Tuesday, 13 May 2014

Rizal Ramli: Skandal Century, Kebijakan Kriminal dan Penyalahgunaan Kekuasaan

(AMS, opini)
TERKAIT dengan proses Kasus Bank Century, Sri Mulyani yang sudah diperiksa sebagai saksi pada sidang Tipikor pada Jumat (2 Mei 2014), dan Boediono yang juga sudah memberikan kesaksiannya pada sidang yang sama namun di hari berbeda, yakni pada Jumat (9 Mei 2014), adalah dipandang hanya memberikan kesaksian dan keterangan yang berputar-putar.


“Maaf, Boediono itu masih muter-muter. Padahal masalahnya jauh sangat sederhana,” ujar Rizal Ramli saat dimintai tanggapannya secara live oleh salah satu stasiun televisi nasional, sesaat Boediono usai memberi keterangannya dalam sidang Tipikor, di Jakarta, Jumat (9 Mei 2014).

Menurut mantan Menko Perekonomian dan juga mantan Menteri keuangan ini, Bank ini (Century) tidak pantas untuk di-bailout, karena pertama, Bank (Century) ini sudah dari dulu bermasalah, sudah lama busuk dan sudah lama rusak. Sehingga tidak ada hubungan dengan krisis. “Bahkan kalau ditutup saja tidak ada efeknya samasekali. Tinggal ditutup saja. Ribet amat!,” lontar Rizal Ramli.

Yang kedua, lanjutnya, Bank (Century) ini relatif kecil, yang kalau pun ditutup dampaknya itu nyaris tidak ada apa-apanya. “Argumen sistemik itu argumen yang sama sekali sangat menyesatkan,” ujar Rizal Ramli seraya menyebutkan bahwa dirinya  dulu selaku Menko pernah menyelamatkan BII yang 6-7 kali lebih besar dari Bank Century. Dan itu dilakukan Rizal Ramli tanpa mengeluarkan uang negara (bailout) sepeser pun.

Boediono Mafia Bailout?

SELAIN sebagai Ekonom Senior, Rizal Ramli juga dikenal sebagai sosok yang paling giat mendesak penuntasan kasus korupsi, terutama pada skandal Bank Century ini.

Dalam wawancaranya dengan stasiun televisi itu, Rizal Ramli memandang Skandal Century tersebut sebagai kebijakan kriminal dan penyalagunaan kekuasaan.

Ia pun menceritakan kisahnya sekaitan dengan Boediono yang sebelumnya sudah sangat “gigih” mencari bank “ember kosong” yang diduga ingin diisi (dibailout) lalu isinya disedot (“dirampok”).

Sekitar dua tahun lalu, Rizal Ramli mengaku pernah menjenguk Antasari yang mendekam di LP Tangerang sebagai terduga kasus pembunuhan.

Di sana, kata Rizal Ramli, Antasari menceritakan bahwa dulu ketika dirinya sebagai Ketua KPK pernah didatangi oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono.

Ketika itu, cerita Antasari kepada Rizal Ramli, Boediono datang bermaksud meminta izin untuk mem-bailout Bank Indover di Negeri Belanda sebesar Rp.5 Triliun.

Disebutkannya, Boediono saat itu tidak hanya mendesak, tetapi juga menakut-nakuti Antasari, bahwa jika tidak dilakukan bailout maka kepercayaan terhadap Indonesia rusak, rupiah bisa anjlok, investor jadi tidak percaya.

Boediono yang “bernafsu” tinggi untuk dapat membailout Bank Indover itu nampaknya lupa kalau Antasari adalah mantan Asisten Jaksa Agung Marzuki Darusman dan Rizal Ramli sebagai Menko Ekuin di era Presiden Abdurrahman Wahid, yang tahu persis dengan masalah Bank Indover tersebut.

Sebab waktu itu, Rizal Ramli pernah meminta Jaksa Agung dengan mengutus Antasari untuk menyelidiki secara khusus kondisi Bank Indover di Amsterdam, Belanda.

