Friday, 7 February 2014

Bencana di Indonesia: “Somasi” dari Tuhan buat Para Pemimpin yang Lalai dan Ingkar

(AMS, opini)
DI penghujung tahun 2013, ada “kesepakatan” antar-elit politik (termasuk pemerintah) di negeri ini yang “sepakat” menunjuk tahun 2014 sebagai tahun politik. Dan ini menunjukkan, bahwa apapun yang dilakukan oleh mereka (pemerintah beserta para elit parpol) di tahun ini tentunya adalah semata untuk  mendapatkan “timbal-balik”.


Artinya, bukan di dasari karena tugas dan kewajiban, melainkan adalah agar dapat meraih simpatik rakyat.

Dan hal ini sekaligus menunjukkan, bahwa di benak mereka ternyata hanyalah dipenuhi dengan ambisi-ambisi untuk memburu dan meraih kekuasaan pada Pemilu 2014.

Sehingga betapa sangatlah menyedihkan dan sungguh tidaklah berperi-kebangsaan jika tahun 2014 ini hanya dihabiskan oleh para elit (pemerintah dan wakil rakyat) untuk saling menonjolkan keangkuhan dan “kejantanannya” di dunia politik, sementara ekonomi rakyat dan negara pada saat ini sungguh masih sangat memalukan kondisinya, yakni mandul.

Harusnya, tahun 2014 bagi pemerintah dan wakil rakyat hendaknya mati-matian dijadikan sebagai tahun penuntasan masalah-masalah pembangunan (terutama mengenai ekonomi rakyat) yang kenyataannya masih dalam kondisi terpuruk. Namun sayangnya, itu tidak dilakukan?!

Padahal tidak sedikit tokoh nasional, aktivis mahasiswa, serta para pegiat LSM yang sejauh ini telah mendesak pemerintah agar dapat fokus menyelesaikan tugas dan kewajibannya yang masih begitu banyak yang belum tuntas. Bahkan sejumlah tokoh nasional, seperti DR. Rizal Ramli acapkali menawarkan dan mengajukan resolusi yang diikuti alternatif pemecahannya, namun tetap tidak diindahkan oleh penguasa, terutama bagi Presiden SBY.

Pemerintah bersama elit parpol (wakil rakyat) selama ini bahkan kelihatannya hanya lebih tertarik dan sangat serius melakukan langkah-langkah penyelamatan kepentingan kelompoknya, keluarga, dan dirinya sendiri. Lihatlah, mereka lebih sibuk mengurus partainya dengan salah satunya melakukan konvensi capres, sibuk beriklan, sibuk membuat buku, sibuk berdebat dan saling menyalahkan, serta sibuk mengumpulkan dana dari berbagai sumber yang tidak jelas untuk kepentingan pemenangan Pemilu.

Padahal di sisi utama, rakyat masih sangat banyak yang membutuhkan sentuhan perbaikan nasib, bahkan telah lama menunggu dan berharap adanya sebuah kemajuan sebelum masa jabatan Presiden SBY berakhir.

Namun lagi-lagi sungguh menyedihkan, harapan dan penantian panjang dari rakyat itu nampaknya tidak akan bisa terwujud hingga memasuki Pemilu 2014. Sebab sekali lagi, Pemerintah dan para elit parpol telah sepakat untuk hanya menghabiskan tahun 2014 ini sebagai tahun politik, bukan tahun untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa dan negara. Dan itu artinya, pemerintah serta para elit parpol tersebut lebih banyak ingkar kepada janjinya sekaligus melanggar sumpah yang telah diucapkannya sendiri, atas nama Tuhan.

Parahnya, presiden yang sangat diharapkan dapat mempersembahkan yang terbaik dengan menuntaskan masalah-masalah negara menjelang akhir jabatannya, malah pada kenyataannya lebih sibuk memunculkan sejumlah masalah baru lagi. Akibatnya, masalah negara yang menjadi kepentingan rakyat pun terbengkalai sudah.

Artinya, bukannya menyelesaikan masalah-masalah negara yang masih begitu banyak yang belum terselesaikan, presiden SBY malah bergegas memunculkan masalah baru lagi yang sama sekali tidak diharapkan atau yang bukan dinanti-nantikan oleh rakyat selama ini, misalnya dengan melakukan somasi ke beberapa warga negara (rakyatnya) sendiri.

