(AMS, Artikel)
PRESIDEN Jokowi sesungguhnya memiliki keseriusan serta tekad
yang sangat besar untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara Maritim
yang kuat dan tangguh di dunia.
Keseriusan serta tekad Presiden Jokowi tersebut,
setidaknya dapat dilihat dari “Visi-Misi serta Program Aksi” Presiden Jokowi
yang menempatkan pembangunan Maritim “di posisi teratas” sebagai salah satu jalan
Perubahan untuk Indonesia Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian. Yakni tertuang
dalam penjabaran Trisakti dan Nawacita.
Dalam penjabaran Trisakti diuraikan pada poin 3 (tiga), yaitu: “Kepribadian dalam kebudayaan diwujudkan melalui pembangunan karakter
dan kegotong-royongan yang berdasar pada realitas kebhinekaan dan KEMARITIMAN sebagai kekuatan potensi
bangsa dalam mewujudkan implementasi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi
Indonesia masa depan”.
Sedangkan dalam Nawacita,
soal maritim, dituang pada poin pertama yakni: “Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri
bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan
negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan MEMPERKUAT JATI DIRI sebagai negara MARITIM”.
Presiden Jokowi amat serius dengan soal kemaritiman,
sebab memang teramat “buuuaaanyak” kekayaan Maritim yang tersimpan dalam “tubuh
molek” Ibu Pertiwi, mulai dari limpahan ikan yang beraneka-ragam, keindahan
pantai, pesona taman bahari yang memukau hati.
Selain itu yang tak kalah pentingnya lagi, sebagaimana
kita semua ketahui, bahwa di dasar hamparan laut terkandung minyak dan gas bumi
dalam jumlah berkali-kali lipat Million
Standard Cubic Feet per Day (mmscfd) yang mampu memenuhi semua sisi
kebutuhan hidup manusia hingga berpuluh-puluh tahun ke depan, termasuk mampu
membuat ekonomi sebuah negara menjadi tumbuh pesat, bahkan “disegani” oleh
negara-negara lainnya.
Namun limpahan kekayaan Maritim yang terkandung di
perut bumi kepulauan Nusantara inilah kemudian yang membuat banyak pihak “tergiur”
untuk dapat ikut mengelola (bekerjasama), bahkan “bernafsu agar dapat mencicipi
dan juga melahap” (merampok) hasil-hasilnya. Makanya bermunculanlah
mafia-mafia, seperti mafia illegal-fishing, mafia migas, mafia antar geng “papa
minta saham”, atau dan lain sebagainya.
Itulah sekelumit gambaran kekayaan Maritim yang begitu
sangat besar bisa mendatangkan manfaat serta kualitas hidup dan perkembangan
bagi bangsa dan negara kita, namun sekaligus di sisi lain ini juga memunculkan
mafia-mafia yang hanya ingin memuaskan “syahwat” kepentingan kelompok tertentu.
Memahami gambaran serta sisi tersebut, Presiden Jokowi
pun dengan penuh kesadaran dan keyakinan besar menarik Rizal Ramli masuk ke
dalam Kabinet untuk “menakhodai” seluruh bidang Kemaritiman, yakni sebagai
Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Sumberdaya.
Ketika itu publik menilai bahwa Presiden Jokowi agak
keliru memberi Rizal Ramli posisi sebagai Menko Kemaritiman. Sebab di mata
publik, Rizal Ramli dikenal sebagai
seorang ekonom senior yang menganut paham ekonomi kerakyatan, sehingga itu ia
hanya sangat cocok sebagai Menko Perekonomian, dan amat diyakini mampu
membenahi masalah-masalah ekonomi yang sedang melilit bangsa serta negara kita
ini.
Namun tidak sedikit pihak yang justru menilai, bahwa Presiden
Jokowi sudah tepat menempatkan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman dan
Sumberdaya. Alasannya, Rizal Ramli adalah salah satu sosok yang sangat kental
memiliki jiwa Trisakti, dan sangat menonjol sebagai sosok independen yang
mempunyai integritas tinggi serta amat bernyali “gila” sepanjang itu adalah
demi kepentingan bangsa dan negara.