Dari penyelidikan itu, pihak Bank Central Belanda menyatakan agar Indonesia tidak perlu kuatir kalau terjadi sesuatu. Sebab Bank Indover sudah dijamin oleh pihak Bank Central Belanda.

Karena sangat paham dengan kondisi masalah Bank Indover itulah, Antasari ketika ditakut-takuti oleh Boediono balik mengancam dan menegaskan untuk jangan sekali-kali melakukan bailout terhadap Bank Indover. “Apabila Anda (Boediono) nekat melakukan bailout Bank Indover 5 Triliun, maka sorenya saya tangkap Anda” ujar Rizal Ramli mencontohkan penegasan Antasari terhadap Boediono ketika itu.

Memang, kata Rizal Ramli, Boediono saat itu jadi ketakutan. Tapi kemudian, ia (Boediono) malah cari “ember kosong” lain, yaitu Bank Century. Dan Bank Century inilah yang dimainkan Boediono, di mana sebetulnya kebutuhan dana Bank Century ini hanya sebesar dana pihak ketiga, yaitu hanya sekitar Rp. 2 Triliunan. “Tapi kok bisa dibailout sampai 6,7 Triliun?” ujar Rizal Ramli geleng-geleng kepala seraya menambahkan, dari situ sudah sangat jelas bahwa ini memang upaya membobol bank.

Lebih jauh, Rizal Ramli menyebutkan, pada waktu ketua KPK Antasari meminta BPK untuk melakukan audit, ketuanya itu Hadi Purnomo, wakilnya Taufiequrahman Ruki, teman dekat SBY. Salah satu permintaan Ruki adalah supaya jangan menyentuh “NKRI”.

Hadi Purnomo yang mungkin juga banyak masalah, kata Rizal, sepakat untuk akhirnya hanya melakukan policy audit (audit kebijakan). “Nah, kalau sudah diaudit kebijakan, Boediono dan Sri Mulyani pasti kena,” ujar Rizal Ramli.

Yang sengaja tidak dilakukan oleh KPK, kata Rizal lagi, adalah audit aliran dana. Padahal kalau ikut model kasus Bank Bali, diaudit aliran dana, maka dalam waktu 6 minggu akan ketahuan itu uang ke mana (alirannya).

“Kok bisa butuh cuma 2 triliunan dana pihak ketiga, tapi disuntik sampai 6,7 T, dan ini berlangsung selama 8 bulan sampai 2009,” turur Rizal Ramli bertanya-tanya.

Menurut dia, di mana-mana di seluruh dunia menyelamatkan bank itu cuma 1-2 hari, ditransfer dana bailout untuk pihak ketiga. Tidak ada di seluruh dunia (mana pun) bank itu uangnya ditarik bertahap pelan-pelan sampai 8 bulan. “Nah kalau diaudit, saya mohon maaf pihak istana kalau diaudit yang betul, akan jelas uang itu buat dana politik. Ini yang tidak dilakukan,” tegas Rizal Ramli.

Rizal Ramli yang kini sebagai salah satu anggota dewan penasehat ekonomi di badan dunia (PBB) mengaku heran serta kaget dengan keterangan dan kesaksian Sri Mulyani.

“Saya kaget ketika Sri Mulyani mengatakan data BI (Bank Indonesia) tidak benar, tidak beres, diragukan. Tapi kok setuju (sebagai Menteri Keuangan) dengan bailout berikutnya? Kalau tahu betul bahwa data BI tidak benar atau menyesatkan, hentikan dong proses pembayarannya itu!” tandas Rizal Ramli.

Sehingga dalam kasus Bank Century ini Rizal Ramli pun berpendapat, bahwa ada hal-hal di mana semua pihak (yang terkait) lempar tanggung jawab karena tidak mau mengambil tanggung jawab (resiko) dari skandal Bank Century ini.