SELAIN Pancasila 1 Juni 1945, dalam materi Pendahuluan Visi-Misi Jokowi-JK dengan sangat jelas juga menempatkan Trisakti sebagai sebuah ideologi yang harus dilaksanakan. Dan hal ini sekaligus menunjukkan, bahwa Jokowi-JK nantinya dalam menjalankan pemerintahannya di lima tahun ke depan bertekad mewujudkan ajaran Trisakti yang dilahirkan oleh Presiden pertama RI, Soekarno.
Dalam Visi-Misi tersebut, Jokowi-JK menguraikan, bahwa Trisakti memberikan pemahaman mengenai dasar untuk memulihkan harga diri bangsa dalam pergaulan antar-bangsa yang sederajat dan bermartabat, yakni berdaulat dalam bidang politik; berdikari dalam bidang ekonomi; dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Khusus berdikari dalam bidang ekonomi, Jokowi-JK menjabarkan dalam visi-misinya, bahwa berdikari dalam ekonomi diwujudkan dalam pembangunan demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama dalam pembentukan produksi dan distribusi nasional.
Jokowi-JK dalam Visi-Misinya tersebut secara tegas juga menyatakan, kedaulatan politik akan kehilangan makna jika tidak diiringi oleh kemandirian ekonomi yang menjadi prasyarat dasar bagi terjaganya otonomi dalam pembuatan kebijakan nasional.
Dengan mencermati Visi-Misi Jokowi-JK yang diberi titel “Menuju Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian” itu, serta dengan mendalami tiga ajaran Trisakti (khususnya berdikari dalam bidang ekonomi) yang telah dijadikan sebagai salah satu ideologi tersebut, maka sejumlah pertanyaan pun tentu akan bermunculan. Misalnya, mampukah Jokowi-JK mempersembahkan perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. Atau sanggupkah Jokowi-JK mewujudkan Trisakti? Dan lain sebagainya.
Namun apapun pertanyaannya, saya cuma melihat jawaban kuncinya hanya terletak pada siapa figur-figur yang akan ditunjuk sebagai menteri yang akan mengisi kabinet Pemerintahan Jokowi-JK nantinya. Sebab, semua program kerja pembangunan nantinya hanya bisa berjalan atau tidak itu adalah tergantung pada cara kerja para menteri.
Jika memang benar-benar Jokowi-JK serius ingin membawa Indonesia menuju perubahan dengan tujuan utama menjalankan serta mewujudkan ideologi Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti, maka Jokowi-JK tentunya wajib menempatkan figur-figur menteri yang diyakini bisa menjadi ujung tombak dalam mencapai visi-misi pemerintahan, yakni mereka yang diyakini benar-benar bisa menghidupkan serta menggerakkan ruh Pancasila dan Trisakti tersebut.
“Kecelakaan” terbesar bagi Pemerintahan Jokowi-JK jika ternyata nantinya hanya melakukan “uji-coba” atau “coba-coba” menempatkan figur-figur untuk dijadikan sebagai menteri dengan kondisi PR (Pekerjaan Rumah) yang begitu berat yang diwariskan oleh Pemerintahan SBY.
Jokowi-JK harus jeli, selektif dan berani menunjuk serta memilih figur-figur menteri yang tepat yang dinilai di dalam jiwanya tertanam ideologi Pancasila dan Trisakti.
Jokowi-JK jangan mau dijebak dan didesak dengan pihak-pihak yang menuntut untuk dijadikan menteri atas dasar “balas-budi”. Bukankah memang dari awal Jokowi-JK membuka “lowongan koalisi” itu dengan sebuah prinsip “koalisi tanpa syarat”?
Prinsip inilah sesungguhnya yang sangat tepat untuk dijadikan sebagai “pintu pertama” dalam menjalankan dan mewujudkan Pancasila serta Trisakti secara utuh demi mempersembahkan perubahan yang terbaik bagi Ibu Pertiwi.
Jika “pintu pertama” ini dijebol dan dibuka secara “paksa”, maka Pancasila dan Trisakti yang dijadikan sebagai ideologi itu juga dengan sendirinya bisa dipastikan akan ikut runtuh.
Sebaliknya, jika Jokowi-JK mampu menempatkan orang-orang yang berkompeten, punya integritas, pengalaman serta track-record sebagai sosok yang berjiwa Pancasila dan identik dengan ajaran Trisakti, maka dengan sendirinya Pemerintahan Jokowi-JK benar-benar akan berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, Jokowi-JK harus bisa mematahkan pesimisme dari pemilih pasangan Capres Prabowo-Hatta sebesar 46,85%, yakni dengan cara sepenuh hati menjalankan semua yang menjadi komitmen dari awal, di antaranya prinsip koalisi tanpa syarat, mnghidupkan Pancasila dan Trisakti sebagai ideologi, dan lain sebagainya. Yang kesemuanya jika berjalan dengan baik, maka dengan sendiri Revolusi Mental pun akan dapat mencapai tujuannya secara maksimal.
Adalah dapat disebut sebuah kebohongan besar apabila Jokowi-JK ternyata tidak mampu berpegang teguh pada komitmen dan prinsipnya pada “koalisi tanpa syarat”, juga apabila dalam pemerintahannya melenceng dari ideologi Pancasila dan Trisakti. Yakni dengan menempatkan orang-orang dalam kabinet sebagai menteri berdasarkan pada “balas budi dan jasa”.
Sehingga itu, Jokowi-JK hendaknya tidak segan-segan menunjuk dan memilih figur-figur yang diyakini benar-benar bisa membantu dan memudahkan jalannya pemerintahan yang berideologi Pancasila dan Trisakti ini.
Memang banyak figur yang boleh disebut “jago” dan mungkin dinilai cocok untuk diposisikan sebagai menteri. Namun hanya sedikit figur yang di dalam jiwanya terdapat dan tertanam ruh Pancasila dan ajaran Trisakti.
Dan di antara figur yang sedikit itu, sosok yang diyakini sebagai figur yang amat mengedepankan ideologi Pancasila dan sangat berkiblat kepada ajaran Trisakti sejak dahulu kala adalah Dr. Rizal Ramli.
Jika ada pihak yang pro-kontra terhadap sosok mantan aktivis yang pernah dibui pada era Orde Baru ini, tentulah itu hal biasa, sebab kondisi seperti ini dapat terjadi kepada siapa saja. Namun secara objektif, Rizal Ramli sesungguhnya adalah sosok profesional yang sangat giat memperjuangkan ekonomi kerakyatan tanpa mengedepankan kepentingan parpolnya (karena memang Rizal Ramli selama ini tak punya parpol).
Makanya, setiap gagasan atau ide-ide yang dimunculkan Rizal Ramli sesungguhnya adalah utuh dan murni dilahirkan dari pemikiran-pemikirannya sebagai ekonom senior, bukan sebagai politisi tulen.
Dan saya pikir, Jokowi-JK tentu tidak akan menyia-nyiakan figur ideal seperti Rizal Ramli ini sebagai salah satu sosok yang diyakini bisa membantu dan memudahkan terwujudnya cita-cita Pancasila dan Trisakti.