Monday, 26 August 2013

Pemimpin Sekarang Sumber Masalah, bukan Pemberi Solusi

(AMS, opini)
SEJATINYA, sebut saja yaitu presiden (dan para jajaran di bawahnya) adalah pemimpin yang diberi amanah untuk memberikan solusi terhadap masalah-masalah di negeri ini, bukan malah membuat masalah yang dapat menyusahkan rakyatnya. Lihat saja, berapa banyak gubernur, bupati/walikota yang tersangkut masalah korupsi dan tindakan penyalahgunaan jabatan? Berapa banyak anggota legislatif (DPR/DPRD) dari kader parpol, juga PNS, perwira Polri/TNI yang mendadak kaya raya? Padahal, gaji bulanan tak memuluskan mereka untuk menjadi kaya raya secara mendadak.


Meski harus diakui, bahwa sesungguhnya (mungkin) ada juga kader parpol di dewan, PNS, Perwira Polri/TNI yang memiliki mental dan moral serta jiwa pengabdian tinggi, yang lebih fokus melaksanakan tugas dengan baik, lalu menikmati hasil keringat sendiri yang menjadi haknya (bukan menikmati hak orang lain) dengan penuh rasa syukur.

Jika para pemimpin saat ini beserta para jajarannya dapat menjalan tugasnya dengan penuh tanggungjawab sesuai yang diamanahkan dari rakyat, maka tentunya rakyat tidak akan menjerit mengeluh terhadap masalah-masalah berat yang dihadapi seperti saat ini.

Mau hitung berapa banyak keluhan rakyat tentang kesusahan yang melilit hidup mereka dari waktu ke waktu? Sungguh tak terhitung lagi!

Mulai dari keluhan tentang ekonomi rumah tangga, masalah keadilan hukum, masalah jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, masalah energi (listrik, BBM dll), masalah lapangan kerja, masalah pelayanan publik, masalah hutan dan lingkungan, keluhan para petani dan nelayan, keluhan para buruh, masalah eksploitasi SDA oleh negara asing, hingga kepada masalah korupsi yang hingga saat ini juga tak kunjung dapat diselesaikan.

Akibatnya, ekonomi Indonesia pun makin terpuruk, saat ini bahkan nilai rupiah jadi anjlok. Ke mana presiden kita, ke mana menteri-menteri kita? Apa yang dilakukan oleh kepala daerah dan wakil-wakil rakyat kita di DPD/DPR/DPRD…???

Jangan bilang, bahwa mereka sampai saat ini masih sedang berusaha mencari solusi melalui rapat-rapat, diskusi, studi banding, bimtek dan lain sebagainya untuk mengatasi keluhan dan kesusahan rakyat. Jangan bilang, bahwa mereka saat ini masih sedang mencoba mencari strategi untuk kepentingan rakyat. Sebab, sejak era Reformasi lahir hingga hampir 2 priode kepemimpinan era SBY sebagai presiden, belum ada yang bisa ditunjuk sebagai hasil yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, yakni kesejahteraan orang-orang miskin yang hingga saat ini masih terus terhimpit oleh masalah ekonomi tanpa ada solusi dari pemerintah.

Lalu apa yang dilakukan oleh penguasa beserta para jajarannya saat ini? Hehehee… mudah saja ditebak. Karena telah mendekati Pemilu 2014, maka boleh jadi mereka saat ini lebih fokus melakukan kegiatan untuk kepentingan kemenangan parpol mereka masing-masing pada Pemilu 2014, dibanding harus repot-repot fokus mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah rakyat yang sudah begitu tingginya menumpuk. Masih ingat saat SBY menggunakan Istana Negara untuk urusan dan kepentingan partainya?

Melihat dan mengetahui begitu banyak masalah saat ini, maka tak salah jika Tokoh Oposisi Nasional yang terus menyuarakan Perubahan, Rizal Ramli, menyebut bahwa Pemimpin sekarang ini adalah sumber masalah, bukan pemberi solusi. “Pemimpin sekarang bukan bagian dari solusi tapi bagian dari masalah,” lontar Rizal Ramli beberapa waktu silam dalam pidatonya di sebuah acara yang bertemakan: “Perubahan Adalah Jawaban,  Perubahan Sekarang Juga”.

Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARuP) ini bahkan menegaskan, bahwa pemimpin yang berkuasa saat ini tidak mampu membuat terobosan (kecuali album lagu dsb) yang bisa menyejahterakan rakyat karena terlalu berpihak pada sistem perekonomian Neo Liberal, yang sangat berpihak kepada kepentingan negara asing daripada keuntungan negara sendiri, yang membuat rakyat benar-benar miskin, dan ekonomi bangsa jadi melemah.

Rizal Ramli menyebutkan, yang bisa menyelamatkan negeri ini hanyalah gerakan Perubahan dari rakyat. Perubahan tidak hanya sekadar kata, tetapi harus digerakkan untuk mengubah kepemimpinan nasional yang lemah dan bermasalah dengan kepemimpinan yang lebih efektif dan sungguh-sungguh menegakkan konstitusi, terutama dalam bidang ekonomi, politik, hukum, serta bidang sosial.

“Perubahan harus dilakukan untuk menghentikan demokrasi kriminal, lalu membangun demokrasi yang betul-betul bekerja untuk kepentingan rakyat,” ajak Menko Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid ini.

Rizal Ramli selama ini sebetulnya tidak hanya mengkritik, tetapi juga diikuti dengan pemberian solusi, tetapi pemerintah enggan menerima solusi dari tokoh ekonom senior itu. Misalnya, Rizal Ramli mengajak Pemerintah agar meningkatkan penggunaan gas dalam pembangkit listrik secara nasional dari 23% saat ini jadi 30% dalam waktu dua tahun. Lalu mengajak untuk mengurangi penggunaan generator diesel, yang merugikan PLN Rp 37 triliun per tahun. Selain itu, harus mengalihkan ke pembangkit yang menggunakan BBM ke batubara, gas, air, dan geothermal secepatnya.

Masih seputar solusi yang ditawarkan Rizal Ramli, yakni menyarankan perlunya membangun kilang dengan kapasitas 300.000-400.000 barel dalam dua tahun. Sebab, pembangunan kilang akan menurunkan 40-50% biaya produksi solar, premium, dan minyak tanah. Pembangunan kilang juga akan menghemat penggunaan devisa, mengurangi tekanan terhadap defisit transaksi berjalan dan menciptakan lapangan kerja. Juga tingkatkan cost control, dengan memperbaiki metode dan transparansi kontraktor migas sehingga mengurangi cost recovery yang selama ini terus naik 25% dalam dua tahun.

Namun, hampir semua saran dan masukan Rizal Ramli yang dapat dijadikan solusi untuk mengatasi masalah-masalah krusial di negeri ini, rupanya diabaikan pemerintah. Mengapa? Hehehee… lagi-lagi mudah ditebak. Karena, jika saran dan masukan itu diterima oleh pemerintah, maka nama Rizal Ramli bisa diuntungkan secara politik. Inilah kelemahan pemerintah saat ini, yang sulit menerima solusi, tetapi gampang membuat masalah. Masalah apa? Tunjuk satu kata saja: “Korupsi”!