Saturday, 15 November 2014

JK Sesat Pikir dan Malas Bila Paksakan Harga BBM Naik

(AMS, Opini)
DALAM benak Jokowi-JK, subsidi BBM harus dicabut karena membuat pemerintah tak punya daya dalam keuangan. Dari anggaran subsidi BBM yang dicabut tersebut, sebagian besarnya akan dialihkan ke kegiatan pembangunan fisik atau infrastruktur lainnya.

Pembangunan infrastruktur yang diusulkan Pemerintah Jokowi-JK untuk segera selesai di antaranya adalah, tol Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi dan Trans Papua. Juga termasuk ide tol laut, National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), dan lain-lain seperti pengerjaan sejumlah proyek pembangkit listrik.

“Sebagian dari subsidi BBM akan diarahkan pada infrastruktur. Sebab kita akan mengejar infrastruktur dan secepatnya diselesaikan,” ungkap Presiden Jokowi.

Dan itulah kiranya salah satu alasan mengapa pemerintah Jokowi-JK segera ingin menaikkan harga BBM. Namun publik melihat, bahwa pihak yang paling ngotot dan bernafsu untuk ingin menaikkan harga BBM adalah JK.

“Sebenarnya yang lebih nafsu ingin menaikkan harga BBM adalah Pak Jusuf Kalla. Bahkan, pengamatan saya, beliau sudah ber­manuver jauh sebelum kam­pa­nye. Ini sangat luar biasa,” ungkap salah seorang petinggi PDI-P, Effendi Simbolon.

Sehingga, soal subsidi BBM yang ngotot ingin dicabut oleh JK dengan alasan untuk dialihkan ke kegiatan pembangunan fisik dan infrastruktur lainnya tersebut, --menurut saya--, justru alasan JK itu patut diduga sebagai upaya utk membodoh-bodohi rakyat. Kenapa?

Kita jangan lupa, JK itu siapa? Ia seorang pengusaha kelas kakap! Jadi bisa dipastikan, bahwa setiap desah nafas dan cara berpikirnya tentu cenderung dan lebih dominan ke arah bisnis. Di pikirannya setiap hari tentulah seputar untung-rugi.

Jika subsidi BBM dialihkan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, maka bisa ditebak siapa yang bakal LEBIH DULU mengantongi dan yang menikmati keuntungan dari proyek-proyek tersebut. Para kontraktor kan?

HAK dan KEWAJIBAN?
Pemberian subsidi BBM seharusnya diterjemahkan sebagai sebuah KEWAJIBAN PEMERINTAH yang memang harus ditunaikan oleh pemerintah. Dan di satu sisi, subsidi BBM adalah sebuah HAK RAKYAT yang harus dipenuhi oleh pemerintah kepada rakyatnya.

Subsidi BBM adalah cara yg sangat tepat utk merangsang rakyat agar dapat dengan mudah melakukan kegiatan ekonominya. Jika demikian, subsidi BBM dapatlah disebut sebagai salah satu hak asasi rakyat Indonesia, khususnya yang kurang mampu.  Lihat UUD 1945: “Pasal 28i (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Subsidi BBM sebetulnya dapat pula dipandang sebagai pemberian “jaminan sosial” dalam bentuk pengurangan harga jual BBM dari pemerintah kepada rakyatnya yang miskin (ekonomi lemah).

Dari pandangan ini tentu saja dimaksudkan agar negara (pemerintah) dapat memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu, yakni salah satunya dengan memberikan subsidi BBM kepada rakyat miskin agar dapat memperbaiki kualitas (martabat) hidupnya secara mudah dan tidak terbebani dengan kondisi ekonomi yang sulit. Dalam konteks ini silakan disimak UUD 1945: “Pasal 34 (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Selanjutnya, untuk urusan membangun infrastruktur harus dipahami adalah sebagai KEWAJIBAN PEMERINTAH.,-- sekali lagi KEWAJIBAN PEMERINTAH.

Karena membangun infrastruktur sudah menjadi kewajiban pemerintah, maka pemerintah jangan mau dongMEREBUT HAK RAKYAT” (subsidi BBM tersebut) dengan dalih ingin dialihkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur,--  Namun jika itu tetap dipaksakan, maka itu sama halnya pemerintah telah melakukan pembodohan yang sangat luar biasa!!!