Dan benar saja, Rizal Ramli memang benar-benar tampil
beda dibanding menteri-menteri lainnya, yakni dengan mampu memperlihatkan
kualitasnya, --bukan hanya khusus selaku Menko, tetapi juga secara umum sebagai pejabat negara
sejati yang setiap tindakan serta kebijakannya senantiasa berpihak untuk
kepentingan dan kemajuan bangsa dan negara ini.
Makanya kehadiran Rizal Ramli di lingkungan
pemerintahan saat ini membuat pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan
“terselubung” merasa sangat terganggu. Namun sebaliknya, publik justru menilai
bahwa kehadiran Rizal Ramli di dalam pemerintahan saat ini sangat membantu
Presiden Jokowi, terutama dalam hal membantu mewujudkan Trisakti dan nawacita.
Khusus mengenai salah satu tugas yang diemban oleh
Rizal Ramli, Dwelling Time, misalnya. Saat ini pada dashboard online sistem
informasi di Tanjung Priok menunjukkan 3,35 (sempat mencapai titik 2,80) hari.
Menurut Ketua Satgas Dwelling Time, Agung
Kuswandono, capaian dwelling time tersebut sudah memenuhi target, bahkan telah
melebihi target pertama Presiden Jokowi yang mematok angka 4,7 hari. (Untuk memantau progres Dwelling Time ini,
silakan dikunjungi dashboard
online Tanjung Priok).
Tidak mudah mencapai target Dwelling Time tersebut.
Ada banyak masalah dan tantangan dalam pencapaiannya, termasuk Rizal Ramli
harus dengan tegas memasang badan menghadapi mafia-mafia pelabuhan yang tak
senang jika Dwelling Time ditekan.
Kembali mengenai upaya dan langkah-langkah pembangunan
kemaritiman yang sedang digiatkan, Rizal Ramli pun hingga saat ini telah
memunculkan sejumlah kebijakan dan kegiatan yang tidak lain adalah sebagai
proses kebangkitan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim, mulai dari
pemberian wawasan kemaritiman kepada generasi muda dengan mengajak langsung
“bersentuhan” dengan laut, hingga dengan membangun infrastruktur lainnya.
Pada sebuah kesempatan, Menko Rizal Ramli pernah menyatakan,
bahwa Tol Laut yang digagas oleh Presiden Jokowi bukan hanya bermakna lalu-lalangnya
kapal-kapal di perairan nusantara, namun lebih daripada itu Tol Laut adalah terbangunnya
konektivitas antarpulau di negeri maritim sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi
di wilayah-wilayah pesisir atau pinggiran.
Dan konektivitas antar wilayah tersebut, pada akhir
tahun 2015 dan awal 2016, pemerintahan Jokowi telah menyelesaikan pembangunan
27 pelabuhan laut, 4 pelabuhan penyeberangan, 7 bandara baru, 12 bandara pemugaran,
dan terdapat 68 pelabuhan laut lagi yang tersebar di Maluku, Papua, NTT, serta
Sulawesi (Sumber)
Sektor pariwisata yang juga menjadi salah satu bagian
di bawah koordinasi Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, pun tak luput menjadi
perhatian besar Rizal Ramli. Selain membebaskan Visa kunjungan ke Indonesia
kepada 131 negara, Rizal Ramli juga saat ini sedang menggodok 10 titik destinasi
wisata agar dapat dikelola secara khusus dengan membentuk Badan Otorita
Pariwisata (BOP).
Selain itu, Rizal Ramli juga telah memunculkan sebuah
gagasan “Sustainable Ocean dan Blue Economy”
yang salah satunya telah diimplementasikan dalam bentuk memoles desa
nelayan menjadi Desa Wisata. Dalam konteks ini dapat digambarkan, bahwa ketika
nelayan tak bisa melaut karena misalnya ombak yang sangat tinggi, maka nelayan
tersebut tak mesti menganggur dan berdiam diri hingga harus kehilangan
penghasilan. Mereka (nelayan) sambil menunggu kondisi laut kembali tenang, bisa
secara kreatif memanfaatkan keunggulan desanya yang telah menjadi objek wisata
pantai.
