(AMS, opini)
RIZAL RAMLI memang tidaklah sepopuler Jokowi; tidaklah sehebat SBY dalam melakukan pencitraan diri; tidaklah punya suara merdu seperti para penyanyi dengan sejumlah album lagu; tidak pula berwajah lembut yang tapi “menghanyutkan” seperti Boediono; pun tidaklah pandai meloncat dari parpol satu ke parpol lainnya untuk bertahan hidup; juga tidaklah punya kekayaan yang berlimpah seperti para koruptor.
Rizal Ramli hanyalah seorang Yatim-piatu sejak usia 6 tahun; yang hanya dipelihara dan dibesarkan serta disekolahkan dari SD hingga SMA di Jawa hasil tetesan keringat neneknya di Bogor. Sesudahnya, Rizal Ramli pun terbang bagai burung dengan memakai sayapnya sendiri, tanpa bantuan dan topangan dari siapa-siapa lagi, apalagi dari keluarga.
Ketika berhasil lulus sebagai mahasiswa di ITB saja, Rizal Ramli harus menyediakan sendiri ongkos kuliah dari awal tanpa membebani orang lain. Ia bekerja apa saja, kerja di percetakan dan lain sebagianya, yang penting halal, termasuk pula membuka jasa penerjemahan (translate) Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya.
Meski sangat sulit menambal hidup, tetapi tidak serta-merta harus lebih mendahulukan kepentingan dirinya sendiri. Terbukti, Rizal Ramli ketika sebagai mahasiswa yang susah membiayai hidupnya itu, malah lebih memilih memperjuangkan nasib orang banyak dari pada dirinya sendiri. Yakni, dengan terjun langsung sebagai aktivis membela hak-hak rakyat melalui berbagai gerakan perlawanan terhadap pemerintahan Orde Baru (Orba), yang dianggapnya sangat otoriter dan korup. Jadi, jangan pertanyakan lagi, mengapa Rizal Ramli sampai sekarang tetap kritis terhadap pemerintah yang korup..!!!
Lantaran dinilai sangat membahayakan kelangsungan pemerintahan Orba, Rizal Ramli ketika itu pun diciduk dan dipenjara hampir 2 tahun di Sukamiskin-Bandung.
Di dalam penjara, Rizal Ramli memang tak bisa berbuat banyak. Tetapi selama menjadi tahanan politik, Rizal Ramli malah makin mendapatkan kekuatan “bathin”. Terlebih ketika bilik yang dihuninya adalah bilik yang juga pernah dihuni oleh Presiden Soekarno, membuat otot-otot perjuangan Rizal Ramli pun makin kekar, dan jiwa pengabdiannya malah makin terasa mekar.
Sehingga, saat dirinya telah dibebaskan, Rizal Ramli tidak harus menyerah begitu saja terhadap kondisi yang sangat bertentangan dengan pemikiran dan hatinya. Tekadnya untuk memperjuangkan kebebasan dan hak-hak azasi manusia makin ia tancapkan.
Meski memang hanyalah sebatang kara, tetapi Rizal Ramli selalu sadar, bahwa Tuhan senantiasa melindunginya, karena apa yang diperjuangkannya adalah untuk kepentingan orang banyak, bangsa dan negaranya. Jika bukan Tuhan yang langsung menjaganya, maka mudah saja bagi rezim Orba untuk menghilangkan orang seperti Rizal Ramli karena dianggap selalu mengusik penguasa ketika itu.
Dan memang, Tuhan selalu melindungi dan menuntun langkah Rizal Ramli. Sebab, tak lama selepas dari penjara, Rizal Ramli yang sudah tak punya apa-apa (keluarga dan uang) itu pun berhasil mendapat beasiswa dari ford-foundation. Ia kemudian studi di Boston-University hingga meraih gelar doktor ekonomi.
Dari situ, lembaran episode “kedua” perjuangan dan pengabdian Rizal Ramli pun mulai terbuka. Ia mulai memperlihatkan kualitasnya sebagai anak bangsa yang sudah sejak awal mampu hidup secara mandiri. Dan ini sangat amat patut diteladani oleh anak-anak bangsa kita saat ini.
Terlebih ketika kita tahu, bahwa Rizal Ramli kemudian berhasil menjadi seorang Kepala Bulog, lalu menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, yang dilanjutkan sebagai Menteri Keuangan. Maka, tentunya tak keliru jika perjuangan dari sosok seperti Rizal Ramli, sekali lagi, sangat patut untuk dapat ditiru oleh para generasi selanjutnya.
Andai masih hidup, kedua orangtua Rizal Ramli pastilah sangat bangga terhadap anaknya yang mampu hidup mandiri ini. Dan tak berlebihan pula kiranya apabila dikatakan, bahwa 1000 tahun kemudian pun belum tentu ada sosok sehebat seperti Rizal Ramli. Mengapa?
Karena Rizal Ramli bukanlah sosok yang muncul sebagai tokoh nasional secara instan, tetapi harus dilalui dari awal dengan perjuangan yang begitu berat dan pahit. Dan dari perjuangan itulah, ia tak haus dengan jabatan. Tengok saja, ia rela dipecat dari jabatannya selaku Komisaris Utama di salah satu BUMN hanya karena kembali menentang kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan hidup rakyat.
Mampu lulus di ITB, berani dipenjara karena membela hak-hak rakyat dengan melawan rezim Orba, mampu meraih gelar doktor ekonomi, lalu berhasil menjadi menteri, kemudian kini sebagai anggota panel ekonomi di PBB, Ketua Umum Kadin, serta lain sebagainya. Dan semua itu bisa dicapainya meski tak punya kedua orangtua lagi, juga seluruhnya bisa diraih meski tidak melalui partai politik. Dan ini baru hebat namanya.
Selamat Hari Ulang Tahun buat DR. Rizal Ramli, 10 Desember 2013 ini:
Semoga Tuhan yang Maha Berkehendak dan Maha Mulia segera memekarkan mata hati rakyat untuk berpihak kepada diri Rizal Ramli demi mekarnya bunga Perubahan di negeri ini. Amin…!!!