penulisan status di sejumlah jejaring sosial, seperti di Facebook, Twitter, BlackBerry Messenger (BBM) dan lain sebagainya. Begitu banyak anggota di jejaring tersebut yang menulis status mereka dengan menggunakan bahasa penulisan (bukan bahasa lisan) yang sangat jauh melenceng dari kaidah-kaidah ejaan yang disempurnakan. Dan sungguh, pelecehan terhadap Bahasa Indonesia secara tulisan banyak dipertontonkan dan dipamerkan di jejaring tersebut.


Terus terang saya merasa miris, ketika membaca status di jejaring sosial dari banyak orang yang berasal dari sejumlah profesi, seperti guru maupun dosen, aparat, pengacara, hingga kepada para pelajar, dan bahkan sejumlah wartawan, yang tidak mencerminkan identitas dan jati diri sebagai “pemilik” Bahasa Indonesia. Dan semoga hal ini tidak terjadi pada para kompasianer.

Tak peduli siapa yang memulai cara keliru penulisan Bahasa Indonesia di jejaring sosial tersebut, yang jelas hal itu dapat dinilai sebagai bentuk proses “penindasan” terhadap Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak, ada jutaan orang menulis status di jejaring sosial, seperti di Facebook, menggunakan ejaan keliru yang tidak ditemui di dalam kamus Bahasa Indonesia. Seperti, “Gw kesel banged, dy gk spt dl lg”. Maksud dari status tersebut adalah, “Aku (gue) kesal banget, dia tak seperti dulu lagi”.

Dari sekian banyak status seperti itu, jika terus dibiasakan dan dibiarkan, maka tentu pada suatu saat nanti akan menjadi “tradisi” yang sulit untuk dihilangkan. Sekaligus di saat bersamaan, tentu dengan sendirinya Bahasa Indonesia akan mengalami “kepunahan”. Bagaimana tidak, sekali lagi, dipastikan ada jutaan orang yang tiap harinya menulis status dan berkomunikasi dua arah di jejaring sosial dengan menggunakan bahasa penulisan, seakan telah “sepakat” untuk memakai bahasa versi sendiri alias bahasa gaul, yang sebagian besar kalimat-kalimatnya tidak dapat ditemui dalam aturan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kalau dengan alasan agar dapat menghemat penulisan huruf sehingga harus disingkat, mungkin itu tidaklah masalah. Tetapi bagaimana dengan kata yang hurufnya sudah disingkat, lalu penulisannya pun keliru, dan dianggap itu lazim dipakai? Misalnya, kata: “dy, qm, aq, qt, hidupq” maksudnya: “dia, kamu, aku, kita, hidupku”.

Penulisan seperti itu, tentunya akan menghilangkan karakter asli Bahasa Indonesia, dan tanpa disadari akan berakibat buruk dalam hal kelestarian Bahasa Indonesia itu sendiri. Misalnya, dengan terlalu biasa dan banyaknya yang melakukan penulisan status keliru di jejaring sosial, membuat siswa-siswa mulai tingkat dasar hingga tingkat menengah atas merasa terpanggil untuk turut ikut-ikutan menulis dengan pola keliru seperti itu.

Sebelum terlambat, jika kita tak ingin ditertawai dan disebut bodoh oleh orang-orang dari negara lain, maka janganlah sekali-kali menulis status di jejaring sosial dengan menggunakan bahasa penulisan yang keliru. Sebab di jejaring sosial adalah tempat berkumpulnya orang dari seluruh negara melalui dunia maya. Perlihatkanlah kepada dunia, bahwa meski terdiri banyak suku, tetapi kita Bangsa Indonesia tetap kuat dan kokoh karena senantiasa menggunakan Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.