Saat menghadiri World
Ocean Conference (WOC), di Lisboa-Portugal, baru-baru ini, Rizal Ramli
sempat memaparkan gagasan “Sustainable Ocean and Blue Economy” tersebut. Dan gagasan
itupun disambut baik oleh seluruh peserta WOC. Terlebih lagi ketika para
peserta WOC mengetahui adanya keseriusan besar pemerintah Indonesia dalam membangkitkan
kejayaan maritim Indonesia melalui Menko Kemaritiman, membuat kemudian sejumlah
negara pun menyatakan ingin menjalin kerjasama dengan Indonesia dalam memajukan
dunia kemaritiman.
Sejarah kejayaan Indonesia sebagai negara Maritim
memang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh seluruh negara di muka bumi ini,
dan sejarah inilah yang sedang dibangkitkan oleh Presiden Jokowi melalui Rizal
Ramli selaku Menko Kemaritiman dan Sumberdaya.
Pengakuan negara-negara lain terhadap ketangguhan
Indonesia di dunia maritim saat ini pun berangsur-angsur mulai terlihat. Misalnya,
di bidang pertahanan dan ketahanan laut, putra-putri bangsa Indonesia beberapa
waktu lalu telah berhasil menyelesaian pesanan pembuatan kapal perang yang
dipesan oleh Filipina, yakni sebuah kapal perang “perusak” jenis Guided Missile
Frigate/Perusak Kawal Rudal (PKR) pesanan TNI AL.
PKR ini sendiri merupakan kapal perang canggih kelas
frigate yang “dirakit” oleh PT PAL Indonesia bekerja samadengan DSNS, Belanda,
melalui transfer teknologi. Selain itu, Filipina juga memesan kapal SSV yang
merupakan hasil karya mandiri anak bangsa Indonesia. Kapal ini menjadi kapal
perang pertama yang diekspor Indonesia.
“Hari ini hari bersejarah, bukan saja bagi PT PAL,
tapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Hari ini kita mengekspor kapal perang
yang canggih,” kata
Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, Rizal Ramli, dalam sambutannya saat
peluncuran kedua kapal tersebut, di di galangan kapal milik PT PAL Indonesia,
Surabaya, Senin (18/1/2016).
Menurut Rizal Ramli, eskpor ini menjadi momentum bagi
industri galangan kapal Indonesia, khususnya PT. PAL, untuk membuktikan
kemampuannya sekaligus memperlebar sayapnya di dunia internasional. Indonesia
punya keunggulan, terutama dari sisi biaya tenaga kerja dan produksi bahan baku
baja. Keunggulan ini membuat kapal perang buatan Indonesia lebih kompetitif.
Integritas Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman dan
Sumberdaya memang tak perlu lagi diragukan, ia tipe sosok pejabat negara yang samasekali
tak ingin berkompromi dengan pihak-pihak yang memiliki rencana “kotor” untuk
kepentingan kelompok tertentu saja. Misalnya, mengkritisi program pembangunan
listrik 35 ribu megawatt, “mengobrak-abrik nafsu” Freeport, juga pantang
menyerah membela rakyat Maluku seputar Kilang gas di Blok Masela, dan
sebagainya.
Dan kini, Rizal Ramli mengajak kita semua, Rakyat
Indonesia untuk dapat segera bangkit menyambut paradigma baru tentang kejayaan
maritim di dunia yang pada abad 21 ini harus dapat diwujudkan di Asia, terutama
di Indonesia.
Ajakan tersebut dituangkan Rizal Ramli sebagai pembangkit
semangat dalam twitternya @RamliRizal:
“Rule the sea, Rule the World: Spanyol,
Portugal abad 16. Inggris abad 18 & 19. Amerika
abad 20. 21, Abad Asia. RI kuasai laut jika ingin jaya”