(AMS, opini)
PENGHUJUNG Desember 2013 yang baru lalu, terkait Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), masyarakat ramai-ramai menolak Perpres No 105/2013 tentang Pelayanan Kesehatan Paripurna kepada Menteri dan Pejabat Tertentu, juga Perpres Nomor 106/2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pimpinan Lembaga Negara.
Presiden SBY pada penghujung Desember itu juga kemudian membatalkan kedua Perpres yang telah “terlanjur” ditandatanganinya tersebut, dengan alasan karena masyarakat protes. Laahhh…. Kenaikan harga BBM kemarin juga diprotes oleh rakyat secara frontal, tetapi kok SBY tidak membatalkannya…??? Mengapa Perpres dengan mudahnya dibatalkan…??? Ada apa…??? Ditahan dulu, sebentar kita coba jawab…!!!
Karena saat ini, kita lagi-lagi “dipaksa” untuk sama-sama “terlibat” dalam sebuah masalah, yakni tentang gas elpiji 12 Kg yang (tiba-tiba) mengalami kenaikan harga sebesar 68%.
Kabarnya, kenaikan elpiji tersebut “katanya” merupakan inisiatif (korporasi) PT Pertamina Tbk tanpa perlu meminta izin pemerintah. Artinya, pemerintah tidak punya kewenangan untuk mengintervensi harga itu, kecuali untuk elpiji subsidi. Tetapi ini akan menjadi aneh jika harus dinaikkan secara “tergesa-gesa” di saat ekonomi rakyat belum bisa dipulihkan oleh Pemerintah???
Artinya, dengan kondisi Pemerintah yang belum bisa memulihkan ekonomi rakyat seperti saat ini, Pertamina setidaknya harus melakukan konsultasi kepada Pemerintah tentang rencananya untuk menaikkan harga elpiji. Sebab, saat ini elpiji adalah salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi rakyat dalam upaya pembentukan ekonominya. Misalnya, bagi para usaha kuliner dan lain sebagainya.
Sehingga dengan kenaikan harga elpiji tersebut, maka tentunya secara psikologis bisa dipastikan rakyat akan amat kecewa dan gusar, lalu melakukan penolakan. Bahkan sebagiannya tentu akan menghujat SBY. Dan ujung-ujungnya akan bisa memicu timbulkan gejolak perlawanan terhadap pemerintah.
Dan saya pikir, tidaklah mungkin SBY maupun Pertamina jika tidak memahami akan kondisi psikologis rakyat seperti itu. Saya malah sangat yakin, SBY amatlah memahami efek domino maupun dampak buruk yang akan timbul atas kenaikan harga elpiji tersebut. Lalu mengapa harga elpiji itu terkesan dipaksakan dinaikkan? Dan apa pula hubungannya dengan Perpres tadi?
Secara ekonomi memang sangat jauh hubungannya. Tetapi secara politik, kedua hal itu sangat erat hubungannya karena bisa membangun pencitraan positif sekaligus dapat memulihkan kembali image negatif publik kepada kepemimpinan SBY.
SBY sepertinya sangat cerdas, juga licik. Selaku pemerintah, ia seakan sengaja melempar bola panas atau pun masalah kepada rakyat. Lalu ia pula yang tampil mendinginkan masalah tersebut dengan memunculkan diri seakan-akan sebagai pahlawan pembela rakyat dengan cara mencabut Perpres tersebut.
Dan begitu pun nantinya dengan persoalan elpiji 12 Kg tersebut. Di saat rakyat sudah dilihatnya berkecamuk secara hebat menolak kenaikan harga elpiji, maka di saat itu pula SBY akan tampil untuk “memerintahkan” Pertamina agar segera membatalkan kenaikan elpiji tersebut. Hal ini kemungkinan akan dilakukan SBY agar publik bisa langsung menilainya sebagai pemimpin yang pro-rakyat.
Padahal boleh jadi, kedua hal tersebut hanyalah akal-akalan SBY demi meraih citra positif. Karena sangat mustahil rasanya apabila seorang SBY tidak mampu memikirkan kemungkinan-kemungkinan akan munculnya penolakan rakyat atas Perpres maupun dengan kenaikan elpiji tersebut.
Namun jika memang SBY tidak sempat memikirkan kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka rakyat tak salah apabila menilai SBY adalah pemimpin yang tak memiliki kepekaan terhadap dampak yang ditimbulkan dari sebuah kebijakannya sendiri.
Tetapi sekali lagi, itu tidak mungkin. Tidak mungkin SBY tidak memikirkan itu. Saya yakin SBY sudah sangat paham, bahwa Perpres tadi dan kenaikan elpiji itu adalah dua hal yang termasuk menyakiti hati dan mencekik ekonomi rakyat, sehingga rakyat tentu akan menolaknya dengan hebat.
