Thursday, 24 October 2013

Rizal Ramli Pelopori AntiKorupsi di Kadin

(AMS, opini)
KESERIUSAN Rizal Ramli selaku Ketua Umum Kadin untuk menjadikan Kadin sebagai organisasi yang berwibawa, kuat, rapi, dan bersih mulai ditunjukkannya dalam Munas VII Kadin. Yakni, dilakukannya penandatanganan Pakta Integritas Anti-Korupsi (PIAK) di hadapan Ketua KPK Abraham Samad . Penandatangan PIAK itu sendiri dilakukan oleh Ketua Umum Kadin Rizal Ramli, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Oesman Sapta Odang, dan Ketua Dewan Penasehat Kadin Setiawan Djody.


Ada tiga butir yang tertuang dalam PIAK yang dibacakan langsung Rizal Ramli secara tegas pada Munas VII Kadin Indonesia, di  Hotel Manhattan, Jakarta, Selasa (22/10), yakni:
1. Kadin Indonesia menyatakan, akan mempelopori gerakan antikorupsi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kalangan dunia usaha,
2. Kadin Indonesia akan membangun masyarakat Indonesia yang bersih dari korupsi bersama KPK,
3. Kadin Indonesia akan membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, maju, dan mandiri untuk Indonesia yang lebih baik.

Tentu saja, yang dilakukan oleh Rizal Ramli dkk di tubuh Kadin itu adalah sebuah babak-baru agar Indonesia dapat benar-benar bersih, lalu mampu memperbaiki dan menata kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang mengalami babak-belur. Dan sebagai mantan Menko Perekonomian sekaligus selaku Ekonom Senior, Rizal Ramli diyakini mampu  untuk melakukan hal tersebut.

Tak salah jika Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menunjuk Rizal Ramli sebagai Capres yang paling ideal 2014. Sebab, dalam hal ini saja, Rizal Ramli nampaknya memang sangat menyadari betul, bahwa korupsi tingkat tinggi saat ini yang paling banyak dilakoni oleh para pejabat tinggi itu juga banyak melibatkan pengusaha. Misalnya, melalui lobi-lobi proyek, dari sejak digodok di DPR hingga pada penentuan pemenang tendernya, itu sangatlah sarat dengan persekongkolan untuk mendapatkan keuntungan berlipat-lipat. Lalu muncullah KORUPSI melalui suap-menyuap.

Selama ini, kita memang sudah sangat mengetahui adanya sebuah “budaya” yang sering dilakukan oleh para pejabat dengan pengusaha, yakni suap-menyuap untuk mendapatkan proyek. “Budaya” inilah yang kiranya ingin dihentikan oleh Rizal Ramli selaku Ketua Umum Kadin agar terjadi pemerataan kesejahteraan di dunia usaha secara profesional, bukan karena adanya hubungan garis kekeluargaan atau kekerabatan yang pada akhirnya hanya memunculkan dinasti kekuasaan.

“Jika tidak dihentikan (korupsi) saat ini, maka jangan harap negara ini menjadi sejahtera. Korupsi dilakukan karena hidup koruptornya tamak, serakah dan hidupnya sudah mewah, Tapi ternyata masih saja korupsi,” ujar Abraham Samad sebagai pembicara dalam Munas Kadin VII, di Jakarta, Selasa (22/10) tersebut. Seperti dikutip baratamedia.

Abraham menegaskan agar para pengusaha dapat memberikan dukungannya dalam upaya pemberantasan korupsi yang sangat marak seperti saat ini, yakni dengan meninggalkan praktik suap. “Harus dihindari oleh pengusaha-pengusaha yang ada di Kadin. Hindari praktik suap,” kata Abraham Samad.

Sementara itu, Rizal Ramli menegaskan, tingginya harga kebutuhan pangan adalah buah dari kebijakan ekonomi, khususnya perdagangan yang keliru. Dipertahankannya sistem kuota impor telah melahirkan kelompok-kelompok kartel yang merugikan bangsa dan rakyat Indonesia. Pada saat yang sama, kartel-kartel ini mendikte harga untuk memperoleh keuntungan sangat besar, yang sebagian mereka gunakan untuk menyogok pejabat-pejabat korup.

Menurut Rizal Ramli, Kadin-lah yang seharusnya melobi pemerintah, agar sistem kartel yang hanya menguntungkan segelintir pemain besar segera dihapuskan. Saat ini, katanya, rakyat kita membayar harga daging sapi, gula, dan kedelai 100 persen lebih mahal dibandingkan harga di pasar internasional. “Saya yakin, kalau sistem kartel dihapuskan, harga berbagai bahan pangan itu bisa turun hingga 80 persen. Lagi pula, dengan dihapuskannya sistem kartel, maka pengusaha di daerah juga bisa mengimpor gula, kedelai, daging sapi dan lainnya. Tentu saja, mereka juga harus membayar tarif yang wajar sehingga tidak merugikan petani,” ujar Rizal Ramli, disambut gemuruh tepuk tangan peserta Munas.

Dikatakannya, Kadin seharusnya berfungsi sebagai kekuatan yang mendorong dilahirkannya kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi. “Jangan lagi Kadin hanya menjadi alat para pengurusnya untuk memperoleh proyek seperti selama ini. Ketua dan pengurus Kadin harus benar-benar bekerja untuk seluruh anggotanya. Jangan cuma bangga ditenteng-tenteng presiden atau menteri ke berbagai acara ini-itu, sementara secara substansial justru sama sekali tidak berperan,” ujar Rizal Ramli yang kembali disambut sorak tepuk tangan peserta Munas.

Sehubungan dengan itu, Rizal Ramli mengajak seluruh pengusaha untuk menjadikan Munas VII Kadin kali ini sebagai momentum kebangkitan pengusaha. Langkah itu diawali dengan menjadikan Kadin sebagai wadah pengusaha yang berwibawa dan disegani. Jangan lagi menjadikan Kadin hanya semata-mata sebagai alat untuk memperoleh proyek-proyek dari pemerintah.

“Sebagai pengusaha, boleh saaja dan memang sudah seharusnya berbisnis, termasuk mencari proyek. Tapi itu silakan secara individu, bukan organisasi. Kadin harus mampu mendorong dilahirkannya kebijakan-kebijakan untuk membangun Indonesia yang lebih baik,” kata Rizal Ramli.

Dalam kesempatan tersebut, Rizal Ramli juga mengaku prihatin melihat rendahnya standar etika para pejabat publik di negeri ini. “Di luar negeri, pejabat yang baru terindikasi korupsi saja sudah mengundurkan diri. Di Indonesia, bukan saja mereka tidak mundur dari jabatannya, tapi juga masih tidak punya malu tampil di depan publik. Bahkan ada pejabat yang masih bicara soal good gevernance walau sudah jadi tersangka,” kata Rizal Ramli.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Munas Nur Achmad Affandi mengungkapkan, Munas kali ini dihadiri 27 Kadinda provisini dan 25 asosiasi sebagai Anggota Luar Biasa (ALB). Dengan demikian Munas kali ini sudah jauh melampaui kuorum yang dibutuhkan. Sedangkan agenda Munas adalah merumuskan kebijakan sebagai rekomendasi, menyusun program umum, dan memilih Ketua umum dan formatur.