Tuesday, 16 August 2016

Setelah Archandra, Bagaimana dengan Rini Soemarno?


(AMS, Artikel)
PADA Senin 15 Agustus 2016 kemarin, Archandra Tahar resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Menteri ESDM oleh Presiden Jokowi. Padahal, ia baru saja dilantik pada Rabu (27 Juli 2016).

Itu artinya, usia Archandra Tahar baru saja memasuki 19 hari selaku Menteri ESDM. Sungguh usia jabatan menteri paling pendek sepanjang sejarah di Indonesia, namun sekaligus usia terpanjang (71 tahun) sejak Indonesia Merdeka, baru pertama kali ini terjadi seorang pemegang status WNA berhasil lolos (tercatat) sebagai menteri dalam kabinet di Pemerintahan.

Dan memang, satu-satunya alasan Presiden Jokowi melakukan pemberhentian tersebut, adalah karena secara meyakinkan Archandra berstatus kewarga-negaraan ganda, alias tercatat sebagai WNA (Warga Negara Asing) Amerika Serikat.

Namun meski begitu, publik tetap memandang, bahwa Presiden Jokowi kembali melakukan ketidakbecusan (keteledoran), dan ini tidak bisa dianggap remeh dengan mengemukakan alasan kecolongan atau kekhilafan. Sebab, keteledoran dan ketidakbecusan bukan hanya sekali dilakukan oleh Jokowi selaku Presiden. Dan ini bukan hanya amat memalukan, tetapi juga sangat berbahaya.

Dan jika ada survei yang menyebutkan bahwa saat ini tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyat meningkat terhadap presiden Jokowi, itu sudah pasti survei yang dilakukan di negeri dongeng.

Sebab hari ini terbukti, seluruh rakyat Indonesia bukan hanya kecewa berat, tetapi kepercayaan terhadap Jokowi selaku presiden telah ambruk. Mencopot Rizal Ramli yang jelas-jelas pro-rakyat dan berkarakter Trisakti serta punya jiwa nasionalisme yang sangat tinggi, hanya untuk memasukkan orang berstatus WNA meski harus menabrak undang-undang dan konstitusi.

Jangan salahkan Archandra. Sebab ia hanya “kebetulan” orang yang merasa diberi “tantangan dan kesempatan” untuk mencoba sebuah “peruntungan” di Indonesia. Sayangnya, Archandra sepertinya juga tak paham dengan “wajah hukum dan politik” di negeri kelahirannya ini, ia langsung menelan mentah-mentah “peluang” yang diberikannya itu. Lalu siapa yang membawa Archandra masuk ke dalam kabinet?

Tak perlu dijawab. Sebab, sangat bisa ditebak, dan bahkan tak sulit menunjuk batang hidung siapa sosok yang membawa Archandra masuk ke dalam pemerintahan. Cukup lihat dan tengok saja siapa sosok yang selama ini begitu jelas ngotot terlihat berbisnis migas di dalam pemerintahan?

Dan juga lihat saja siapa figur di belakang menteri yang tiga kali dilakukan pergeseran di kabinet kerja (dari Menko Perekonomian, lalu digeser menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, kemudian digeser lagi menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang). Kalau menteri ini berprestasi tidak mungkin digeser. Tentu ada apa-apanya, dan boleh jadi posisinya sekarang ada persiapan untuk “memainkan” Blok Masela dari sisi agrarianya (pembebasan tanah, dsb).

Kembali ke masalah Archandra yang harus menelan pil pahit jelang HUT Kemerdekaan RI yang ke-71 karena diberhentikan setelah ketahuan memiliki status kewarganegaraan ganda, meski sesungguhnya ia lahir di Padang, Sumatera Barat.

Bagaimana dengan Menteri BUMN, Rini Soemarno yang jelas-jelas lahir di Maryland, Amerika Serikat?

Sorotan dan desakan Rini untuk segera dicopot karena berkewarganegaraan WNA (Amerika Serikat) sebetulnya pernah digulirkan, tapi publik belum begitu fokus dengan situasi politik-pemerintahan, sehingga Rini hingga kini “terselamatkan”.

Dilansir rimanews.com, Menteri BUMN Rini Soemarno dikabarkan juga memiliki dua kewarganegaraan, dan status itu bisa mengancam bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Loyalitas Rini diragukan pada NKRI. Pantesan dia (Rini Soemarno) suka atau mau ditempati pada kementerian BUMN. Karena, BUMN punya aset paling besar, dan banyak. Lebih baik secepatnya Presiden Jokowi mencopot dari kementerian BUMN, ini sungguh memalukan dong,” tegas Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, di Jakarta, Senin (29 Juni 2015).

Uchok tak keliru mendesak Presiden Jokowi untuk segera mencopot Rini Soemarno dengan alasan status kewarganegaraan (WNA) Amerika Serikat, sebab Amerika Serikat adalah penganut prinsip (asas) kewarganegaraan ius soli.

Asas ius soli adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran. Negara yang menganut asas ini mengakui kewarganegaraan seorang anak yang lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut.

Dalam hal pandangan tersebut, Rini Soemarno paling tidak juga dapat dianggap “tidak steril” tentang status kewarganegaraan. Di samping memang sejauh ini Rini Soemarno dinilai adalah sosok menteri yang hanya lebih banyak mendapat rapor merah di mata publik. Dan bahkan pernah ada gerakan dari bawah untuk segera mencopot dan menangkap Rini atas berbagai dugaan kasus penyimpangan yang melilitnya.

Sehingga itu, dari masalah Archandra, Presiden Jokowi sebaiknya jangan lagi mencoba memperlihatkan sikap (kecenderungan) "keberpihakan" dalam mengambil keputusan hanya karena ingin "mengamankan sebuah kepentingan” dari satu kelompok tertentu, misalnya dalam hal mengangkat dan mencopot seorang menteri. Sebab, lambat atau cepat itu pasti terbongkar, dan akan menjadi catatan sejarah kepemimpinan "kelam" buat Jokowi sendiri.