Artinya, SBY pastilah bisa memikirkan dan memahami, bahwa Perpres dan kenaikan harga elpiji itu tentu akan ditolak habis-habisan oleh rakyat. Dan justru karena sangat memahami akan memunculkan gejolak hebat itulah sehingga boleh jadi SBY sengaja menggulirkannya ke tengah-tengah masyarakat. Lalu SBY pula kemudian yang tampil menolaknya agar rakyat memberinya jempol sebagai pemimpin pembela rakyat. Dan nampaknya, seperti inilah strategi SBY dalam “membersihkan diri” atas pandangan kotor dari publik selama ini terhadap dirinya.
Strategi seperti itu adalah memang satu-satunya cara instan yang biasa ditempuh oleh seorang penguasa ketika pemerintahannya telah dinilai gagal menjelang akhir jabatannya, atau di saat mendekati pelaksanaan Pemilu.
Sebab, untuk menuntaskan masalah-masalah negara yang ada saat ini rasanya memang sudah sangat kecil kemungkinan untuk bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini, seperti memulihkan ekonomi, memperkuat nilai rupiah, menurunkan angka kemiskinan, korupsi, penguasaan SDA oleh negara asing, dan lain sebagainya.
Sehingga dengan berhasilnya mencabut Perpres yang ditolak oleh publik, juga dengan persoalan kenaikan harga elpiji yang nantinya akan dicabut oleh Pertamina karena desakan sejumlah parpol di Senayan (termasuk PD, Golkar, dan lain sebagainya), maka nama SBY bersama para parpol koalisinya pun kembali mendapat sanjungan dari rakyat. Dan beginilah kiranya mereka melakukan “tancap gas” menuju Pemilu 2014.
Mari kita simak teriakan parpol penguasa beserta sejumlah koalisinya terhadap kenaikan harga elpiji itu.
Seperti dilansir metrotvnews, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menuturkan, pihaknya kecewa terhadap keputusan Pertamina yang menaikkan harga gas elpiji 12 kg secara sepihak tanpa konfirmasi ke DPR. “DPR hari ini reses, tiba-tiba saja diumumkan kenaikan elpiji. Ini keputusan yang kurang ajar,” tutur Priyo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (4/1).
Lalu dikutip satu sumber. Di awal tahun baru 2014 ini, rakyat Indonesia lagi-lagi harus menghadapi kenyataan yang pahit akibat buruknya manajemen energi dan sumber daya alam mineral dari kementrian ESDM yang dipimpin oleh Jero Wacik. Menanggapi hal tersebut Ketua DPP PKS Bidang Humas Mardani Ali Sera mengatakan kebijakan tersebut menciderai masyarakat. “Kenaikan Harga LPG Menciderai Semangat Menyayangi Masyarakat” ujar Mardani kepada PKS Cibitung dalam pesan singkatnya Sabtu (4/1) siang.
Kemudian Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan, pihaknya menolak keputusan Pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram. Pasalnya, kenaikan tersebut akan memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.
Saat harga BBM dinaikan tahun lalu, inflasi atau harga-harga kebutuhan pokok turut naik. “Kondisi seperti ini jangan sampai terulang lagi dan jangan ada kebijakan apapun yang justru bisa memicu kenaikan harga kebutuhan pokok,” tambahnya, sebagaimana dilansir metrotvnews. (Menurut saya ini statemen paling aneh dan menggelitik)
Dan ini lebih aneh lagi. Bahwa pihaknya (pihak Ibas) mendesak pemerintah segera membuat perubahan, paling tidak tetap membuat ekonomi stabil, stabilitas harga harus terus terjaga dan tidak membebani rakyat. “Ini kebijakan korporat (Pertamina) dan kami yakin rencana kenaikan harga elpiji ini tidak dilaporkan kepada Presiden,” kata Ibas.
Atas semua hal tersebut di atas, sebagai sesama rakyat (tidak termasuk elit dan kader parpol koalisi penguasa), saya mengimbau untuk waspada terhadap gerakan-gerakan pemerintah beserta para parpol koalisinya saat ini. Sebab, apapun yang dilakukan oleh pemerintahan SBY saat ini bersama koalisinya, itu patut diduga adalah hanya untuk kepentingan dan keuntungan kelompok partainya masing-masing pada Pemilu 2014 mendatang. Bohong kalau TIDAK...!!!
Sebab sekali lagi, sangat aneh dan amat geli rasanya jika parpol penguasa beserta koalisinya hari ini (2014) mulai ikut berteriak menolak kenaikan harga elpiji dengan alasan karena hanya membenani rakyat. Laahh.. saat kenaikan harga BBM kok pada ngotot mendukung…??? Tetapi pertanyaan ini sangat gampang dijawab. Yakni, karena sudah mendekati Pemilu 2014..! Semuanya pada cari dan setor muka kepada rakyat sebagai pemilik suara dalam Pemilu..!!