Sebab, jangan lupa, bahwa selama ini rakyat sesungguhnya sudah capek-capek menyumbangkan partisipasinya (menjalankan kewajibannya) dalam bentuk MEMBAYAR segala macam dan jenis PAJAK. Lalu masih pantaskah pemerintah membebani lagi kesulitan-kesulitan ekonomi  rakyat miskin dengan cara menaikkan harga BBM? Atau apakah rakyat miskin yang harus ikut menanggung beban potensi kebocoran APBN?

Jika termasuk rakyat miskin lagi yang harus dipaksa ikut menanggung URUSAN (KEWAJIBAN) PEMERINTAH untuk pembiayaan pembangunan proyek-proyek infrastruktur, dengan cara menaikkan harga BBM, maka sepertinya pemerintah (terutama JK) telah sesat pikiran dan malas mencari solusi terbaik.

“Jokowi kan ngaku pemimpin rakyat. Rakyat yang ga mampu, dia (Jokowi) harus lindungi. Yang mampu, harus bayar lebih tinggi,” ujar Rizal Ramli dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun tv dalam menanggapi pemerintah yang cuma tahunya ngotot menaikkan harga BBM.

Artinya, pemerintah seharusnya segera mencari cara lain dan tepat (tanpa harus mengorbankan dan menyusahkan rakyat miskin) untuk bagaimana mengatasi APBN yang dianggap tidak sehat itu!

“BBM itu cuma salah satu (persoalan). Kami analisa APBN, ada banyak cara untuk ngumpulkan ruang fiskal yang cukup, bahkan (bisa) sampai 500 Triliun di luar soal BBM. (Tapi untuk wujudkan itu) harus ada keberanian, keberpihakan yang jelas,” tutur Rizal Ramli, yang sejauh ini memang amat dikenal sebagai salah satu tokoh nasional yang paling aktif menyuarakan dan memperjuangkan kehendak rakyat bawah.

Rizal Ramli menganalogikan cara yang ditempuh pemerintah dalam menangani masalah BBM saat ini ibarat seorang pasien yang sedang demam tinggi. Pemerintah, katanya, hanya memberikan obat penurun panas. Panasnya berkurang tetapi penyakitnya tidak sembuh.

Padahal, menurut Rizal Ramli, ada banyak cara untuk menyelamatkan dan membuat APBN jadi sehat, tidak sekadar dengan menaikkan harga BBM. “Saya hanya minta pemerintah (bisa) lebih kreatif. Kita selalu ribut masalah (BBM) di hilir, padahal masalah (sesungguhnya) ada di hulunya,” ujar Rizal Ramli.

Rizal Ramli sejauh ini tidaklah asal ngomong atau hanya melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak prorakyat. Sebagai ekonom senior, Rizal Ramli dalam mengkritik pasti selalu diikuti dengan saran dan masukan berupa gagasan-gagasan sederhana namun cerdas sebagai solusi guna pemecahan masalahnya.

Selain gagasan dari Rizal Ramli, tentu banyak pihak yang juga turut mendesak pemerintah agar bisa kreatif bekerja  dalam mengatasi masalah BBM. Misalnya, pemerintah harusnya segera benahi masalah pajak dan ruang-ruang fiskal lainnya!

Dan semestinya, pajak-pajak dari rakyat itulah yang harus dikelola (diberdayakan, dioptimalkan) oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur, bukan malah MENYEDOT (mengalihkan) subsidi BBM yang menjadi HAK rakyat itu untuk membiayai kegiatan lain.

Namun apabila Jokowi-JK tetap ngotot menaikkan harga BBM (subsidinya dialihkan), dan enggan mencari cara lain, maka tak salah apabila dikatakan: bhw Jokowi-JK tidak kreatif, tidak cerdas, dan malas cari cara lain.

Bukankah Jokowi-JK mau kerja... kerja.. dan kerja? Tapi kok anggaran (yang sudah ada untuk subsidi BBM)  yg malah ingin dipakai untuk membangun proyek infrastruktur??? Jangan malas-lah, cari dong anggaran lain untuk mengatasi masalah pembangunan infrastruktur.

Kalau cuma begitu model penanganan masalahnya, yaa...semua orang juga pasti bisa jadi presiden atau wakil presiden. Lalu di mana letak kehebatannya kalau cuma bisanya main switch-switch anggaran yg sudah ada...???