(AMS, opini)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo telah menetapkan tiga pasangan Calon Gubernur (Cagub) Gorontalo yang akan berlaga dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada Rabu 16 Nopember 2011 mendatang. Yakni, pasangan: Nomor 1 Rusli Habibie-Idris Rahim (NKRI); Nomor 2 Gusnar Ismail-Toni Uloli (GT); dan Nomor 3 David Bobihoe-Nelson Pomalingo (Davidson).
Dan kini, semua pasangan cagub tersebut saling berlomba-lomba menonjolkan diri masing-masing dengan melakukan berbagai upaya untuk merebut hati 700 ribu lebih pemilih di Provinsi Gorontalo. Yakni dengan menggencarkan sosialisasi. Misalnya, dengan memasang bali-ho dan atribut lainnya di tempat-tempat strategis; anjangsana sosial ke sejumlah rumah ibadah, panti asuhan dan rumah tahanan; menghadiri acara silaturahim di sejumlah desa; menggelar even pertandingan olahraga warga, misalnya turnamen sepak bola, volly, catur, serta ajang hiburan lainnya.
Kegiatan tersebut, sebetulnya hanya lebih merupakan upaya penguatan terhadap calon itu sendiri dengan melakukan pendekatan dan sentuhan langsung ke masyarakat. Karena sesungguhnya, masyarakat sudah memiliki pilihan sendiri-sendiri dengan pertimbangan dan alasan masing-masing.
Dari upaya menggali pilihan masyarakat (dengan metode pengamatan/empiris dan ask to ask di lapangan sejak Juni-akhir September 2011) terhadap cagub yang ada saat ini ditemui, bahwa NKRI (Nyata Karya Rusli-Idris) adalah ternyata pasangan cagub yang paling menonjol karena lebih diminati dibanding cagub lainnya, sehingga NKRI amat berpeluang memenangkan pilgub periode 2012-2017.
Berbagai analisa sekaligus sebagai alasan mendasari masyarakat lebih cenderung untuk memilih NKRI (nomor urut 1) itu adalah, di antaranya karena: Pertama, Rusli-Idris dipandang sosok yang bukan “jago kandang”. Artinya, selain Bupati Gorut, Rusli Habibie yang juga sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Gorontalo itu terbukti telah banyak menunjukkan kemampuannya sebagai pemimpin yang gencar melakukan karya nyata sekaligus keberpihakan terhadap masyarakat luas, terutama rakyat kecil.
Begitu pun dengan sosok Idris Rahim. Selama menjadi pejabat, Idris telah memiliki banyak pengalaman sebagai pemimpin tanpa cacat (tak pernah terlibat dalam kasus hukum, misalnya korupsi). Idris Rahim bahkan dikenal sebagai pemimpin yang memiliki sifat kedewasaan yang bersahaja, lembut dan santun, mulai dari camat, sekda di Boalemo, penjabat bupati, Sekda Provinsi Gorontalo, bahkan Idris sempat menjadi penjabat Gubernur Gorontalo pada tahun 2006 lalu.
Dan istri Idris Rahim (dr. Nurindah Rahim) yang pernah menjabat sebagai Direktur RS Aloei Saboe juga diyakini sedikit banyaknya bisa penunjang perolehan suara NKRI. Terlebih karena dr. Nurindah hingga saat ini dikenal sebagai istri pejabat yang tak pernah sedikit pun memperlihat kesombongan dan jauh dari sifat buruk. Sehingga bersama dengan suaminya, dr. Nurindah selalu tampil dengan lesung pipi dari senyumnya yang senantiasa mekar di hadapan siapa saja.
Kedua, dengan “berbekal” seba-gai bupati yang mampu memperli-hatkan gerak cepat dalam membangun Kabupaten Gorontalo Utara dalam waktu singkat, dan berposisi sebagai Ketua Partai Golkar Provinsi Gorontalo, Rusli Habibie diyakini tentu sudah mempunyai massa riil baik di Gorut maupun di seluruh Provinsi Gorontalo. Selain itu, Rusli Habibie juga dikenal telah memiliki bekal berupa “materi pribadi” yang bisa menunjang langkah sosialisasi dan kampanye NKRI yang memang membutuhkan biaya dan ongkos yang tak sedikit, tanpa harus menyedot anggaran dari APBD.
