(AMS, Artikel)
PRESIDEN Jokowi sekitar 10 bulan silam pernah “berjanji”,
bahwa ekonomi di negeri ini mulai bulan September, Oktober dan Nopember 2015
akan meningkat tajam dan melesat bagai roket.
“Mulai agak meroket September, Oktober. Nah, pas Nopember
(2015) itu bisa begini (sambil memperlihatkan tangan menunjuk ke atas),” kata
Jokowi di Istana Bogor, Rabu (5/8/2015).
Sayangnya, Darmin Nasution yang diberi tugas dan tanggungjawab
sebagai Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian hingga kini juga masih dinilai
mandul, --alias belum mampu memperlihatkan “kejantanannya” (kemampuannya) dalam
membantu melahirkan dan mewujudkan “janji” Presiden Jokowi tersebut.
Bahkan, boleh dikata kondisi ekonomi saat ini sepertinya
kian parah. Di mana persendian ekonomi
di negeri ini terasa semakin sangat sulit digerakkan, seakan ingin lumpuh. Juga,
denyutan nadi ekonomi terasa sangat lemah, seakan sulit memompa alirannya ke
seluruh “organ” di negeri ini. Akibatnya, bagai tubuh manusia, kondisi ekonomi
kita saat ini pun semakin tak sehat.
Di mana-mana jeritan rakyat makin nyaring terdengar karena
tercekik oleh situasi ekonomi yang serba sulit. Terutama ibu-ibu rumah tangga
yang saat ini mengaku sangat lesu dan sedih tak berdaya akibat “meroketnya” harga-harga
kebutuhan pokok.
“Katanya Presiden Jokowi sudah perintahkan supaya
harga seperti daging sapi diturunkan sampai Rp. 80 ribu perkilo, tapi nyatanya
harga daging sapi masih Rp. 110 ribu bahkan Rp.120 ribu perkilo. Juga dengan
harga-harga kebutuhan pokok lainnya naiknya gila-gilaan. Sementara gaji suami
tak pernah naik-naik, bagaimana ini, sungguh pusing dan bikin lesu,” ujar Ibu
Nety (51), warga Kota Tengah-Kota Gorontalo.
Selain Ibu Nety, masih banyak ibu-ibu rumah tangga
lainnya yang amat mengeluhkan situasi ekonomi yang sangat sulit seperti ini.
Mereka mengaku amat kecewa. Katanya, Presiden Jokowi percuma menunjuk Menko
Perekonomian seperti Darmin Nasution namun hanya mandul, sebab nyatanya saat
ini Menko Darmin tidak mampu berbuat banyak untuk membantu presiden dalam menciptakan
ekonomi yang sehat. “Jangan-jangan Pak Menko ini (Darmin) bukan pilihannya Pak
Jokowi?” ujar seorang ibu rumah tangga.
Omelan ibu-ibu rumah tangga ini sama sekali tak bisa
disalahkan, sebab memang di mana-mana kenyataannya harga-harga kebutuhan pokok saat
ini benar-benar mengalami kenaikan, dan pemerintah nampak tak berdaya
mengatasinya.
“Kita merasa bagai anak ayam yang kehilangan induk,
percuma ada pemerintah tetapi tak bisa membantu rakyatnya ketika menghadapi
kesulitan, seperti sekarang ini di saat kita benar-benar sulit menjangkau harga
kebutuhan pokok seolah-olah kita dibiarkan begitu saja menghadapi situasi sulit
ini,”keluh ibu-ibu lainnya.
Sementara itu dilansir Poskota-news,
kaum ibu yang sibuk berbelanja di Pasar Mampang Prapatan untuk kebutuhan sahur
puasa hari pertama, Senin (6/6/2016), mengaku kaget karena harga-harga sembako
terus meroket, termasuk sayur-mayur. “Seminggu pertama puasa, anak-anak saya
biasanya minta dimasakin kolak untuk kudapan buka puasa,” kata Muryati, warga
RW 01 Tegal Parang saat belanja di Pasar Mampang Prapatan, Minggu (5/6/2016).
Namun ibu ini kecewa lantaran gula merah kualitas
sedang dijual Rp18.000/kg dari sebelumnya Rp15.000/kg, dan untuk gula merah kualitas
1 dibandrol Rp20.000/kg. Gula pasir eceran dan gula pasir bermerek juga naik
Rp2.000/kg menjadi Rp16.000/kg dan Rp17.000/kg.
Pada situasi seperti itu, menurut Muryati, untuk
kebutuhan kolak ia juga harus membeli kelapa untuk santan yang kini dijual
Rp8.000 per butir dari sebelumnya Rp6.000/butir. Serta sajian utama kolak
antara lain tape singkong, kolang-kaling, ubi, singkong ataupun pisang. Ia pun memperkirakan
untuk masak kolak saja sudah lebih dari Rp.50 ribu. Belum lagi untuk lauk buka
puasa dan sahur.
Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok nampaknya tidak
hanya membuat ibu-ibu rumah tangga menjadi lesu, sedih dan kecewa, tetapi juga bisa
membuat stres tingkat tinggi hingga berpotensi memicu untuk melakukan hal-hal
yang tak diharapkan, misalnya mencuri, menjabret, dan lain sebagainya.
Seperti yang terjadi di Sumatera Selatan, seorang ibu
rumah tangga berinisial ES (30) nekat menjambret kalung emas milik seorang
bocah perempuan 3 tahun di Pasar Baru
Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim.
Menurut pengakuan ES, dirinya ke pasar tidak sedikitpun
bermaksud menjabret, namun karena harga-harga kebutuhan pokok di pasar sangat
sulit dijangkau, maka dirinya terpaksa menjambret. “Saya sangat butuh uang untuk
kehidupan sehari-hari. Menjelang puasa, harga sembako naik, sementara
pendapatan minim,” ujar ES saat berhasil dibekuk pihak berwajib.
Kelesuan, kesedihan, dan rasa stres ibu-ibu rumah
tangga tersebut memang sangat beralasan, sebab bukan hanya harga-harga sembako yang
membuat kepala pusing, tetapi juga anak-anak mereka saat ini juga sedang sangat
membutuhkan keperluan sekolah pada tahun pelajaran baru ini, seperti pakaian,
sepatu, buku-buku sekolah dan lain sebagainya.
Sehingga itu kelesuan, kesedihan, juga rasa stres
ibu-ibu rumah tangga dalam menghadapi situasi ekonomi yang sangat sulit seperti
ini hendaknya tak bisa dibiarkan terus terjadi. Darmin sebagai Menko
Perekonomian harus segera mengambil langkah strategis agar tidak melemahkan
kepercayaan rakyat terhadap Presiden Jokowi.
Namun jika Darmin Nasution tetap mandul dalam
menjalankan tugasnya, maka boleh dipastikan bahwa bukan hanya ibu-ibu rumah
tangga yang merasakan lesu, sedih dan stres tingkat tinggi, tetapi juga Presiden
Jokowi. Pertanyaannya, apakah sudah tak ada lagi sosok yang lebih pantas dan
yang lebih mumpuni untuk diberi kepercayaan sebagai Menko Perekonomian guna
mengatasi kesulitan ekonomi yang rakyat alami di negeri ini???