Thursday 2 January 2014

Kuda Hitam Capres 2014 itu adalah Sosok Non-Parpol

(AMS, opini)
BURSA Capres untuk Pilpres 2014 saat ini sudah sangat ramai diperbincangkan, baik di dunia nyata, terlebih di dunia maya. Masing-masing sosok bahkan sudah “mencuri start” kampanye dengan melakukan sosialisasi diri, mulai di media cetak, elektronik, hingga di media jejaring sosial demi merebut simpatik rakyat.


Terlebih dengan telah masuknya tahun 2014, bisa dipastikan mereka dan para pendukungnya tentu akan semakin gencar bersosialisasi. Selain melalui media, sosialisasi itu juga dilakukan dengan menancapkan baliho dan menempel stiker di berbagai lokasi strategis, mencetak baju kaos khusus bergambar jagoan masing-masing, juga pembuatan dan penerbitan buku dan lain sebagainya. Singkat kata: “kini, tiada hari tanpa sosialisasi dan pencitraan”.

Mereka yang melakukan sosialisasi diri tersebut, tentu ada yang secara sengaja dan terang-terangan menampilkan diri sebagai sosok yang akan maju dalam pilpres 2014. Ada pula yang masih “malu-malu kucing”, namun selalu tampil dalam berbagai kegiatan pencitraan dengan membawa nama parpolnya. Dan ya, mereka semuanya adalah berasal dari kalangan parpol.

Dari semua sosok kader parpol saat ini, baik yang terang-terangan maupun yang masih malu-malu kucing, sebetulnya sangat dipahami oleh publik bahwa mereka semuanya sudah “menjual diri”. Yakni dengan gencar “bergerilya” menabur pesona dan pencitraan diri di depan publik.

Pertanyaannya. Mengapa mereka jauh-jauh hari sudah melakukan “pencurian start”…???

Menurut saya, selain karena alasan begitu sulitnya meraih perolehan parlemen-treshold dan presiden treshold, seluruh parpol juga nampaknya merasa sangat dipenuhi dengan timbunan kekuatiran dan kecemasan terhadap publik yang sudah mulai tak percaya lagi dengan elit-elit parpol.

Bahkan sebagian besar rakyat di berbagai lapisan pun sudah terang-terangan melakukan perlawanan dengan cara “mengampanyekan” untuk tidak lagi percaya kepada para partai politik. Sebab, sejauh ini parpol dinilai hanya dimanfaatkan untuk memburu kekuasaan, lalu para parpol pun korupsi secara berjamaah dengan berbagai modus.

Untuk mengimbangi “perlawanan” rakyat dari sejumlah lapisan tersebut, para parpol pun secara keroyokan menciptakan lapangan dan ruang pertarungan pra-pemilu. Yakni selain menyuguhkan figur jagoan mereka masing-masing, para parpol juga membentuk barisan pendukung. Di dunia maya, bahkan diinformasikan 1 pendukung sampai punya 50 akun (malah bisa lebih) dalam wajah yang berbeda-beda tetapi sesungguhnya cuma satu orang, misalnya di Facebook, Twitter dan di jejaring sosial lainnya.

Dalam ruang inilah parpol leluasa memainkan strategi pencitraannya dengan sengaja menciptakan pertarungan dengan melibatkan “barisan pendukungnya” masing-masing secara bebas menghujat dan saling mencaci-maki satu sama lainnya. Parahnya, sebagian besar media secara komersial juga ikut “membantu” pertarungan tersebut, seakan tanpa mempertimbangkan nasib bangsa jika Pemilu ternyata kembali hanya menghasilkan pemimpin yang korup.

Dari situ sangat jelas terlihat, bahwa figur parpol yang diadu saat ini sesungguhnya hanya memburu popularitas, dan media yang ikut membantu hanya memburu profit dan masa depannya sendiri-sendiri.

Untungnya, kelompok masyarakat yang memahami kondisi seperti ini masih nampak kokoh pada pendiriannya, yakni akan tetap menolak figur dari parpol, apalagi parpol yang bersangkutan diketahui adalah parpol sarang korupsi.

Kelompok masyarakat sebagiannya bahkan lebih memilih untuk diam, dan tetap menjadi “penonton” setia menyaksikan pertarungan parpol di ruang yang masih terlihat sangat kotor itu.

Saya katakan masih sangat kotor, karena masalah-masalah negara yang begitu sangat diharapkan rakyat untuk dapat segera diatasi, hingga detik ini belum jua bisa dituntaskan.

