(AMS, Artikel)
PENCOPOTAN Rizal Ramli dari jabatannya selaku Menko Kemaritiman
dan Sumber Daya melalui Reshuffle Kabinet Jilid 2, sungguh dan benar-benar sangat
mengejutkan sekaligus amat mencabik-cabik hati sebagian besar rakyat Indonesia,
terutama wong cilik.
Bagaimana tidak, pencopotan Rizal Ramli tersebut
dinilai sangat jauh dari perkiraan, sebab boleh dikata seluruh rakyat Indonesia
tahu persis bahwa Rizal Ramli adalah SATU-SATUNYA menteri yang jelas-jelas dan
terang benderang berani melawan siapapun demi membela kepentingan rakyat dan negara,
bumi Pertiwi ini.
Keberpihakan Rizal Ramli terhadap rakyat kecil memang
telah teruji sejak lama. Artinya, tidak muncul secara instan. Sejak sebagai
aktivis mahasiswa ITB, dengan sangat menyadari betapa perihnya tak punya ibu
dan ayah lagi karena sejak bocah telah berstatus sebagai anak yatim-piatu, membuat
Rizal Ramli pun tak ingin “kehilangan ibu” lagi, yakni IBU PERTIWI.
Sejak itu, Rizal Ramli telah mampu memperlihatkan
jatidirinya sebagai anak bangsa yang berintegritas tinggi, dan sudah menanamkan
tekat untuk melawan siapa saja yang ingin coba-coba “menyakiti dan melumpuhkan”
Ibu Pertiwi. Sampai itu, Rizal Ramli pantang menyerah maju ke barisan terdepan dalam
setiap aksi demo di era Orde Baru (Orba) tahun 1977-1978 selaku aktivis
mahasiswa, meski harus mempertaruhkan dan mengorbankan diri sendiri, yakni dipenjara
oleh rezim Orba yang dinilai amat otoriter.
Olehnya itu, keberpihakan Rizal Ramli terhadap rakyat sungguh
tak perlu diragukan lagi. Sebab, hari ini (Rabu, 27 Juli 2016) rakyat kembali dapat
menyaksikan betapa Rizal Ramli adalah sosok pejabat negara yang siap mempertaruhkan jabatannya demi membela rakyat di negeri ini, sebab memang dirinya tak ingin rakyat diperbudak dan jadi jongos di negeri sendiri, juga tak
ingin kedaulatan rakyat dikuasai oleh pihak tertentu, dan kesemuanya itulah
yang sangat jelas diperjuangkan oleh Rizal Ramli meski harus mempertaruhkan jabatannya
sekali pun.
Secara berentetan bisa kita tengok kembali, apa-apa
saja yang telah disuarakan dan dibela oleh Rizal Ramli mulai atau sejak dilantiknya
sebagai Menko Kemaritiman pada setahun silam. Yakni di antaranya, pertama, secara
tegas Rizal Ramli memprotes rencana pembelian pesawat Airbus A350 yang harganya
mencapai Rp. 3,3 Triliun hingga Rp. 4,4 Triliun per-unit.
Kedua, meminta proyek listrik 35 ribu megawatt agar
dapat segera dikoreksi karena tidak realistis dan dinilai justru kelak hanya bisa
membebani anggaran negara. Ketiga, mengobrak-abrik dugaan kasus korupsi di
Pelindo II. Keempat, menolak dan melawan “keserakahan” PT. Freeport. Kelima,
memperjuangkan dengan tegas penentuan lokasi pembangunan Kilang Gas Blok Masela
secara onshore.
Dan yang keenam, dengan amat tegas Rizal Ramli selaku
Ketua Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta mengeluarkan rekomendasi
penghentian secara permanen reklamasi Pulau G.
Rekomendasi yang menjadi kesepakatan bulat dari 3
kementerian itu kemudian mendapat penolakan serius dari Ahok selaku Gubernur
DKI Jakarta. Ahok bahkan tak tanggung-tanggung melaporkan dan mengadukan Rizal
Ramli ke Jokowi sehingga “pertentangan” mengenai reklamasi pun nampak makin
sengit.
