Tuesday, 22 April 2014
Editorial “BTN= Bukan Tempat Neoliberal!”
(AMS, opini)
ARTIKEL ini sebetulnya juga ingin saya beri judul: “BTN= Bukan Tempat Nyapres”. Namun saya lebih senang kata “Nyapresnya” diganti menjadi “Neoliberal”. Aroma “Nyapres” sebentar dengan sendirinya juga akan terbaca dalam materi pada artikel ini. Atau paling tidak akan menjadi kesimpulan sendiri di benak kita masing-masing.
Adalah Dahlan Iskan (DI) selaku Menteri BUMN dikabarkan mendadak “tergila-gila” akan mengakuisisi (mengalihkan saham) Bank Tabungan Negara (BTN) ke PT. Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Saya tidak tahu, apakah di balik rencana akuisisi ini ada terselip keinginan DI untuk mendapatkan pengakuan tersendiri setelah publik memandang peserta Konvensi Capres Demokrat telah “buang handuk”, menyusul merosotnya hasil perolehan suara Parta Demokrat, ataukah tidak?
Yang jelas, rencana akuisisi tersebut sontak mendapat perlawanan dan penolakan keras dari sejumlah pihak, terutama dari seluruh karyawan BTN dengan menggelar aksi protes di Gedung Bank BTN, Harmoni-Jakarta, Minggu (20/4/2014). Di sana, ada ribuan karyawan BTN yang tergabung dalam Serikat Pekerja BTN dari berbagai perwakilan/cabang BTN di Pulau Jawa. Mereka membawa perlengkapan aksi demo, misalnya spanduk, poster, pengeras suara, hingga “pocong berkepala” Dahlan Iskan juga terlihat di sana.
Beberapa spanduk yang dibentangkan di antaranya bertuliskan: “BTN Not for Sale”; “BTN Harga Mati, Akuisisi? No Way!”.
Ada “kronologis” menarik sebelum aksi tersebut digelar. Yakni, pada Jumat (18/4/2014), pemilik akun Twitter @ZW998 (Pen-Cinta-Mu) melakukan tweet dan mention kepada Dr. Rizal Ramli, yakni: “Pak @RamliRizal ini sebagian kisah Bank BTN 80. Oleh karena Itu BTN HARUS TETAP ADA !!!! Semoga Pemerintah & Mereka yg menyatakan Peduli #BTN-HARUS-ADA”
Ketika itu juga, karena di-mention, tweet itu pun di-retweet oleh Dr. Rizal Ramli.
Meski saya tidak tahu apa alasan Pen-Cinta-Mu melakukan tweet dan mention tersebut khusus dan hanya kepada Dr. Rizal Ramli. Mengapa bukan kepada Jokowi, Prabowo, ARB, atau para capres lainnya yang dianggap punya kapasitas, kredibilitas dan kepedulian terhadap “nyawa” BTN sebagai milik rakyat itu???
Namun yang jelas dari tweet tersebut, saya meraba ada ajakan yang bersifat “permohonan” kepada Dr. Rizal Ramli agar dapat turun-tangan membantu mencegah “ambisi” Dahlan Iskan yang ingin mem-bonsai dan bahkan menghilangkan “nyawa” BTN melalui akuisisi ke Bank Mandiri.
Karena selaku ekonom senior yang memang pernah menjadi penasehat tidak tetap di BTN, juga sebagai pejuang ekonomi konstitusi yang sangat menolak paham neoliberalisme, Rizal Ramli pun saya pastikan (setelah membaca tweet tersebut) tidak akan berpikir lama-lama untuk mengikuti ajakan tersebut, sekaligus turut “terjun” menyelamatkan BTN agar tidak diakuisisi.
Dugaan saya tidak meleset, Minggu (20/4/2014), ribuan karyawan BTN pun tumpah memadati Gedung BTN di Harmoni-Jakarta, melakukan aksi unjuk rasa. Dan di sana, Rizal Ramli ternyata memang didaulat untuk tampil memberikan orasi, sebuah “pekerjaan” yang memang sudah sejak dulu ia tekuni saat masih sebagai aktivis mahasiswa ITB angkatan 77/78 dalam membela kaum tertindas.