Artinya, dalam kondisi yang menuntut diselesaikannya masalah-masalah negara yang bertumpuk seperti sekarang, para parpol penguasa beserta koalisinya malah ramai-ramai menyibukkan diri terjun dan hanya fokus bertarung untuk meraih kekuasaan. Dan maaf, mungkin hanya orang hilang ingatan yang tidak mampu memahami kondisi tersebut.

Sehingga itu, pemikiran saya sangat bertolak belakang dengan pandangan yang menunjuk figur dari kader parpol yang akan menjadi kuda hitam dalam memenangkan pilpres 2014.

Sebab, meski memang belum tentu diunggulkan oleh rakyat, tetapi seorang figur dari kader parpol yang akan atau telah dicapreskan oleh parpolnya, tentulah adalah sosok yang sangat diunggulkan di dalam tubuh parpolnya.

Olehnya itu, mereka (para sosok kader parpol) yang telah muncul dan yang sudah disebut-sebut akan maju bertarung pada Pilpres 2014 tersebut tentulah sudah menjadi kesepakatan sebagai sosok unggulan, baik yang sudah terang-terangan menyatakan diri sebagai capres, maupun yang masih malu-malu kucing. Sebab, tidak mungkin berani dimajukan oleh parpolnya sebagai capres apabila dinilai bukan unggulan.

Siapa-siapakah mereka yang telah diunggulkan oleh para parpolnya masing-masing…??? Mereka adalah:
1. Abu Rizal Bakrie — terang-terangan dan sudah deklarasi (Golkar, belum ada pasangan)
2. Wiranto — terang-terangan dan sudah deklarasi (Hanura, sudah ada pasangan)
3. Yusri Ihza Mahendra —terang-terangan dan sudah deklarasi (PBB, belum ada pasangan)
4. Sutiyoso —terang-terangan dan sudah deklarasi (PKPI, belum ada pasangan)
5. Prabowo —terang-terangan, namun belum deklarasi (Gerindra, belum ada pasangan)
6. Hatta Rajasa — terang-terangan, namun belum deklarasi (PAN, belum ada pasangan)
7. Seluruh peserta Konvensi Partai Demokrat — terang-terangan, namun belum ada keputusan
8. Megawati Soekarnoputri — malu-malu kucing (PDI-P, belum ada pasangan)
9. Joko Widodo — malu-malu kucing (PDI-P, belum ada pasangan)
10. Rhoma Irama — terang-terangan, namun belum deklarasi (PKB, belum ada pasangan)
11. Mahfud MD — malu-malu kucing (PKB, belum ada pasangan)
12. Suryadharma Ali — malu-malu kucing (PPP, belum ada pasangan)
13. Anis Matta — malu-malu kucing (PKS, belum ada pasangan)
14. Surya Paloh — malu-malu kucing (Nasdem, belum ada pasangan)
15. Jusuf Kalla — terang-terangan, namun belum deklarasi (kader Golkar)

Menurut saya, mereka-mereka tersebut di atas adalah “kuda-kuda tunggangan” yang boleh jadi, baik disengaja atau tidak, hanya dijadikan untuk “pemanasan” sekaligus sebagai kuda pelari tahap pertama. Atau sederhananya, bisa saya sebut sebagai “kuda abu-abu” di tahap pertama dalam lomba lari kuda estafet.

Tahap pertama yang saya maksud adalah tahap di mana sejumlah parpol akan mengukur kesuksesan pelaksanaan Pileg. Selanjutnya, sejumlah parpol tersebut akan “menggunakan” kuda lain untuk dilombakan pada tahap kedua (Pilpres).

Artinya, di saat “kuda abu-abu” dinilai sudah menyelesaikan “tugasnya”, dan juga ketika “kuda-kuda tunggangan” di parpol lainnya sudah berada di titik yang “melelahkan dan pula menjenuhkan” di tahap awal, maka akan ada sosok dari kalangan non-parpol sebagai “kuda hitam” yang ditunjuk oleh parpol jeli yang akan muncul sebagai pemenang.

Namun Kuda Hitam yang saya maksud di sini tidak harus berposisi sebagai capres, tetapi juga sebagai Cawapres. Masih ingat Boediono yang tiba-tiba muncul sebagai Cawapres, lalu mampu tampil sebagai Kuda Hitam dalam “menopang” SBY sebagai “Kuda Tunggangan” pada Pilpres 2009 lalu…??? Jika ingin dihubung dengan aura suasana politik saat ini, maka seperti itulah prediksi saya.