Ketiga, Rusli dan Idris mendapat dukungan penuh dari dua partai besar, yakni Golkar dan PPP. Selain itu, ada dua menteri, Fadel Muhammad dan Suharso Monoarfa serta dua anggota DPD-RI (Hana Hasanah dan dr. Budi Doku) serta sejumlah tokoh penting Gorontalo di Jakarta seperti Roem Kono dan kawan-kawan juga secara terang-terangan mendukung NKRI.
Bahkan, mantan Presiden B.J Habibie tak lupa turut menyatakan mendukung dan memberi restu kepada keponakannya, Rusli Habibie, untuk jadi Gubernur Gorontalo yang harus berpihak kepada rakyat kecil.
Dan keempat, “keterterimaan” NKRI mencakup seluruh wilayah Provinsi Gorontalo, karena NKRI sudah pasti memiliki jaringan dan simpatisan (rakyat) yang memiliki semangat kuat di 6 kabupaten/kota se-Provinsi Gorontalo, yang tentunya mereka akan bekerja dan ber-juang semaksimal mungkin bersama-sama rakyat lainnya untuk memenangkan NKRI.
Sehingga dari seluruh pengamatan yang menjadi fenomena riil di lapangan menunjukkan, bahwa NKRI bisa memperoleh kemenangan sebanyak 60%. Yakni diprediksi NKRI bisa meraih suara di Kabupaten Gorontalo Utara 90 ribuan, Kabupaten Pohuwato 80 ribuan, Kabupaten Boalemo 60 ribuan, Kabupaten Gorontalo 60 ribuan, Kota Gorontalo 60 ribuan, dan Kabupaten Bone Bolango 70 ribuan.
Partai Demokrat Dikelilingi
“Kader Koruptor”
Ada fenomena lain yang juga dapat menunjang munculnya angka-angka yang akan mengalir deras ke pasangan Rusli-Idris, namun di sisi lain boleh jadi membuat masyarakat merasa “kurang minat” terhadap pasangan Gusnar-Toni (GT) yang diusung oleh Partai Demokrat (PD) sebagai partai pengusung utama tersebut. Yakni bahwa, masyarakat kini sudah banyak mengetahui PD di pusat saat ini tengah diguncang dengan masalah yang super-berat, yakni kasus yang berbau korupsi.
Selain Nazaruddin, sejumlah petinggi PD di Pusat juga mulai disebut-sebut “terseret” namanya satu persatu, termasuk Ketua Umumnya Anas Urbaningrum juga sedang berhadapan dengan dugaan persoalan yang sama, yakni korupsi.
Berikut ini “catatan masalah” yang tengah dihadapi oleh para petinggi PD. Padahal Demokrat, yang selama ini jadi partai pemenang Pemilu dan partai binaan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) malah diduga dikelilingi oleh ‘kader-kader koruptor’:
M. Nazaruddin (Mantan Bendahara Umum DPP PD); Diduga terlibat suap proyek Wisma Atlet di Palembang, terkait dengan proyek di Kementerian Kesehatan, dan memberikan uang kepada pejabat Mahkamah Konstitusi.
Anas Urbaningrum (Ketua Umum DPP PD); Dalam pelariannya Nazaruddin sempat mengatakan, Anas merupakan pemilik PT.Anugerah Nusantara yang merupakan induk PT. Alfindo Nuratama Perkasa yang menang tender dalam penga-daan PLTS di Kemenakertrans dengan nilai Rp 8,7 Miliar.
Namun, PT. Alfindo kemudian menyubkontrakkan pekerjaan pengadaan PLTS itu ke PT. Sundaya dengan nilai Rp.5,2 Miliar. Selisih nilai tender dengan nilai subkontrak sebesar Rp.3,6 Miliar itu yang kemudian dianggap sebagai kerugian negara. Tetapi Anas membantah dan mengaku tidak tahu-menahu tentang proyek PLTS tersebut.
M. Nasir (Ketua Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi DPP PD); Diduga terkait dengan proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Nasir tercantum namanya sebagai komisaris di PT. Mahkota Negara, perusahaan yang me-nangani proyek itu.
Ayub Khan (Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jember, Jawa Timur); Nama Ayub Khan ikut tercantum bersama Nazaruddin dan Nasir sebagai komisaris pada beberapa perusahaan proyek pemerintah.