Dalam orasinya, Rizal Ramli yang pernah menjabat Menko Perekonomian dan juga Menkeu di era Presiden Gus Dur itu menyebutkan, bahwa rencana (akuisisi) tersebut merupakan akal-akalan segelintir pihak. “(Tindakan itu) Tidak benar dan tidak ada alasan untuk mengalihkan saham BTN kepada Mandiri. Itu hanya skenario kepentingan sekelompok saja,” teriak Rizal Ramli, di Gedung Bank BTN, Harmoni-Jakarta, Minggu itu.
Mantan Menteri Ekuin yang pernah menyelamatkan BII dari rush tanpa suntikan dana sepersen pun itu juga menegaskan, jangan seenak-enaknya hanya untuk kepentingan Mandiri, lalu sejarah BTN (juga seenaknya) dilupakan. “Kepada Direksi Mandiri kalau mau, ambil-alih bank swasta,-bukan malah mengacak-acak Bank BUMN lainnya. Ini sarat dengan agenda tersembunyi apalagi dilakukan menjelang Pemilu,” tegas Rizal Ramli.
Semua yang dilontarkan Rizal Ramli sebagai sosok anti-neoliberal tersebut tentulah sangat benar. Apalagi jika di dalam rencana akuisisi itu boleh jadi terselip penerapan neolib, dan bahkan dinilai ada aroma kepentingan politik yang sangat kental karena Dahlan Iskan dianggap sosok berambisi menjadi capres pada Pemilu 2014 ini.
Sebab secara rasional, nampaknya memang tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan “mendesak” bagi DI untuk mengakuisisi BTN.
Pasalnya, BTN adalah Bank BUMN yang telah go-public, dengan asset saat ini mencapai Rp. 130 trilyun dengan komposisi kepemilikan saham saat ini adalah sekitar 60% Pemerintah dan 40% publik.
Selama ini diketahui, fokus bisnis BTN (fungsi dan keberadaannya) sangat strategis, yakni memberikan pembiayaan perumahan (KPR: Kredit Pemilikan Rumah) untuk membantu Rakyat Indonesia. Dan Juga untuk menjalankan misi Pemerintah, yaitu program pembangunan sejuta rumah. Dengan demikian, peran BTN sangat strategis dalam membantu Program Pemerintah.
Menurut data yang ada, sampai saat ini sudah lebih dari 3,5 juta unit KPR yang telah diberikan oleh BTN. di antaranya terdapat 2,5 Juta unit kategori KPR bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Komposisi realisasi pemberian KPR Bersubsidi (FLPP: Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) bagi MBR masih di sangat didominasi oleh BTN, yakni secara nasional sebesar 97%. Sisanya sebesar 3% direalisasikan oleh bank lain (BNI, BRI, Mandiri dan BPD). Itu berarti, BTN telah konsisten menjalankan fungsi strategisnya sesuai yang telah diamanatkan oleh Negara. Hebat kan, BTN ?!
Bukan cuma itu, ketika krisis ekonomi menghantam tahun 1998, Pemerintah melakukan restrukturisasi perbankan. Tetapi BTN bisa “tegar”, yakni hanya direstrukturisasi dengan biaya yang paling kecil dibanding dengan Bank BUMN lainnya.
Namun anehnya, BTN kini terancam oleh aksi korporasi yang digagas oleh Kementrian BUMN dan Bank Mandiri. Kementrian BUMN mengirim surat kepada Bank BTN, No. SR-161/MBU/04/2014, tanggal 11 April 2014.