Tak lama berselang dari pengaduan Ahok kepada Jokowi
tentang rekomendasi penghentian reklamasi pulau G tersebut, muncullah hak
prerogatif Jilid 2 dari Jokowi laksana “eksekutor” untuk menghentikan langkah
perjuangan Rizal Ramli.
Pencopotan Rizal Ramli tanpa alasan jelas dan tepat di
mata banyak pengamat dan para aktivis adalah bisa menandakan bahwa kedok Jokowi
telah terbuka. Terlebih memang, Ahok dikabarkan telah membeberkan dan “membocorkan” sebuah
rahasia, bahwa: “Pak
Jokowi Tidak Bisa Jadi Presiden Kalau Gak Disokong Pengembang” (wooooowwww....?!?! Ahok mulai “main buka
kartu”)
Jika hal itu memang benar, maka boleh dikata bahwa
Pilpres 2014 sesungguhnya hanya menghasilkan sebuah pemerintahan yang DIKENDALIKAN
oleh pihak pemodal atau swasta tertentu. Artinya, rakyat Indonesia hari ini sesungguhnya
hidup di dalam genggaman “kekuasaan dan penjajahan pengembang”. Artinya lagi,
negeri ini telah berhasil “digadaikan dan dijual” oleh Jokowi kepada “para
majikannya”.
Dan apabila “kartu” Ahok itu benar, maka sangat bisa
dipastikan Jokowi terlibat “affair” atau permainan busuk dari proyek reklamasi tersebut.
Dan lagi, jika “kartu” Ahok itu benar, maka alasan DISKRESI
Ahok sebagai Gubernur mengenai konstribusi tambahan itu dengan sendirinya dapat
dinilai hanya sebagai skenario dan “akal-akalan” dari permainan busuk antara
Jokowi dan pihak pengembang sejak awal (Pilpres).
Bukan cuma itu, jika ternyata “kartu” Ahok itu benar,
maka semua keterangan Ahok sebagai saksi di pengadilan kemarin itu dapat
dinilai hanya sebagai bagian dari rekayasa yang sangat menjijikkan, dan sungguh
sangat menodai kewibawaan hukum di negeri ini. Dan rakyat harus MELAWAN...!!!
Yaa... rakyat beserta seluruh anak bangsa di negeri
ini sangat tak pantas berdiam diri, apalagi menyerah dengan keadaan genting dan
bahaya yang sesungguhnya sengaja diciptakan oleh pemerintahan ini sendiri.
Sekali lagi, rakyat harus segera melawan, namun dengan
cara-cara yang TERHORMAT. Yakni rakyat Indonesia, khususnya seluruh warga DKI
Jakarta harus segera mengusung Rizal Ramli sebagai calon Gubernur DKI Jakarta demi
menyelamatkan Jakarta (Indonesia) dari “penjajahan model baru” dari pihak “pengembang”
yang didukung oleh pemerintah yang berkedok Trisakti itu.
Perlawanan terhormat ini sangat patut dilakukan, sebab
hanya dengan cara mengusung Rizal Ramli sebagai calon Gubernur DKI Jakarta perjuangan
rakyat menolak reklamasi di Jakarta bisa terus berlangsung secara murni,
sekaligus melawan pemerintahan zalim yang mengkhianati rakyat.
Dan, cara terhormat ini adalah cara yang tak bisa
ditawar-tawar lagi, baik oleh rakyat maupun oleh Rizal Ramli sendiri. Jika cara
ini tak bisa digerakkan, maka warga DKI Jakarta dan seluruh rakyat Indonesia beserta
lembaran-lembaran hukum yang ada di dalamnya bisa dipastikan hanya akan menjadi
“pengalas kaki” para penjajah model baru itu.
SALAM PERGERAKAN TERHORMAT!!!