(AMS, Artikel)
“TELAT mikir, keliru lagi?!” Apakah kalimat ini yang pantas diarahkan kepada pihak-pihak yang
menuding Rizal Ramli tidak akurat mengenai alasan penghentian reklamasi pulau
G?
Entahlah? Yang jelas, Petrus Selestinus selaku pihak yang
mengaku sebagai Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), “tiba-tiba”
belakangan ini lantang bersuara menyebut Rizal Ramli tidak akurat menunjuk “jaringan
listrik” sebagai alasan untuk menghentikan reklamasi pulau G.
Petrus mengemukakan tudingan tersebut setelah mendengar
keterangan dari pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dikabarkan oleh sejumlah
media online, bahwa reklamasi tidak mengganggu jaringan listrik bawah laut.
“Tidak ancam distribusi. Kabel di bawah laut itu kalau
diuruk sama seperti kabel tanah. Tak ada masalah,” kata
General Manager PLN Disjaya, Syamsul Huda, di Tanjung Lesung, Banten,
Jumat, (5/8).
Mengetahui pernyataan dari pihak PLN seperti itu,
Petrus pun tak hanya menuding, tetapi juga mencoba “menyerang” dan mengancam
Rizal Ramli.
“Ini bukti Rizal Ramli tidak akurat dan bisa dipidana
karena tidak menyatakan kebenaran,” ujar Petrus
kepada wartawan, di Jakarta, Senin (8/8).
Mengenai tudingan Petrus, Gede Sandra selaku mantan
tenaga ahli Kemenko Kemaritiman pun menyanggah dan meluruskannya.
Dalam keterangan pers-nya, Gede menjelaskan, bahwa Rizal
Ramli tidak pernah mengemukakan alasan seperti yang ditudingkan tersebut.
Gede kemudian mengutip pernyataan Rizal Ramli yang
pernah disiarkan dalam acara ILC oleh salah satu televisi swasta (Selasa 26
Juli 2016), yakni: “Ada power station
9.600 MW, perlu air laut yang clean dan bersih untuk cooling system-nya. Dengan
dipepetin ke power station kayak begini, suhu naik fungsi cooling systemnya
berkurang.”
Jaringan kabel-kabel listrik memang juga ada di bawah
laut. Tetapi bukan itu yang dimaksud yang dapat terganggu, melainkan power
station.
Power station yang dimaksud, kata Gede, adalah
pembangkit listrik di Muara Karang dan wilayah lainnya, bukan di bawah laut.
Rizal Ramli mengemukakan alasan tersebut, sebab sebelumnya
pihak PLN sendiri pada 16 Juni 2016 telah melayangkan surat “peringatan” kepada
Kementerian Kelautan dan Perikanan, perihal “Dampak Reklamasi Pantai Jakarta
terhadap Pembangkit PT PLN. --- (Untuk melihat surat asli dari pihak PLN tersebut, klik DI SINI)
Bukan cuma surat, pihak PLN juga mengekspos “kecemasannya”
terhadap reklamasi pantai utara tersebut di situs www.pln.com dengan judul: “Pantura
Jakarta di Reklamasi, Pasokan Listrik Jakarta Terancam” (silakan ditengok,
ini link-nya: http://www.pln.co.id/blog/pantura-jakarta-di-reklamasi-pasokan-listrik-jakarta-terancam/)
Berdasar dari surat itulah, Rizal Ramli melakukan pembelaan,
bukan hanya pembelaan kepada kepentingan warga sekitar tetapi Rizal Ramli juga sekaligus
membela kepentingan PLN.
Jadi sangat aneh jika kemudian di belakangan ini Petrus
dan PLN MENDADAK bersuara seolah-olah ingin “menyerang” Rizal Ramli, namun di saat
bersamaan mencoba membela kepentingan Ahok
dan pihak pengembang.
Lebih jauh, Petrus bahkan mendesak Rizal Ramli segera meminta maaf kepada Ahok karena telah mencemarkan nama baiknya.
Desakan Petrus ini tentu saja dinilai sangat aneh, sebab bukankah justru Ahok yang harus meminta maaf kepada warga di pesisir Jakarta Utara (terutama para nelayan) karena telah dengan membabi-buta melakukan “penindasan”? Dan bukankah justru Ahok yang harus segera memulihkan dan memperbaiki kondisi kehidupan mereka (warga) yang telah ditindas dan diobrak-abrik oleh Ahok?
Pertanyaannya, apakah pernyataan Petrus tersebut adalah wujud kepanikan dari Ahok bersama para pendukungnya, di mana akhir-akhir ini menyaksikan betapa derasnya aspirasi sebagian besar warga DKI Jakarta mendesak parpol-parpol agar segera mengusung Rizal Ramli sebagai Cagub pada Pilkada DKI?
Lebih jauh, Petrus bahkan mendesak Rizal Ramli segera meminta maaf kepada Ahok karena telah mencemarkan nama baiknya.
Desakan Petrus ini tentu saja dinilai sangat aneh, sebab bukankah justru Ahok yang harus meminta maaf kepada warga di pesisir Jakarta Utara (terutama para nelayan) karena telah dengan membabi-buta melakukan “penindasan”? Dan bukankah justru Ahok yang harus segera memulihkan dan memperbaiki kondisi kehidupan mereka (warga) yang telah ditindas dan diobrak-abrik oleh Ahok?
Pertanyaannya, apakah pernyataan Petrus tersebut adalah wujud kepanikan dari Ahok bersama para pendukungnya, di mana akhir-akhir ini menyaksikan betapa derasnya aspirasi sebagian besar warga DKI Jakarta mendesak parpol-parpol agar segera mengusung Rizal Ramli sebagai Cagub pada Pilkada DKI?
Pertanyaannya,
apakah ini wujud kepanikan dari Ahok bersama para pendukungnya yang akhir-akhir
ini menyaksikan betapa derasnya aspirasi sebagian besar warga DKI Jakarta mendesak
parpol-parpol agar segera mengusung Rizal Ramli sebagai Cagub pada Pilkada DKI?
Jika memang benar itu sebuah kepanikan, maka sangat
boleh jadi Ahok bersama pendukungnya memang sengaja ingin menghambat langkah
Rizal Ramli menuju Pilkada DKI dengan menggunakan “setrum PLN”. Sayangnya, itu tidak akan mempan, sebab Rizal Ramli sudah sejak dulu telah terbiasa berhadapan dengan "petir dan halilintar" demi membela kepentingan rakyat, bangsa dan negara tercinta ini.