Sunday, 26 August 2012

Walikota Gorontalo Laporkan Wakilnya ke Mendagri

(AMS, opini)
MESKI pada ajang Pemilihan Walikota (Pilwako) Gorontalo 2008 silam, pasangan paket Damay (Adhan DAmbea - Feriyanto MAYulu) berhasil tampil sebagai pemenang, namun pasangan Damay tersebut saat ini dinilai rasa-rasanya tak ada lagi “kedamaian”. Ketidakharmonisan pun nampak mengepul di dada masing-masing selama lebih setahun di tubuh Pemerintahan Kota Gorontalo antara Walikota dan Wakil Walikota yang sebetulnya telah lama pula tercium oleh sejumlah kalangan, namun baru akhir-akhir ini ketidakharmonisan tersebut dapat sedikit-sedikit terkuak ke permukaan.


Begini ceritanya, setelah sekian lama Wakil Walikota (Wawali) Gorontalo Feriyanto Mayulu dinilai tidak masuk kantor, Walikota Gorontalo akhirnya melayangkan surat permohonan Penegasan Status Feriyanto tersebut kepada Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.

Surat Walikota Gorontalo Nomor: 100/pem/567/2012, tertanggal 14 Mei 2012 tersebut dengan jelas meminta dan memohon ketegasan Kemendagri agar segera mengambil tindakan tegas atas sikap Feriyanto Mayulu yang dinilai tidak lagi menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Wakil Walikota Gorontalo.

Penegasan tersebut harus dimohonkan langsung oleh Walikota ke Kemendagri karena sejauh ini Gubernur Gorontalo juga belum bisa mengambil sikap tegas atas status Wawali tersebut.
Tetapi tujuh hari setelah surat Walikota Gorontalo itu dilayangkan, Gubernur Gorontalo pun akhirnya mengeluarkan surat berbau bantahan disertai dan dilampiri dengan selembar Hasil Klarifikasi dari Feriyanto Mayulu selaku Wawali.
Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, dalam surat Nomor: 100/Pem/378/V/2012 yang ditujukan langsung kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) itu dengan jelas ‘membantah’ surat Walikota .

Gubernur Gorontalo dalam suratnya tersebut bahkan dengan sangat tegas menyatakan, bahwa tidaklah benar jika Feriyanto Mayulu tidak melaksanakan tugas sebagai Wawali. “Tetapi yang benar adalah Wakil Walikota tetap melaksanakan tugasnya di rumah pribadi dengan alasan dan pertimbangan sebagaimana hasil klarifikasi kami langsung kepada Wakil Walikota Gorontalo,” tulis Gubernur Gorontalo Rusli Habibie dalam suratnya tertanggal 21 Mei 2012 tersebut.

Hasil klarifikasi yang sekaligus sebagai lampiran surat Gubernur Gorontalo ke Mendagri itu menyebutkan sembilan alasan Feriyanto Mayulu terpaksa tak lagi masuk berkantor di Kantor Walikota. Yakni, di depan ruang kerja Wawali telah terpasang CCTV yang digunakan walikota untuk memonitor tamu-tamu yang akan menemui Wawali; Pimpinan SKPD dilarang bertemu/berkonsultasi dengan Wawali di ruang kerjanya; Ruang kerja Wawali pernah dibongkar tanpa sepengetahuan Wawali; Pembagian kewenangan sudah tidak jelas lagi;

Selanjutnya, Wawali merasa tidak difungsikan lagi; Keadaan pemerintahan tidak kondusif lagi; Wawali merasa tak nyaman lagi berkantor di Kantor Walikota; Ketika Walikota melaksanakan tugas di luar daerah, maka Plh Walikota hanya diserahkan kepada Sekretaris daerah atau kepada Asisten Sekretaris Daerah; Menghindari hal-hal yang tak diinginkan serta untuk tetap lancarnya pelayanan buat masyarakat, maka Wawali mengambil keputusan untuk tetap menjalankan tugas sebagai Wawali dengan berkantor di rumah pribadi.


Kondisi terakhir bahkan dikabarkan tenaga Satpol yang dulunya bertugas di kediaman pribadi Wawali kini ditarik oleh walikota. Bukan hanya itu, seluruh tunjangan dan honor Wawali bahkan sudah diperintahkan agar tidak dicairkan sebagaimana biasanya. “Kami terpaksa harus bertugas secara bergilir menggantikan tugas Satpol guna melayani masyarakat yang ingin bertemu dengan pak Wawali,” ujar sejumlah kader PAN mengaku sukarela bertindak sebagai Satpol.