Angelina Sondakh (Wakil Sek-jen DPP PD); Diduga terkait dengan proyek Wisma Atlet di Palembang. Nazaruddin menyebut Angelina dan Wayan Koster dari PDI-P terlibat dalam proyek senilai Rp.191 Miliar itu. Namun keduanya membantah.
Mirwan Amir (Wakil Bendahara Umum DPP PD); Melalui pesan BlackBerry yang dikirim Nazaruddin dari Singapura, Mirwan disebut berperan membagi-bagikan uang kepada pemimpin Badan Anggaran (Banggar) DPR. Lalu kemudian Banggar kini seakan jadi “cacing kepanasan” dan sempat mengancam mogok kerja.
Jhonny Allen Marbun (Wakil Ketua Umum DPP PD); Terkait dengan dugaan suap proyek Departemen Perhubungan di Kawasan Timur Indonesia, Februari 2009. Terpidana Hadi Djamal di persidangan mengaku pernah menyerahkan uang US$ 80 ribu (+Rp.800 juta) dan Rp.32 juta kepada Jhonny. Tapi Jhonny membantah hal tersebut.
Max Sopacua (Wakil Ketua Umum II DPP PD); Proyek alat roentgen Departemen Kesehatan (Depkes). Surat dakwaan mantan Sekjen Depkes Sjafii Ahmad menyebut Max menerima cek Rp.45 juta. Namun Max mengaku sudah mengklarifikasi kasus itu ke KPK.
Sutan Bhatoegana (Ketua Departemen Perekonomian DPP PD); Proyek pasokan batu bara ke PLN. Sutan memperkenalkan Daniel Sinambela kepada Nazaruddin. Perusahaan milik Daniel lolos tender pasokan batu bara PLN. Sutan membantah tudingan merekayasa proyek tersebut.
Amrun Daulay (Anggota DPR-RI Fraksi Demokrat); Menjadi tersangka perkara korupsi pengadaan sarung, mesin jahit, dan sapi Depar-temen Sosial pada 2004-2008.
Andi Nurpati (Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP PD); Diduga terkait dengan kasus surat palsu doku-men Mahkamah Konstitusi. Tapi ia membantahnya.
JR Saragih (Ketua DPC PD Simalungun Sumatera Utara, sekaligus sebagai Bupati Simalungun); Kasus dugaan korupsi APBD Simalungun Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp 48 miliar. JR dilaporkan oleh salah seorang anggota DPRD Kab. Simalungun, Bernhard Damanik ke KPK.
Calon Independen, Nantinya Rakyat Dinilai Susah Mengadu ke DPRD
Hal lain yang bisa ditemui di lapangan dalam menggali “minat” masyarakat terhadap cagub Gorontalo yang ada saat ini, adalah adanya pandangan dan pemahaman masyarakat yang menyebut calon kepala daerah yang berasal dari jalur independen bakal nantinya merepotkan masyarakat itu sendiri.
Repotnya, yakni ketika terjadi masalah seperti yang pernah terjadi di Kabupaten Bone Bolango, masyarakat telah berulang kali melakukan protes dan unjuk-rasa ke DPRD untuk mendesak para anggota legislatif (aleg) agar segera berupaya mengaktifkan kembali Bupati terpilih (dari jalur independen), namun persoalannya akan terasa sulit karena di DPRD mana pun tak ada aleg dari “Partai Independen”.
Menurut sejumlah kalangan, pada contoh masalah tersebut tentunya para aleg yang didesak akan merasa serba salah. Karena anggota DPRD yang duduk sebagai wakil rakyat itu memang diakui semuanya dipilih oleh rakyat namun tentunya ia bisa dipilih karena berasal dari partai, bukan dari jalur independen. Sehingga persoalannya tentu akan terasa rancu jika ada tuntutan rakyat yang langsung berhubungan dengan kepala daerah yang berasal dari jalur independen tersebut.
Sebab secara prinsip, katanya, kepala daerah yang berasal dari jalur independen akan sulit berkolaborasi dengan para aleg yang ada di DPRD selama DPRD tersebut “dihuni” oleh orang partai.