Lalu kemungkinan siapa-siapakah sosok yang bisa disebut sebagai “kuda hitam”…???

Jusuf Kalla (JK) nampaknya tidak layak disebut kuda hitam. Sebab, selain sudah pernah bertarung pada Pilpres 2009, ia juga bukan berasal dari kalangan non-parpol. Kalau pun JK ingin disebut kuda hitam, maka ia hanya boleh jadi sebagai kuda hitam dalam pertarungannya untuk muncul sebagai Capres pada Partai Golkar menaklukkan ARB.

Juga dengan Rhoma Irama. Raja Dangdut ini hanya akan menjadi kuda hitam dalam pertarungannya memenangkan diri sebagai capres bersaing dengan Mahfud MD dalam internal PKB. Demikian pula sebaliknya, Mahfud bisa menjadi kuda hitam mengalahkan Rhoma Irama.

Begitu pun kuda hitam yang memenangkan diri untuk dimajukan sebagai capres bisa saja terjadi di dalam tubuh PDI-P dengan mengalahkan Jokowi. Kuda hitam yang dimaksud bisa Megawati, bisa Puan, dan bahkan bisa pula orang luar (non-parpol) namun diyakini memiliki jiwa dan semangat yang persis mendekati karakter Soekarno.

Dan satu-satunya sosok dari kalangan non-parpol (tak berpartai sejak dulu) yang memang masih sering kurang diunggulkan padahal memiliki segunung pengalaman dan daya dobrak serta perjuangan yang senantiasa pro-rakyat, karena memang mengawali langkahnya sebagai aktivis pejuang Perubahan hingga kini, adalah DR. Rizal Ramli (RR1).

Dan dengan tanpa ragu-ragu saya katakan bahwa dialah (RR1) yang sangat berpotensi dan berpeluang menjadi Kuda Hitam (baik sebagai Capres maupun Cawapres) yang akan muncul sebagai pemenang Pilpres 2014 yang diusung oleh parpol jeli.

Saya tidak ragu-ragu memprediksi kuat dam menunjuk RR1 sebagai Kuda Hitam. Karena selain memang memiliki rekam jejak yang amat fenomenal, jiwa pengabdian dan perjuangan RR1 terhadap negeri ini betapa telah memang terbentuk secara alami (tidak instan atau dengan melalui rekayasa), juga dengan ketokohannya tidaklah dibentuk dan dibangun melalui parpol tertentu seperti figur-figur capres lainnya.

Boleh jadi sosok Kuda Hitam yang dimaksud oleh pakar spritual Ki Kusumo dalam penerawangannya seputar Pemilu 2014 adalah Rizal Ramli. “Kuda hitam ini begini lho, bukan partai-partai yang dijagokan, jadi nanti ada yang enggak pernah disangka. Makanya tahun 2014 tahun yang penuh kejutan,” ujar Ki Kusumo seperti dikutip merdeka.com.

Menurut Ki Kusumo, akan muncul sosok kuda hitam, tokoh yang sama sekali tidak diunggulkan tetapi menang dalam Pilpres 2014. Tahun 2014, adalah tahun kuda menurut keyakinan etnis China.

Dan jika ingin dihubungkan dengan keyakinan tahun 2014 yang menyebutkan sebagai “tahun Kuda emas”, maka setelah ditelusuri ternyata RR1 juga lahir di tahun Kuda.

Sehingga jika sosok Kuda Hitam yang dimaksud oleh Ki Kusumo ialah RR1, maka RR1 selanjutnya adalah berusaha mencari “Kuda Tunggangan (parpol)” yang cocok dan yang juga serius memenangkan Pilpres 2014. Yakni bisa dengan menjadikan Rizal Ramli (RR1) sebagai Capres, dan tentunya bisa juga diposisikan sebagai Cawapres.

Namun terlepas dari semua itu, dalam rangka memenangi Pilpres 2014, parpol tentunya harus bisa benar-benar jeli menangkap peluang di tahun kuda ini dengan tidak menyia-nyiakan sosok yang bisa diyakini sebagai Kuda Hitam. Tetapi, selanjutnya terserah keputusan parpol yang serius ingin memenangkan Pemilu 2014 melalui sosok kuda hitam tersebut.