Wednesday, 10 August 2016

Dukungan Rakyat Buat Rizal Ramli Murni dan Transparan, Yang Lain Banyak Tapi Tidak Jelas


(AMS, Artikel)
MESKI kemunculannya di bursa calon Gubernur DKI Jakarta sudah di jelang detik-detik terakhir, namun nama Rizal Ramli hingga saat ini masih terus disuarakan serta makin menggema di seluruh lapisan masyarakat.

Bahkan gelombang aspirasi dan dukungan pun terus berdatangan dari bawah secara nyaring dan terang benderang. Selain meminta Rizal Ramli agar segera maju bertarung pada Pilkada DKI Jakarta, mereka juga meminta parpol-parpol agar dapat membuktikan diri sebagai “pihak yang pro-rakyat” dengan segera mengusung Rizal Ramli sebagai cagub DKI yang muncul secara murni dari kalangan bawah.

Mereka yakin, Rizal Ramli adalah tokoh kerakyatan yang selama ini amat dinanti-nantikan, sehingga paling cocok memimpin DKI Jakarta yang memiliki masyarakat multikultur dari berbagai golongan.

Apalagi memang diketahui, bahwa sepanjang “perjalanan” Rizal Ramli sejak dulu sebagai mahasiswa aktivis pergerakan hingga menjadi seorang tokoh Nasional tidaklah dilalui dengan cara-cara curang.

Bahkan tak ada sedikitpun sejarah Rizal Ramli menyakiti apalagi mengkhianati rakyat, yang ada justru sejarah panjang tentang diri Rizal Ramli yang rela berkorban (pernah dipenjara) dan rela mempertaruhkan jabatannya demi membela hak-hak rakyat tertindas. Dan semua itu sangat konsisten ditunaikan oleh Rizal Ramli, baik di dalam maupun di luar pemerintahan.

Tentang dukungan sebagian besar warga DKI Jakarta begitu sangat tinggi terhadap Rizal Ramli, sebab sangat jelas tergambar sebuah “pemandangan” yang sama namun berbeda rasa.

Yaitu, Ahok dan Rizal Ramli sama-sama membuat warga menumpahkan air mata. Bedanya, ada pada rasa. Yakni, warga DKI Jakarta banyak menumpahkan air mata karena telah digusur dengan paksa oleh Ahok dan dinilai dilakukan secara membabi buta.

Sedangkan warga DKI Jakarta (bahkan sebagian besar rakyat Indonesia) harus menangis terharu, yakni karena Rizal Ramli dicopot di saat sedang sengitnya membela rakyat (bangsa dan negara) yang tertindas akibat (salah satunya) proyek reklamasi yang ingin dimuluskan oleh Ahok secara ambisius.

Dari situ, sebagian besar rakyat pun melihat, bahwa Ahok bukan pemimpin yang mampu mengayomi masyarakat, tetapi hanya mampu mengayomi pengembang dan para kaum kapitalis.

Sehingganya, untuk momen Pilkada ini, hati rakyat pun tergerak memberikan aspirasi dan dukungnya kepada Rizal Ramli secara sukarela dan murni. Mereka yakin pencopotan Rizal Ramli adalah justru sebuah hikmah untuk menyelamatkan DKI Jakarta dari belenggu penindasan yang dipraktikkan oleh Ahok.

Hingga kini pun publik (terutama para parpol) bisa menyaksikan secara transparan aspirasi buat Rizal Ramli yang datang dari berbagai elemen dan lapisan masyarakat secara bergelombang tanpa rekayasa.

Artinya, jika yang lain (seperti Ahok) pernah sesumbar menyebut dukungannya sudah mencapai 1 jutaan KTP ketika menyatakan ingin maju pada jalur independen, namun hingga saat ini belum dapat dibuktikan.

Dan itu sangat berbeda dengan Rizal Ramli yang meski baru muncul di bursa cagub, namun ia tak pernah sesumbar Ahok, tetapi fakta menunjukkan dukungan rakyat benar-benar murni dan transparan buat Rizal Ramli. Silakan diverifikasi (dibuktikan) atau ditengok sendiri.

Dukungan dan aspirasi tersebut, selain berasal dari berbagai elemen masyarakat (tokoh pergerakan dan aktivis, seniman, budayawan, tokoh perempuan dan pemuda, nelayan, beserta komunitas-komunitas warga lainnya), juga ada kaum buruh yang hingga kini telah berhasil memperoleh ribuan tanda tangan melalui penggalangan dukungan.

Dukungan dan aspirasi tersebut bukan dimaksudkan agar Rizal Ramli maju pada jalur independen yang batas waktunya memang telah habis, melainkan adalah untuk diperlihatkan secara langsung di hadapan parpol-parpol, bahwa dukungan kepada Rizal Ramli adalah murni dan nyata serta transparan dari rakyat bawah, “bukan sulap dan bukan pula tipu-tipu”.

Dan tentu saja publik (rakyat) hingga kini pun sudah pasti terus memantau “arah” pergerakan parpol di panggung politik jelang Pilkada ini. Dan apabila kehendak serta suara rakyat bawah (terutama yang tertindas) kemudian bertolak belakang dengan selera parpol, maka di situlah kebusukan sebuah parpol terlihat secara nyata.

Dan yang perlu dicatat, bahwa apabila parpol-parpol menentukan “mahar” sebagai syarat untuk mendapat “tiket” maju sebagai calon, maka bisa dipastikan Rizal Ramli tidak bakalan memaksakan maju. Sebab, itu sama saja memperjual-belikan idealisme-nya dan juga mengomersialisasikan aspirasi rakyat.