Ungkapan-ungkapan di Masyarakat
Hampir seluruh masyarakat Gorontalo saat ini nyaris setiap hari “berkicau” seputar semua sosok yang lolos sebagai cagub. Ini dia “kicauannya”:
(NKRI)> Rusli adalah bupati yang terkesan seperti “preman”, tetapi tidak pasang-pasang wibawa. Rusli seakan “bangganga (kasar)” tapi punya kepedulian yang amat tinggi terhadap nasib orang-orang susah untuk diangkat menjadi orang sukses. Rusli dituding telah “menjual” Gorut, tetapi dibantah oleh Rusli bahwa yang benar adalah menjual aset perusahaannya senilai Rp.25 Miliar. Bahkan Rusli dikenal sebagai bupati yang mampu memperlihatkan gerak cepat dalam mem-bangun daerah. Sementara masyarakat lebih sulit berkomentar jika ingin menilai Idris Rahim, karena Idris dikenal sebagai birokrat handal yang lembut dan santun.
(GT)>Gusnar dikenal sebagai sosok pejabat yang bonggili (kikir) bagai botu (batu). Tapi ia mengklarifikasi hal ini sebagai cara agar tidak korupsi. Gusnar diduga telah memakai dana APBD dengan memunculkan kegiatan fiktif di sejumlah SKPD Provinsi Gorontalo. Tapi hal ini dibantah oleh Gusnar melalui balihonya “tidak korupsi”.
Bahkan ada beberan statement di salah satu website yang menulis bahwa, sebagai gubernur, dalam separuh masa jabatannya setelah menggantikan Fadel, GI (Gusnar Ismail) dianggap hanya “melanjutkan” ide-ide Fadel tanpa sentuhan yang benar-benar baru. Bahkan banyak program pembangunan yang telah dirintis Fadel gagal dilanjutkan GI. Sehingga GI dinilai belumlah teruji sebagai seorang gubernur seutuhnya.
Sedang tentang sosok Tony Uloli, amat disoroti oleh masyarakat tentang ijazah sarjananya yang dianulir oleh pihak perguruan tinggi (PT) karena dianggap telah berani memberikan dokumen keterangan palsu kepada PT yang telah memberikannya ijazah sarjana tersebut. Sehingga Toni Uloli dinilai telah melakukan pelanggaran demi mendapatkan kepentingan pribadinya, yakni gelar sarjana.
(Davidson)> David dinilai sebagai bupati yang tak tahu berterima kasih, dan gila jabatan karena ia bisa kembali terpilih sebagai bupati Gorontalo untuk periode kedua adalah lantaran Abubakar (Atas budi baik Golkar) yang telah mengusungnya. Tapi hal ini dibantah oleh sejumlah pendukungnya bahwa David terpilih karena memang rakyat Kabupaten masih menghendakinya untuk menjadi bupati, dan kini rakyat pula yang mengispirasikannya untuk bisa menjadi gubernur Gorontalo.
Kendati begitu, sebagian besar masyarakat menyoroti bahwa kemampuan David membangun daerah masih belum terlihat karena telah dua periode menjabat sebagai bupati, tapi terlihat kondisi di Limboto saja masih jalan di tempat alias hampir tak ada perubahan. Tetapi hal ini dibantah oleh kubu David, bahwa David telah banyak berbuat untuk kemajuan Kab. Gorontalo, misalnya dengan banyaknya pengakuan dan penghargaan yang telah diterima Kab. Gorontalo selama David menjabat bupati, misalnya predikat WTP dari BPK-RI. Sementara penilaian terhadap Nelson hampir sama dengan penilaian buat Idris. Hanya saja masyarakat menilai Idris Rahim lebih punya pengalaman di bidang pemerintahan.
Sebagai kesimpulan sementara, dengan melihat fenomena Partai Demokrat yang “kebetulan” sedang menghadapi masalah berat (dugaan kasus korupsi) di pusat dan di beberapa daerah lainnya, serta dengan memperhatikan pandangan dan ungkapan masyarakat tentang seluruh cagub , maka kecenderungan masyarakat nampaknya lebih banyak berminat memilih paket Pasangan nomor Urut 1 (SATU), yakni NKRI (Nyata Karya Rusli-Idris) untuk memimpin Provinsi Gorontalo sebagai pasangan Gubernur Gorontalo periode 2012-2017.
Namun apapun istilahnya, dan bagaimana pun fenomenanya, serta dalam bentuk apapun ungkapannya, tentulah ketiga pasangan cagub tersebut semuanya baik. Tetapi, HANYA ada SATU pasangan yang layak muncul sebagai pemenang. SIAPA…? (sumber: majalah gerbang emas-abdul muis syam)