SEBELAS tahun sudah kuhabiskan waktuku berhadapan dengan komputer, bergelut dengan pekerjaan yang amat membutuhkan energi tinggi, dari mulai malam yang membentangkan tirai kegelapannya, hingga pagi menyapa kelelahan di sekujur tubuhku. Lalu siang, sedikit menjelang sore, aku harus memaksa diri bangun untuk menekuni rangkaian pekerjaanku. Yakni, ingin menemui sejumlah orang, termasuk beberapa pejabat yang selama ini jadi relasiku.
Memang, segudang pekerjaan harus kuemban lebih berat, karena selain sebagai penanggungjawab redaksi di salah satu majalah bulanan lokal di Gorontalo, akulah juga yang terlanjur lebih menguasai lay-out dan desain grafisnya. Sehingga rasanya memang sangat sempit waktu yang tersedia untuk kuluangkan buat keluargaku. Terlebih ketika mendekati tahapan dead-line, sudah pasti tenaga dan pikiranku harus kusiapkan secara ekstra.
Seperti biasa, aku baru mulai siap-siap beranjak dari kursi kerja yang menopang tubuh kurusku untuk istirahat, apabila embun yang mengkristal di dedaunan sudah nampak sirna tak berkilau.
Namun suatu pagi di akhir April 2011, kebiasaanku untuk istirahat nampaknya harus aku tunda, setelah tiba-tiba melihat putra bungsuku berjalan menghampiriku. Kepala dan tangannya bergoyang-goyang mengikuti irama musik dari HP milik kakaknya yang sedang dipegangnya.
Memperhatikan goyangannya, aku agak sedikit kuatir, jangan-jangan HP itu sebentar akan dibanting ke lantai. Tapi sejenak aku berpikir bahwa ini adalah kesenangannya, sehingga aku tetap membiarkannya untuk melakukan “atraksi”nya tanpa harus aku tegur lalu mengambil HP di tangannya.
Sembari tetap memperhatikan gemulai goyangan tubuhnya, sejenak aku termenung, bahwa kesibukan yang melilit-lilit selama ini, ternyata telah menghalau perhatianku untuk mengetahui perkembangan, Andi Hilman Amsyari Muis, putraku yang baru berusia 1 tahun 6 bulan itu.
Hilman, begitulah ia akrab disapa, lahir di Gorontalo tanggal 10 Nopember 2009, ternyata telah senang mendengar musik dan bergoyang saat usianya baru 7 bulan. Dan kini, lagu India Chaiyya-chaiyya yang diaksikan oleh Shahrukh Khan dalam sebuah film Bollywood, yang belakangan dipopulerkan Briptu Norman, menjadi lagu kesenangannya juga.
Baik Shahrukh Khan maupun Briptu Norman, masing-masing punya kelebihan sebagai peruntungannya. Briptu Norman diuntungkan karena seragam polisinya, sementara Shahrukh Khan saat lahir telah memiliki tanda yang mengelilingi lehernya. Konon, tanda itu sebuah anugerah dari Dewa Hanoman, yang menurut kepercayaan India itu adalah tanda keberuntungan.
Sementara, satu-satunya tanda pada diri Hilman adalah hanya memiliki dua pusat belahan rambut di kepalanya, dan memiliki dua kesamaan dengan aksara nama Hanoman, yakni sama-sama diawali dengan huruf “H”, dan sama-sama memiliki “MAN” di akhir namanya.
Tapi mungkinkah kebiasaan dan kesenangan Hilman bergoyang musik Chaiyya-chaiyya dengan lincah karena juga ada Dewa Hanoman di sampingnya? Seperti Shahrukh Khan yang mempercaiyai tanda keberuntungannya itu karena anugerah dari Dewa Hanoman?
Namun apapun istilahnya, aku sebagai ayah harus percaya dan tetap mendukungnya, bahwa suatu saat lambat atau cepat, keberuntungan juga pasti akan berpihak kepada Hilman dari uluran Kasih-Sayang Sang Maha Kuasa, yang dimulai dari upayanya sejak masih balita seperti saat ini.
Begitulah. Tulisan ini kupersembahkan kepada putraku, Hilman, agar tetap bersemangat menghadapi tantangan hidup kelak, laksana ksatria yang berjuang menggapai kemenangan dan kesuksesan. Juga semoga bisa menjadi motivasi buat semua pihak.
Sejak kutahu Hilman begitu lucu karena telah lincah berjoget, maka sejak saat itu hingga saat ini aku sudah mulai menyempatkan waktu lebih banyak untuk menemaninya bermain, hingga aku merasa tak ingin kehilangan momen sedikit pun untuk merekam setiap aksinya ke dalam video.
Saksikan sejenak kebolehan Hilman di kanal Youtube yang bisa menayangkan sejumlah aksi goyangannya:
http://www.youtube.com/user/MrMrAMSyam#p/u/6/ruTEeCW0CYo