(AMS, Artikel)
PARA kolonialis (penjajah) yang pernah melakukan
penindasan dan pembunuhan kepada rakyat pribumi di Indonesia di masa silam, saat ini bisa saja
menilai dan berkata, bahwa semua anak-anak serta cucu-cucu pejuang pergerakan
dan kemerdekaan Indonesia harusnya berterima kasih kepada kami (penjajah).
Para penjajah tentu saja akan menganggap, bahwa semua
anak-anak dan cucu-cucu para pejuang itu tidak akan bisa mengadakan upacara kehormatan
(ziarah) nasional sekaligus renungan suci di Taman Makam Pahlawan (TMP),
apabila tidak dilakukan penindasan (pembunuhan) di bumi pertiwi ini.
“Kalau dulu enggak saya tindas (bunuh) para pejuang
negeri ini, enggak ada tempat buat anak-anak bangsa yang hidup saat ini untuk
melaksanakan upacara kehormatan (ziarah) pada HUT Kemerdekaan mereka,” demikian
paling tidak ungkapan yang bisa dilontarkan oleh kaum kolonialis angkuh yang
tak ingin disalahkan atas penindasan yang dilakukannya.
Ungkapan kolonialis seperti itu tampaknya mirip-mirip yang
diungkapkan oleh Ahok ketika mengetahui Ahmad Dhani dan Rizal Ramli menggelar
upacara HUT Kemerdekaan RI ke-71 di Pasar Ikan dan di Bukit Duri bersama warga
setempat. Yakni, dua daerah hunian rakyat yang telah dibumi-ratakan (digusur)
oleh Ahok.
“Kalau enggak saya robohin (gusur) itu bangunan liar, enggak
ada tempat buat upacara sebetulnya. Betul enggak? Jadi harusnya terima kasih,”
ujar Ahok di Balai Kota, Kamis (18/8/2016).
Pertanyaannya, apakah pantas Rizal Ramli dan Ahmad
Dhani beserta warga tergusur itu berterima kasih kepada Ahok yang telah
menggusur tempat mereka menjadi “lapangan” hingga bisa melakukan upacara HUT
kemerdekaan?
Pertanyaan serupa: apakah pantas anak-anak bangsa saat
ini berterima kasih kepada kaum kolonialis, karena kalau mereka (penjajah) tidak
melakukan penindasan (pembunuhan), maka tak ada Taman Makam Pahlawan untuk melakukan
upacara kehormatan?
Dan ungkapan seperti itulah yang setidaknya
menunjukkan, bahwa sikap dan tutur kata Ahok tanpa ia sadari membuka “kedoknya”
sendiri yang sangat menyerupai seorang penjajah,
penindas rakyat kecil demi membela dan mengamankan kepentingan kaum kapitalis.