Surat tersebut ditandatangani Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Jasa, Gatot Trihargo. Isinya, memerintahkan Bank BTN untuk menggelar RUPSLB pada 21 Mei 2014. Agendanya adalah “Pengalihan saham Pemerintah ke Bank Mandiri” atau akuisisi. dan pada hari yang sama (siangnya) dijadualkan akan dilakukan RUPSLB di Bank Mandiri, dengan agenda persetujuan prinsip pembelian saham Pemerintah di Bank BTN. Dan ini seakan menunjukkan, bahwa rencana aksi korporasi ini memang telah disusun dengan sistematis.
Sungguh sangat disayangkan, sebab prosesnya akuisisi itu sangat mendadak, tidak transparan dan disembunyikan. Dan meski Manajemen Bank BTN (Direksi dan Dewan Komisaris) belum pernah diajak bicara sedikit pun, namun ini juga patut dicurigai sebagai skenario belaka, karena sejumlah direksi di BTN adalah eks-direksi dari Bank Mandiri.
Kini, perihal aksi pengambilalihan saham BTN ini pun mendapat sorotan banyak pihak. Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis mengatakan, perlu proses yang panjang (tidak terburu-buru) jika memang pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN ingin melakukan akuisisi BTN ke Bank Mandiri. Proses itu pun sudah ada pada Undang-Undang (UU) Kementerian BUMN.
“Kalau aturan-aturan itu tidak dilalui dengan benar, saya tidak percaya akuisisi ini dapat dilakukan. Kecuali kalau dia (Dahlan Iskan) mau masuk penjara,” ujar Harry di Galeri Cafe TIM, Jakarta, Senin (21/4/2014). Seperti dilansir okezone.
Rencana akuisisi Bank sesama BUMN “adik-kakak” itu juga dipertanyakan oleh banyak pihak. Salah satunya Anggota Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda.
Dia mengungkapkan, beberapa kejanggalan yang ada selama ini adalah bahwa penggantian direksi BTN dengan menghadirkan dua direksi baru dari Bank Mandiri, dilakukan sebelum surat rencana akusisi dikeluarkan.
Dengan demikian, kata Ali, saat ini terdapat tiga orang direksi eks Bank Mandiri di BTN. “Di mana sebelumnya Meneg BUMN berkomentar belum berencana untuk melakukan akusisi BTN,” jelas dia di Jakarta, Senin (21/4/2014).
Di mata Ali, ada tekanan dari pihak lain kepada direksi BTN sehingga sampai saat ini tidak ada upaya dari direksi BTN untuk melakukan perlawanan. Namun demikian aksi penolakan keras justru terjadi dari para karyawan Bank dengan pangsa pasar KPR rumah tersebut. Hal yang berbeda dilakukan oleh para direksi BTN sebelumnya.
Dan yang lucunya, kata Ali, rencana akusisi bertepatan sebelum (menjelang) pilpres 2014. “Ada apa sebenarnya? Karena bila dilihat rapor BTN saat ini tidaklah buruk sehingga tidak ada urgensinya mengakuisisi BTN. Dan apakah Bank Mandiri merupakan satu-satunya bank yang berhak mengakuisisi BTN?” ujar Ali bertanya-tanya.
Namun Ali berpandangan, bahwa beberapa alasan yang dilontarkan pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN Dahlan Iskan memperlihatan dalam posisi mencari-cari dan mengada-ada. “Alasan akusisi dalam rangka kesiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2020, terlalu mengada-ada,” ucap dia.
Sehingga itu, menurut saya, kesimpulannya dari artikel ini terhadap tanggapan berbagai pihak dari rencana akuisisi tersebut adalah patut diduga DI ingin melakukan pembodoh-bodohan kepada rakyat. Dan sangat lebih penting apabila DI tidak melakukan aksi “akrobatik” menjelang Pilpres 2014 ini. Sebab selain BTN= Bukan Tempat Neoliberal, BTN juga Bukan Tempat Nyapres. Pun “BUMN= Bukan Untuk Mencari Nama”!!!
SALAM PERUBAHAN 2014, bukan dan belum 2020 (masih cukup jauh)...!!!