Padahal tanpa disadari, sesungguhnya Tuhan lebih dulu telah memberikan “somasi” kepada para pemimpin yang lalai terhadap tugas-tugas serta kewajibannya, karena hanya lebih terlena dan keasyikan mendahulukan kepentingan kelompok, juga untuk dirinya sendiri.

Penguasa yang enggan memaknai bencana yang terjadi saat ini sebagai sebuah peringatan atau teguran keras  dari Tuhan, adalah lebih patut disebut penguasa korup lagi angkuh. Penguasa seperti itu merasa hanya dirinya yang lebih benar, sementara yang lain salah semuanya. Dan, penguasa seperti ini tak jarang berprasangka buruk kepada warganya, bahkan boleh jadi memandang sejumlah warganya sebagai musuh yang harus disingkirkan.

Sehingganya, tak usah heran apabila tuntutan dan keluhan yang telah banyak diwarnai dengan tangisan dan jeritan penderitaan dari rakyat pun lebih banyak tak bermakna apa-apa lagi di hadapan penguasa korup.

Sebab di mata penguasa seperti ini, siapa pun yang mengkritik dengan tajam,  maka itu adalah musuh. Lalu bagaimana apabila Tuhan juga ikut melakukan kritik keras melalui sebuah “somasi” (teguran)  berupa bencana (misalnya banjir) kepada penguasa seperti ini? Apakah Tuhan juga dianggapnya musuh…??? Atau apakah penguasa korup itu memandang bencana adalah sama sekali bukan sebuah peringatan dan teguran…???

Nampaknya, penguasa korup dan angkuh tentu akan membantah keras jika dikatakan bencana yang terjadi seperti saat ini adalah sebagai somasi (peringatan/teguran) langsung dari Tuhan untuk mereka. Sebab, di mata mereka, bencana hanyalah sebuah peristiwa alam yang biasa terjadi karena adanya pengaruh alam dan kondisi cuaca yang berubah secara ekstrem.

Jika hanya memaknai bencana seperti itu, maka itu sama halnya dengan tidak mengakui bencana sebagai sebuah “somasi” (teguran dan peringatan) dariTuhan.

Padahal somasi (teguran dan peringatan) Tuhan berupa bencana dapat kita temui secara jelas dalam al-Quran Surah 27 (an-Naml) ayat 58: “Dan Kami turunkan hujan atas mereka, maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.”

Lihatlah hujan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah dapat berupa hujan air yang mengakibatkan banjir dan longsor, dan juga hujan debu serta awan panas dari gunung meletus. Dan hujan itulah yang dimaksud sebagai hujan buruk yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan.

Dan inilah beberapa perilaku pemimpin (penguasa) dan juga tingkah rakyat yang bisa mengundang datangnya “somasi” Tuhan di dalam sebuah negeri :

1. Pemimpin yang lalai dan ingkar terhadap janji-janjinya, dan melanggar sumpah yang telah diucapkannya, atas nama Tuhan.
2. Pemimpin lebih cenderung mengutamakan kepentingan kelompok, keluarga dan dirinya sendiri.
3. Pemimpin gemar menggerogoti dan “melahap” uang yang menjadi hak rakyat.
4. Rakyat senang melakukan kegiatan maksiat.
5. Rakyat sering melawan pemimpin berprilaku baik yang jauh dari sikap tercela seperti korupsi dan lain sebagainya.
6. Rakyat mendukung dan memilih seseorang yang tidak pantas menjadi pemimpin hanya karena pengaruh uang serta suku. Juga menjauhi orang-orang yang layak menjadi pemimpin, dan bahkan menghambat sejumlah orang yang pantas untuk tidak menjadi pemimpin.

Semoga dengan memahami makna bencana sebagai sebuah “somasi” (teguran dan peringatan) dari Tuhan dapat membuat kita (terutama pemimpin) untuk dapat segera melakukan yang terbaik buat bangsa dan negara ini.

Namun jika para pemimpin kita tak jua mau menjauh dari semua yang tidak dikehendaki olehNYA, dengan tetap menampakkan keangkuhan sebagai penguasa untuk berbuat zalim, maka inilah firman Allah yang akan terjadi: “…. Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.” (al-A’raaf:162).

----------
SALAM PERUBAHAN 2014...!!!