(AMS, Artikel)
PADA Senin 15
Agustus 2016 kemarin, Archandra Tahar resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai
Menteri ESDM oleh Presiden Jokowi. Padahal, ia baru saja dilantik pada Rabu (27
Juli 2016).
Itu artinya, usia Archandra Tahar baru saja memasuki
19 hari selaku Menteri ESDM. Sungguh usia jabatan menteri paling pendek sepanjang
sejarah di Indonesia, namun sekaligus usia terpanjang (71 tahun) sejak
Indonesia Merdeka, baru pertama kali ini terjadi seorang pemegang status WNA
berhasil lolos (tercatat) sebagai menteri dalam kabinet di Pemerintahan.
Dan memang, satu-satunya alasan Presiden Jokowi
melakukan pemberhentian tersebut, adalah karena secara meyakinkan Archandra berstatus
kewarga-negaraan ganda, alias tercatat sebagai WNA (Warga Negara Asing) Amerika
Serikat.
Namun meski begitu, publik tetap memandang, bahwa
Presiden Jokowi kembali melakukan ketidakbecusan (keteledoran), dan ini tidak
bisa dianggap remeh dengan mengemukakan alasan kecolongan atau kekhilafan.
Sebab, keteledoran dan ketidakbecusan bukan hanya sekali dilakukan oleh Jokowi
selaku Presiden. Dan ini bukan hanya amat memalukan, tetapi juga sangat
berbahaya.
Dan jika ada survei yang menyebutkan bahwa saat ini
tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyat meningkat terhadap presiden Jokowi, itu
sudah pasti survei yang dilakukan di negeri dongeng.
Sebab hari ini terbukti, seluruh rakyat Indonesia bukan
hanya kecewa berat, tetapi kepercayaan terhadap Jokowi selaku presiden telah
ambruk. Mencopot Rizal Ramli yang jelas-jelas pro-rakyat dan berkarakter Trisakti
serta punya jiwa nasionalisme yang sangat tinggi, hanya untuk memasukkan orang berstatus
WNA meski harus menabrak undang-undang dan konstitusi.
Jangan salahkan Archandra. Sebab ia hanya “kebetulan”
orang yang merasa diberi “tantangan dan kesempatan” untuk mencoba sebuah “peruntungan”
di Indonesia. Sayangnya, Archandra sepertinya juga tak paham dengan “wajah
hukum dan politik” di negeri kelahirannya ini, ia langsung menelan
mentah-mentah “peluang” yang diberikannya itu. Lalu siapa yang membawa
Archandra masuk ke dalam kabinet?
Tak perlu dijawab. Sebab, sangat bisa ditebak, dan
bahkan tak sulit menunjuk batang hidung siapa sosok yang membawa Archandra
masuk ke dalam pemerintahan. Cukup lihat dan tengok saja siapa sosok yang selama
ini begitu jelas ngotot terlihat berbisnis migas di dalam pemerintahan?
Dan juga lihat saja siapa figur di belakang menteri
yang tiga kali dilakukan pergeseran di kabinet kerja (dari Menko Perekonomian,
lalu digeser menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, kemudian digeser
lagi menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang). Kalau menteri ini berprestasi
tidak mungkin digeser. Tentu ada apa-apanya, dan boleh jadi posisinya sekarang
ada persiapan untuk “memainkan” Blok Masela dari sisi agrarianya (pembebasan
tanah, dsb).
Kembali ke masalah Archandra yang harus menelan pil
pahit jelang HUT Kemerdekaan RI yang ke-71 karena diberhentikan setelah
ketahuan memiliki status kewarganegaraan ganda, meski sesungguhnya ia lahir di
Padang, Sumatera Barat.
Bagaimana dengan Menteri BUMN, Rini Soemarno yang
jelas-jelas lahir di Maryland, Amerika Serikat?
Sorotan dan desakan Rini untuk segera dicopot karena
berkewarganegaraan WNA (Amerika Serikat) sebetulnya pernah digulirkan, tapi publik
belum begitu fokus dengan situasi politik-pemerintahan, sehingga Rini hingga
kini “terselamatkan”.
Dilansir rimanews.com, Menteri BUMN Rini Soemarno
dikabarkan juga memiliki dua kewarganegaraan, dan status itu bisa mengancam
bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Loyalitas Rini diragukan pada NKRI. Pantesan dia
(Rini Soemarno) suka atau mau ditempati pada kementerian BUMN. Karena, BUMN
punya aset paling besar, dan banyak. Lebih baik secepatnya Presiden Jokowi
mencopot dari kementerian BUMN, ini sungguh memalukan dong,” tegas
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, di Jakarta,
Senin (29 Juni 2015).
Uchok tak keliru mendesak Presiden Jokowi untuk segera
mencopot Rini Soemarno dengan alasan status kewarganegaraan (WNA) Amerika
Serikat, sebab Amerika Serikat adalah penganut prinsip (asas) kewarganegaraan
ius soli.
Asas ius soli adalah asas pemberian kewarganegaraan
berdasarkan tempat kelahiran. Negara yang menganut asas ini mengakui kewarganegaraan
seorang anak yang lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut
lahir di wilayah negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak
tersebut.
Dalam hal pandangan tersebut, Rini Soemarno paling
tidak juga dapat dianggap “tidak steril” tentang status kewarganegaraan. Di
samping memang sejauh ini Rini Soemarno dinilai adalah sosok menteri yang hanya
lebih banyak mendapat rapor merah di mata publik. Dan bahkan pernah ada gerakan
dari bawah untuk segera mencopot dan menangkap Rini atas berbagai dugaan kasus
penyimpangan yang melilitnya.
Sehingga itu, dari masalah Archandra, Presiden Jokowi sebaiknya jangan
lagi mencoba memperlihatkan sikap (kecenderungan) "keberpihakan" dalam mengambil keputusan hanya
karena ingin "mengamankan sebuah kepentingan” dari satu kelompok tertentu, misalnya dalam hal
mengangkat dan mencopot seorang menteri. Sebab, lambat atau cepat itu pasti terbongkar, dan akan menjadi catatan sejarah kepemimpinan "kelam" buat Jokowi sendiri.