Thursday, 9 October 2014

Kalah di Parlemen, Jokowi Jangan Bangun Kabinet “Parlente”

(AMS, Opini)
JOKOWI-JK bersama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) saat ini jangan pernah merasa hebat, atau sok jago, apalagi arogan dengan kemenangan yang telah diraihnya pada Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.

Sebab, remote-control kewenangan di level parlemen (DPR dan MPR) saat ini berhasil berada di tangan Koalisi Merah Putih (KMP). Dan itu berarti, Jokowi sebagai Presiden terpilih telah berada di posisi yang sama sekali tidak menguntungkan di dalam arena pertarungan politik untuk lima tahun ke depan.


Ya, Jokowi saat ini tepat berada pada bidikan sebagai sasaran empuk oleh KMP. Sekali saja Jokowi melakukan kecerobohan, maka KMP akan menghajarnya secara bertubi-tubi dari segala penjuru “atas nama” undang-undang. Dan untuk hal ini saya sangat percaya, sebab KMP tentu amat merasakan “luka” atas kekalahannya dari KIH pada Pilpres 2014 yang lalu.

KMP bahkan boleh jadi saat ini sedang menyiapkan dan telah menyusun berbagai manuver untuk dapat melakukan “serangan balasan” terhadap Jokowi beserta para parpol koalisinya tersebut. Dan kondisi seperti ini sangatlah mudah ditebak oleh siapapun. Lihat saja di beberapa waktu lalu, betapa mudahnya perjuangan KIH dipatahkan oleh KMP ketika pembahasan pengesahan RUU Pilkada, dan lain sebagainya.

Dan sungguh, parlemen yang kini berhasil dikuasai dan dikendalikan oleh KMP seakan memberi sebuah pesan bahwa: “Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidaklah sehebat yang dibayangkan. Sebab, Indonesia bisa dikatakan hebat apabila ‘merah putih’ tetap berkibar di atas tiang kejayaan”.

Jika pesan tersebut berhasil dijadikan sebuah “dogma” sebagai pembakar semangat oleh KMP dan ditanamkan di tengah-tengah suasana arena pertarungan politik saat ini, maka Jokowi-JK memang tidaklah bisa berharap banyak dari KIH semata.

Dengan jujur dan pahit ingin saya katakan, bahwa sejak KMP berhasil menguasai parlemen secara utuh dan penuh tanpa satu pun kursi pimpinan yang diduduki oleh KIH, membuat banyak pihak (publik) pendukung Jokowi-JK yang sempat saya temui semuanya berkomentar pesimis: “Sebentar lagi nasi akan segera menjadi bubur. Jokowi dan KIH sangat sempit ruang geraknya karena akan dihimpit oleh KMP,” demikian rata-rata ungkapan sejumlah pihak.

Jika demikian, satu-satu cara yang bisa dilakukan Jokowi guna mematahkan setiap semangat dan manuver “licik” yang kiranya akan dimainkan oleh KMP nantinya, adalah dengan tidak coba-coba membangun Kabinet “Parlente”, yakni kabinet yang hanya diisi oleh orang-orang yang banyak bicara (teori) namun sedikit kerja, senang gaya-gayaan, ingin dihormati, doyan berfose bareng dan mungkin senang berfoto selfie.

Kabinet Parlente seperti itu tidak akan bisa mendatangkan apa-apa buat kemajuan negeri ini. Sebab, menteri yang bergaya parlente lebih cenderung memamerkan kehadirannya dengan gaya-gayaan, dan merasa bangga serta selalu ingin dihormati.

Olehnya itu, Jokowi harus dan wajib membangun Kabinet yang benar-benar berkualitas sebagai barisan “penyerang dan peluncur” di lapangan yang program kerjanya bisa langsung berdampak positif buat masyarakat, bukan kabinet gaya-gayaan atau “parlente” yang justru makin membuat parlemen menjadi lebih mudah menjatuhkan Jokowi di mata masyarakat.

Atau dengan kata lain, Jokowi jangan sekali-kali membangun atau memunculkan kabinet rapuh yang di dalamnya terdapat orang-orang yang baru belajar “bertempur” di medan yang memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi seperti saat ini.

Jokowi harus dan harus bisa menunjuk serta menempatkan orang-orang yang benar-benar diyakini siap karena memang sudah memiliki pengalaman “tempur”, dalam artian adalah orang-orang yang benar-benar siap pakai dan siap bekerja tanpa harus dilatih lagi. Sebab ini bukan saatnya melatih orang-orang untuk menjadi seorang menteri, tetapi ini adalah waktunya untuk langsung bekerja dan segera melakukan akselerasi dalam mengatasi seluruh masalah bangsa dan negara.

Apabila hal tersebut mampu dilakukan oleh Jokowi dengan baik, maka rakyat tentu tidak akan terpengaruh apa-apa terhadap manuver licik apapun yang kiranya akan dimainkan oleh KMP nantinya.

Sebaliknya, jika Jokowi dinilai tidak becus bekerja karena menempatkan orang-orang yang baru belajar menjadi menteri dalam kabinet, maka mudah bagi KMP untuk menciptakan dan memunculkan mosi tidak percaya kepada pemerintahan Jokowi-JK.